NovelToon NovelToon
Vano Axelion Abraham

Vano Axelion Abraham

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Dosen / Balas Dendam / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:418
Nilai: 5
Nama Author: fadhisa A Ghaista

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus Universitas Citra, Vano, seorang mahasiswa hukum yang cerdas dan karismatik, ditemukan tewas di ruang sidang saat persidangan penting berlangsung. Kematian misteriusnya mengguncang seluruh fakultas, terutama bagi sahabatnya, Clara, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang diam-diam menyimpan perasaan pada Vano.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadhisa A Ghaista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

benang merah

Setelah malam mencekam di taman tua, Andra, Balqis, Rai, dan Rizky merasa semakin terjebak dalam konspirasi yang lebih dalam daripada yang pernah mereka bayangkan. Setiap informasi baru hanya membawa mereka ke labirin ketidakpastian yang semakin mengaburkan garis antara teman dan musuh.

Keesokan harinya, mereka memutuskan untuk mengadakan pertemuan rahasia di sebuah kafe kecil yang jarang dikunjungi. Mereka memilih duduk di pojok ruangan, memastikan tak ada yang mencurigakan di sekitar mereka. Balqis mengeluarkan buku harian tua yang mereka temukan semalam.

“Ada banyak nama di sini. Beberapa aku kenal sebagai mahasiswa yang aktif di berbagai UKM, tapi banyak juga yang belum pernah kudengar sebelumnya,” kata Balqis sambil membuka halaman-halaman yang penuh tulisan kecil.

Rai menatap tajam buku itu, merasa ada sesuatu yang tidak beres. “Menurutmu, siapa yang menulis ini? Rasanya penulisnya tahu banyak soal organisasi di kampus.”

Andra mengangguk. “Aku rasa penulisnya seseorang yang pernah sangat dekat dengan jaringan ini. Mungkin orang dalam, atau bahkan salah satu dari mereka yang berhasil keluar.”

Rizky mengamati nama-nama yang tercantum dalam catatan, dan tiba-tiba menunjuk satu nama. “Ini... ini nama salah satu dosen kita, Pak Hadi. Dia termasuk dalam catatan ini.”

Mereka semua saling bertukar pandang. Pak Hadi adalah dosen yang sangat dihormati dan terkenal sebagai pengamat pergerakan mahasiswa. Jika benar dia terkait dengan jaringan ini, artinya jaringan ini memiliki akses ke kekuasaan lebih luas daripada yang mereka kira.

“Apa ini berarti dia tahu tentang kematian Vano?” tanya Balqis, suaranya bergetar.

Sebelum mereka bisa menarik kesimpulan lebih lanjut, sebuah pesan masuk ke ponsel Andra. Pesan itu tanpa nama pengirim, hanya berisi satu kalimat: “Hati-hati dengan siapa kalian percaya. Tak semua teman adalah teman sejati.”

Andra menunjukkan pesan itu ke yang lain, dan seketika ketegangan memenuhi suasana.

---

Malamnya, Andra memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh tentang Pak Hadi. Dia mengunjungi perpustakaan kampus untuk mencari arsip lama yang mungkin bisa menghubungkan dosen itu dengan jaringan gelap yang sedang mereka kejar.

Sementara itu, Balqis mendapatkan pesan misterius dari seseorang yang mengaku memiliki informasi penting tentang kasus Vano. Orang itu memintanya untuk bertemu di sebuah tempat yang sepi di sekitar fakultas seni. Meski ragu, Balqis merasa ini adalah kesempatan langka untuk mendapatkan petunjuk baru. Dia segera memberitahu Andra dan yang lain, dan mereka memutuskan untuk mengawasinya dari kejauhan, memastikan Balqis tetap aman.

---

Di lokasi pertemuan, Balqis menunggu dalam bayang-bayang gedung fakultas seni yang gelap. Dia menahan napas ketika sebuah sosok muncul dari balik pohon. Sosok itu mengenakan hoodie hitam, dengan wajah yang nyaris tak terlihat.

“Apa kau Balqis?” tanya sosok itu dengan suara serak.

Balqis mengangguk, berusaha tetap tenang. “Siapa kamu? Dan apa yang kamu tahu tentang Vano?”

Orang itu terdiam sejenak sebelum menjawab, “Aku kenal Vano. Dia menemukan sesuatu yang seharusnya tidak dia ketahui. Sesuatu yang terlalu berbahaya.”

Sosok itu melangkah lebih dekat, menyodorkan amplop berisi foto-foto rahasia pertemuan beberapa anggota jaringan tersebut. Dalam foto-foto itu, terlihat Pak Hadi dan beberapa dosen lain yang tengah berkumpul di sebuah ruang rapat kecil, bersama orang-orang yang tampak seperti mahasiswa senior.

