Tuhan menciptakan rasa cinta kepada setiap makhluknya. Jika cinta itu tak bersambut atau tak terbalaskan, apakah itu salah cintanya?
Akankah sebuah hubungan yang terlalu rumit untuk di jelaskan akan bisa bersatu? Atau....hanya mampu memiliki dalam diam?
Hidup dan di besarkan oleh keluarga yang sama, akankah mereka mengakhiri kisah cintanya dengan bahagia atau....menerima takdir bahwasanya mereka memang tak bisa bersatu!
Mak Othor receh datang lagi 👋👋👋👋
Rishaka dll siap menarik ulur emosi kalian lagi 🤭🤭🤭
Selamat membaca ✌️✌️✌️
Kalau ngga suka, skip aja ya ✌️ jangan kasih rate bintang 1
makasih 🥰🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Syam menyusul istrinya ke kamar. Sebagai suami yang tahu sekali apa kondisi mental sang istri dulu, ia harus secepatnya menenangkan Riang.
"Sayang....!", Syam mengusap bahu Riang pelan. Terlihat sekali jika nafas Riang memburu.
"Kenapa Shaka tuh ngga ngerti maksud baik aku mas! Aku tahu, dia udah dewasa! Udah bisa menentukan masa depannya sendiri. Tapi apa salahnya kan tinggal di sini atau sama mama papa?''
Syam mengangguk mengiyakan apa yang istrinya katakan.
"Toh setelah suatu saat ia menikah nanti, dia juga akan tinggal bersama pasangannya. Bukan sama kita? Kenapa dia ngga bisa manfaatin waktu ini dengan baik! Apa kehidupan bebas di negara liberal bikin dia kaya gini???"
Lelaki tampan dan mapan itu hanya menarik nafas dalam-dalam untuk mendengarkan setiap unek-unek sang istri.
"Aku menyesal membiarkan mama dan papa membawa Shaka ke sana!", Riang melipat kedua tangannya di dada.
Syam memilih memeluk sang istri dari belakang untuk menenangkannya.
"Jangan bicara seperti itu sayang!", kata Syam pelan di samping telinga Riang.
"Aku biarin mama dan papa rawat Shaka sampai sekolahin di sana tuh maksudnya biar Shaka dekat sama mama papa. Tapi apa?? Mereka malah biarin Shaka hidup bebas!"
"Sssttt...jangan salahin mama papa! Mereka bukan tidak bisa merawat Shaka sayang. Tapi memang mungkin, hal seperti itu sudah umum di kalangan pelajar seperti Shaka saat itu. Di sini juga banyak kan anak-anak yang kost saat menjalani pendidikan?"
Riang terdiam.
"Beri Shaka kepercayaan sayang. Kamu sendiri yang bilang dia sudah dewasa, heum?"
Riang tak langsung menjawab ucapan sang suami.
"Setidaknya sebelum dia punya istri, dia bisa dekat dengan orang tuanya mas!", suara Riang mulai melunak. Dan Syam sangat bersyukur sekali.
"Shaka pasti sedang memikirkan ucapan kamu sayang, percaya sama mas!"
Riang menghela nafas lalu setelahnya ia mengangguk pelan.
"Anak-anak udah berangkat. Mas juga berangkat ya?", pamit Syam mengecup puncak kepala istrinya.
"Iya, mas!", kata Riang. Ia menyambut tangan Syam untuk mengecup punggung tangannya.
💜💜💜💜💜💜💜💜
Gilang menghampiri Ica yang baru tiba di kantor.
"Di anterin siapa?", tanya Gilang yang tiba-tiba hingga membuat Ica terkejut.
"Eh ...itu, sama om Shaka."
Gilang mendudukkan dirinya di bangku sebelah Ica. Meja mereka memang bersebelahan.
Ica menatap Gilang yang ia akhir-akhir ini menjadi sosok yang lebih pendiam.
