Dinda ayu pratista adalah seorang gadis cantik,yang harus menelan kekecewaan saat tahu jika dirinya sedang berbadan dua.
Hidupnya berubah setelah laki-laki yang menjadi temannya, tanpa sadar merenggut kesuciannya.
Saat mengetahui jika temannya itu akan menikah,dinda pun memutuskan untuk pergi menjauh dari kehidupannya sekarang.
Dia pun berharap dapat melupakan kejadian malam itu dan memulai hidup baru.
Kini dinda pun di karuniai seorang putra tampan yang memiliki wajah sama persis dengan teman laki-lakinya itu.
Sampai di suatu saat,takdir pun mempertemukan mereka kembali dengan keadaan yang sedikit berbeda.
Akankah dinda jujur pada temannya itu, jika sudah dia memiliki anak darinya?
Dan apakah dinda akan memberitahu putranya,jika temannya itu adalah ayah biologisnya?
Ikuti kisah selanjutnya sampai selesai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAMM 14
Pak deni menatap raffael, sedikit kebingungan dengan sikap bosnya yang terkesan, sedang mencari tahu informasi tentang dinda.
"Maaf Pak bos. Kenapa, pak bos ingin tahu tentang neng dinda?" tanya pak deni, curiga.
Raffael menatap tajam pak deni, yang sedang mencurigainya. " Apa pak deni, sudah tidak ingin bekerja lagi di sini?"tanyanya dingin.
"Bukan itu, maksud saya pak bos. Saya hanya tidak ingin ada orang, yang memanfaatkan keadaan neng dinda sekarang. Jujur, saya kasihan sama dia." Pak deni segera menjawab, dia takut dengan perkataan raffael yang tidak main-main.
"Tenang pak deni, kita hanya ingin tahu tentang dinda saja tidak lebih, kok." sela Roy cepat.
Pak deni pun mengangguk, mencoba percaya pada raffael dan Roy.
"Anaknya neng dinda kalau enggak salah, laki-laki, pak bos." ucap pak deni memberitahu.
Raffael dan Roy masih mendengarkan perkataan pak deni, yang menceritakan sosok anak dinda yang tak lain adalah gevano.
"Kira-kira usia anaknya dinda, berapa tahun?" Raffael yang penasaran pun, segera bertanya kembali.
Pak deni nampak berpikir berusaha mengingat, usia gevano saat ini. seketika pak deni pun tersenyum, segera memberikan jawaban.
"Usia anak neng dinda, kalau tidak salah usianya empat tahun. Meskipun masih kecil, anaknya neng dinda sangat aktif dan pintar. Semua orang di sini sangat menyayangi dia, pak bos?" ujar pak deni menjelaskan.
Raffael tersenyum tipis mendengar pak deni, yang memuji anak temannya itu. namun belum sampai di situ, sebab ada satu pertanyaan lagi yang akan di ajukan oleh raffael.
"Siapa nama anaknya dinda, pak deni?" tanya raffael, tegas.
Pak deni kembali terdiam, jujur dia tidak ingat nama gevano, sebab dirinya jarang memanggil nama gevano dengan namanya.
"Waduuh... kalau namanya...?" Perkataan pak deni terhenti, saat mendengar ponsel raffael yang berdering.
Raffael pun mendengus kesal, saat sedikit lagi dia tahu siapa nama anaknya dinda.
"Siapa, raf?" tanya Roy penasaran.
Raffael dengan malas memperlihatkan nama, yang tertera di layar ponselnya.
"Oh...nyokap lo." sahut Roy, acuh.
Pak deni yang masih di sana pun, memilih pamit pergi dari sana karena merasa tidak enak, jika harus mendengarkan percakapan Raffael dan Roy.
Raffael yang masih ingin mencari informasi tentang dinda pun, harus menundanya dulu. kini dirinya harus mengangkat panggilan masuk, dari orang tuanya.
"Tumben, nyokap lo nelpon? Ada apa, raf?" tanya Roy, menatap raffael yang baru selesai melakukan panggilan.
Raffael menghela nafas. "Biasa, kangen." sahutnya singkat.
Roy memutar bola matanya malas, mengira jika terjadi sesuatu pada orang tua raffael. hatinya juga kesal, karena orang tua raffael mereka gagal mengetahui, siapa anaknya dinda.
"Terus, sekarang gimana, raf?" Roy menatap raffael serius.
"Sepertinya, kita harus mencari tahu sendiri, tentang nama anak dinda, Roy. Gue yakin, jika anak itu tidak jauh dari pedesaan ini." Raffael menatap lurus ke depan, seakan sedang mencari cara.
Roy menjentikkan jarinya. "Bagaimana, kalau kita temui dinda di tempat kerjanya aja?" tanyanya antusias.
"Boleh...tunggu setelah kita pulang dari jakarta, karena besok kita harus pulang dulu."
Roy mendengus kesal, saat mengetahui jika mereka akan kembali ke jakarta. dirinya sangat tidak sabar untuk menemui dinda, dan meminta penjelasan pada temannya itu.
"Kenapa harus pulang, raf?" protes Roy kesal.
Raffael pun sebenarnya enggan untuk pulang ke jakarta, sebab dia masih penasaran dengan dinda.
Namun apa boleh buat karena dirinya pemimpin, mau tidak mau harus mengurus semua persoalan perusahaan, dengan baik dan benar.
"Gue dengar lo protes lagi. Siap-siap aja, gue pecat lo!" ancam Raffael, yang merasa jengah dengan sikap temannya itu.