"Gilang!", panggil Ica. Gilang yang baru membuka dokumennya pun menoleh.
"Heum?", gumam pemuda itu.
"Kok sekarang Lo pendiem banget, kenapa? Kayak aneh gitu nggak sih Lo cosplay jadi orang kalem hehehe?!", ledek Ica.
Gadis itu terlalu lelah jika harus memikirkan ucapan om kecilnya tadi pagi.
Gilang tersenyum.
"Lo juga tumben ga ada niatan jemput gue gitu kaya biasanya?"
"Ngga apa-apa sih kalo gue masih suka jemput Lo?", tanya Gilang.
"Lha??? Ngadi-ngadi nih anak! Emang kenapa? Kan udah biasa gitu!", sahut Ica.
Gilang menghadapkan tubuhnya ke arah Ica. Gadis itu pun melakukan hal yang sama. Kebetulan belum ada pekerjaan yang mendesak jadi mereka masih bisa mengobrol. Di kantor Oma Helen memang tidak harus formal seperti kantor-kantor pada umumnya. Yang penting komunikasi lancar dan pekerjaan selesai dengan baik.
"Gue harus jauhin Lo, Ca! Walau pun sebenarnya sulit buat gue!", kata Gilang meyakinkan.
"Wait?! Jauhin gue? Kenapa harus jauhin gue sih Gil? Kita udah sahabatan lama lho !", sahut Ica.
Gilang menatap wajah cantik Ica, perpaduan wajah umi dan abinya.
"Ya, karena gue cuma sahabat Lo!", kata Gilang. Ica mengernyitkan keningnya samapi berkerut-kerut.
"Terus masalahnya apa? Kita kan emang sahabatan Gil. Kenapa Lo harus jauhin gue? Gue ada salah sama Lo?", cerca Ica.
Gilang menggeleng pelan.
"Gue yang salah Ca!"
"Ckkkk....Lo ngomong apa sih! Ngga jelas banget!", Ica memutar kembali kursinya menghadap mejanya.
"Gue salah! Karena ternyata gue jatuh cinta sendirian. Gue pikir, gue bisa deket sama Lo lebih dari sahabat. Ekspektasi gue terlalu tinggi, gue berharap Lo punya perasaan yang sama kaya gue karena selama ini kita deket."
Ungkapan perasaan Gilang spontan membuat Ica membeku. Dan ia pun menoleh ke Gilang yang sedang menatapnya.
"Tapi ternyata cinta gue bertepuk sebelah tangan. Lo sana Galang yang jarang bertemu, tiba-tiba official . Tak tanggung-tanggung, semua keluarga udah sama-sama tahu. Padahal, gue pikir Lo bakal nolak Galang yang bahkan bertemu sama Lo dengan hitungan jari di banding sama gue yang bertahun-tahun, Ca!"
Ica menelan ludahnya pelan.
"Gil....??!"
"Gue belom selesai Ca!", kata Gilang memotong ucapan Ica.
"Gue pernah berandai-andai, kalau saat itu gue ngungkapin perasaan gue ke Lo lebih awal, apa Lo juga bakal terima gue?", Gilang menatap mata gadis yang belo namun cantik.
Ica terdiam.
Gue juga ngga tahu Gil! Sebenarnya perasan gue buat Galang aja gue ngga tahu! Kenapa Lo malah nambahin beban pikiran gue sih Gil???
"Diam Lo, udah menjawab semuanya Ca. Gue harap, Galang benar-benar bisa bahagian Lo!", kata Gilang bangkit dari kursinya dan menggendong tasnya.
Ica gelagapan melihat Gilang yang tiba-tiba bangkit dari kursinya.
"Lang! Gilang!", Ica memanggil sahabatnya itu.
"Gue pindah divisi! Udah dapat ACC dari kak Tomi!", sahut Gilang.
Ica membuang nafas frustasi. Beruntung keduanya berbeda kubikel dan di batasi ruang kaca dengan rekan kerja yang lain. Jadi mereka seperti itu pun mungkin tadi dengar oleh mereka.
Hah!!! Kenapa Lo bikin gue makin pusing sih Gilang!!!
Ica meletakkan kepalanya di mejanya. Tangannya menjuntai ke bawah.
Dddrrrttt....
Getaran ponsel di mejanya memekakan telinga Ica.
"Astaghfirullah!", Ica mengangkat kepalanya. Matanya tertuju pada pada ponsel yang menunjukan nama Galang.
Gue lagi pusing sama kembaran Lo, Galang!
Ica pun berdehem pelan beberapa saat sebelum mengangkat panggilan video itu. Ia mencoba memasang wajah tersenyum agar Galang tak curiga dirinya yang sedang banyak masalah.
[Assalamualaikum Ca ...]
[Walaikumsalam mas]
Galang tersenyum menatap wajah cantik kekasih hatinya tersebut. Baginya memandangi wajah cantik Ica, sudah mengobati rasa lelah di tubuhnya usai bekerja. Jam kerjanya berbeda dengan kebanyakan orang. Orang banyak yang masih terlelap tidur, ia bekerja ataupun sebaliknya.
[Kangen kamu, Ca]
Ica tersenyum menanggapi ucapan Galang di banding menjawab kata yang sama. Kalimat rindu!
Obrolan mereka pun berlangsung cukup lama sampai Ica harus menutup panggilan jarak jauh mereka karena atasannya memberikan tugas. Meski Ica cucu pemilik perusahaan tersebut, dirinya yang meminta di anggap sama seperti anak magang pada umumnya.
💜💜💜💜💜💜💜
Shaka sedikit terlambat tiba di kantornya. Jika kemarin ia datang hampir jam sepuluhan, kini ia justru jam delapan lewat. Kenapa terlambat?
Kantornya mulai masuk jam delapan. Kemarin-kemarin ia di beri kelonggaran karena datang bersama sang mama. Tapi sekarang!????
Shaka baru akan memasuki ruangannya seperti kemarin. Banyak mata yang menatap dirinya dengan pandangan yang sulit untuk di artikan.
Baru saja Shaka akan mendudukkan bokongnya, suara yang sangat familiar mengusik telinganya.
"Arshaka Albiruni, masuk ke ruangan saya sekarang!"
Lagi-lagi semua mata tertuju padanya. Tidak semua mengetahui bahwa Shaka adalah anak Ziyad.
Hampir semua merasa terkejut sekaligus khawatir karena direktur utama perusahaan pertama kali memasuki ruangan staf biasa tersebut. Dan Shaka adalah anak baru disana. Tentu pikiran mereka bermacam-macam. Apakah kedatangannya yang terlambat membuat direktur utama marah????
Shaka menghela nafas berat dan memandangi Ziyad dengan tatapan datar.
"Kamu dengar saya ,Shaka?!", ulang Ziyad yang masih berdiri di sana. Bukannya menyuruh anak buahnya, Ziyad memilih memanggil putra bungsunya sendiri.
"Saya dengar!", kata Shaka. Ia berdiri dari kursinya lalu mendekati Ziyad.
"Ikut ke ruangan saya!", ucap Ziyad yang berjalan lebih dulu meninggalkan Shaka.
Hah!!! Apalagi ini??
Shaka mengusap wajahnya dengan kasar. Tapi selanjutnya, ia melangkahkan kakinya mengikuti Ziyad menuju ke ruangannya.
💜💜💜💜💜💜💜
Bagaimana pagi ini? Cerah pemirsah???? ✌️✌️✌️✌️
Terimakasih 😊🙏
a.ica
b.shaka
c. mak othor...
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
klu bibah sm shaka rasay gmn ya shaka sdh bekas cyra kasian bibah dapat sisa🤣🤣🤣🤣😆😆😆😊