Roy hanya mampu terdiam, saat mendengar ancaman dari Raffael. dirinya memutuskan untuk mengikuti saran raffael, supaya temannya itu membatalkan ancamannya.
Pada akhirnya mereka pun, memilih menunda mencari informasi tentang dinda. sebab besok mereka harus bersiap untuk kembali ke jakarta.
*
*
*
Saat ini dinda, terlihat sedang sibuk melayani pelanggan yang memesan makanan.
Dirinya tidak lagi merasa risau, sebab tadi di proyek tidak bertemu dengan raffael dan Roy.
Dinda berharap, kedua temannya itu memang sudah benar-benar pergi dari desanya.
"Dinda, hari ini kita tutup awal, ya? Saya mau menjemput anak saya ke bandara." Pemilik rumah makan menghampiri dinda, yang sedang membereskan piring kotor.
Dinda pun menoleh. "Kenapa tutup awal, bu? Sayang, pelanggannya masih banyak yang datang." sahut dinda, bingung.
"Tidak apa-apa, din. Besok kita kan buka lagi." balas pemilik rumah makan, terkekeh.
Dinda hanya bisa mengiyakan saja, sebab semua sudah menjadi keputusan sang pemilik rumah makan itu sendiri.
Setelah selesai dengan pekerjaannya, dinda pun pamit pergi dari tempat kerjanya itu.
Dinda senang, sebab dirinya bisa pulang lebih awal dari biasanya. Kini dirinya tidak sabar, ingin cepat-cepat bertemu dengan gevano.
Di sepanjang perjalanan pulang, dinda nampak terlihat senang. namun sayang rasa senang itu seketika berubah menjadi rasa khawatir, sebab motor yang di kendarainya tiba-tiba saja mogok.
"Loh kok, mati? Perasaan tadi aku sudah isi bensinnya!" gumam dinda, yang terlihat panik.
Dinda melihat ke sekeliling jalan, yang terlihat sepi. dia pun bingung, sebenarnya apa yang terjadi pada motornya itu.
"Bengkel jauh, orang yang lewat pun tidak ada. Huuffhh...! Terpaksa, aku harus mendorongnya." Dinda yang merasa bingung pun, hanya bisa pasrah.
Dinda pun akhirnya mendorong motornya, berharap dapat menemukan bengkel. cukup jauh dinda berjalan, namun belum juga menemukan bengkel, sampai seseorang pun menghampirinya.
"Motornya mogok, neng?" Terdengar suara bariton seseorang, menghampiri dinda.
Dinda pun menoleh dan tersenyum tipis. "I-iya pak." jawab dinda sedikit, tergagap. sebab yang menghampirinya laki-laki yang terlihat seperti seorang preman.
"Mau saya bantu?" Preman itu menatap dinda, dan tersenyum penuh arti.
Dinda yang merasa takut pun, berusaha menolak. dia dapat melihat jika laki-laki, yang menghampirinya bukanlah orang baik-baik.
"Maaf tidak perlu. Sepertinya, di depan ada bengkel. Kalau begitu, saya permisi dulu." Dinda menolak dengan sopan, dan segera pergi dari sana.
Preman itu terlihat mendengus kesal, sebab rencananya di tolak mentah-mentah oleh dinda.
Dia yang yang tidak ingin menyerah pun, mengikutinya dari belakang, dengan tatapan yang tidak lepas menatap tubuh dinda.
Dinda yang merasa takut pun, berusaha mempercepat langkahnya. dia berharap, bisa cepat-cepat menemukan bengkel.
"Eits... Kenapa harus buru-buru, neng? Pelan sedikit jalannya bisa, kan?" Preman yang menyadari ketakutan dinda, pun segera menarik motornya.
Tiba-tiba tubuh dinda gemetar, saat melihat preman itu tersenyum menyeringai kepadanya.
Dengan cepat, preman itu mencekal tangan dinda dengan sangat keras.
"Sekarang juga, kamu harus ikut saya neng cantik."
Dinda yang takut pun, dengan cepat menggeleng. "Tidak ... ! Tolong biarkan saya pergi, dan jangan ganggu saya. " pekik dinda, memohon dengan tegas.
Preman itu tertawa lepas. "Enak saja, biarin kamu pergi. Sebelum aku melepaskan mu... temani saya bermain. Bagaimana?" ucapannya, tersenyum menggoda.
"Tidak...! Tolong lepaskan saya." Dinda pun mencoba berontak, sampai-sampai motor yang di pegang pun terjatuh.
Preman itu langsung menarik tangan dinda, dan membawanya menuju ke dekat semak-semak.
Dinda yang tidak mau pun mencoba melawan, dan berteriak minta tolong. dia berharap, ada seseorang yang menolongnya.
"Percuma kamu berteriak cantik. Di tempat sepi ini, tidak akan ada yang akan menolong, mu. Jadi sebaiknya, kamu diam saja." sahut preman itu sedikit kesal, sebab dinda terus saja berteriak.
Dinda yang merasa putus asa pun hanya bisa menangis ketakutan,dan memohon supaya ada seseorang yang menolongnya.
"Bugh...!" Sebuah pukulan keras melayang, pada wajah preman itu sampai membuatnya tersungkur.
"Siapa kamu? Berani-beraninya, ikut campur urusan, ku!" bentak preman, marah.
Orang yang memukul preman itu, hanya menatap tajam ke arahnya, dengan sorot mata penuh amarah.
lanjut Thor 🥰