Balqis menatap foto-foto itu dengan mulut ternganga. “Jadi, jaringan ini melibatkan dosen juga? Dan Vano tahu tentang ini?”

Sosok itu mengangguk. “Vano sempat melihat ini, dia berencana untuk mengungkapnya. Tapi dia terlalu ceroboh, dan akhirnya… kau tahu apa yang terjadi.”

Sebelum Balqis bisa bertanya lebih lanjut, sosok itu berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Balqis dalam ketakutan dan kebingungan. Namun, sebelum menghilang, dia berkata, “Kalian harus berhenti mencari. Jika tidak, kalian akan berakhir seperti Vano.”

---

Kembali di kosan, Balqis menunjukkan foto-foto tersebut kepada Andra dan yang lain. Keheningan menyelimuti ruangan ketika mereka menatap wajah-wajah yang tak terduga dalam foto tersebut. Mereka sadar, semakin dalam mereka terlibat, semakin banyak bahaya yang mengintai mereka.

“Aku mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan semua ini. Kita melawan sesuatu yang sangat besar,” kata Andra akhirnya, mencoba mencerna informasi yang mereka dapatkan.

“Tapi kita sudah sejauh ini. Vano pantas mendapatkan keadilan,” jawab Rizky tegas.

Rai yang selama ini lebih banyak diam akhirnya angkat bicara, “Mungkin ini saatnya kita berhenti. Jika jaringan ini melibatkan dosen dan orang-orang penting, mungkin mereka memiliki kekuatan yang tidak bisa kita hadapi.”

Namun Balqis menggeleng. “Tidak. Vano pantas mendapatkan kebenaran, dan kita adalah satu-satunya harapannya. Kita tidak boleh mundur.”

Meski dengan ketakutan yang menyelimuti, mereka semua sepakat untuk melanjutkan penyelidikan. Mereka tahu bahwa jalan di depan akan semakin gelap dan penuh bahaya, tetapi tekad untuk mengungkap misteri di balik kematian Vano semakin menguat dalam diri mereka.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Dengan bukti foto-foto rahasia yang baru didapat, Andra, Balqis, Rai, dan Rizky merasa memiliki arah baru dalam menyelidiki keterlibatan dosen-dosen, termasuk Pak Hadi, dalam jaringan misterius di kampus. Namun, mereka juga sadar, jika ketahuan, langkah ini bisa membuat mereka terjebak dalam risiko yang besar. Ketika mereka berkumpul di kos Andra malam itu, suasana penuh ketegangan dan rasa cemas.

Balqis menatap foto-foto yang dipegangnya. "Kita harus berhati-hati. Jaringan ini tidak main-main, dan jika mereka bisa membungkam Vano, mereka juga bisa melakukannya pada kita."

Andra mengangguk, matanya serius. "Kita harus memastikan siapa sebenarnya anggota dari jaringan ini. Mungkin dengan begitu, kita bisa mengungkap siapa dalang sebenarnya dan bagaimana mereka terhubung dengan kematian Vano."

---

Keesokan harinya, Andra berusaha menghubungi dosen lain yang tidak begitu akrab dengan Pak Hadi, yaitu Bu Diana, seorang dosen muda yang terkenal kritis terhadap segala bentuk ketidakadilan di kampus. Bu Diana dikenal sebagai dosen yang tidak takut berbicara. Andra berharap bisa mendapat petunjuk tambahan dari pihak yang masih dianggap netral.

Dalam pertemuan singkat di kantin, Andra langsung menuju inti masalah. "Bu Diana, saya perlu bertanya sesuatu. Ini mungkin terdengar aneh, tapi... saya merasa ada sesuatu yang tidak beres di kampus ini. Apa Ibu pernah mendengar soal jaringan rahasia di antara dosen?"

Bu Diana terdiam sejenak, menatap Andra dengan ekspresi curiga namun penuh perhatian. "Kamu tahu tentang jaringan itu? Andra, hati-hati. Ada hal-hal di kampus ini yang sudah berlangsung lama, lebih lama daripada yang bisa kamu bayangkan. Saya pernah mendengar beberapa hal, tapi saya tak punya bukti. Jika kamu sudah sejauh ini, berhati-hatilah. Banyak orang yang memiliki kepentingan di sini."

Ucapan Bu Diana semakin membuat Andra yakin bahwa konspirasi ini lebih besar daripada sekadar masalah mahasiswa dan organisasi kampus. Sesuatu yang mengakar dalam, menghubungkan mahasiswa, dosen, dan entitas lain yang tak terlihat.

---

Sementara itu, Balqis yang merasa tidak nyaman sejak pertemuannya dengan sosok misterius, terus memikirkan kalimat terakhir orang itu: “Kalian harus berhenti mencari. Jika tidak, kalian akan berakhir seperti Vano.” Peringatan itu menghantui pikirannya, membuatnya merasa seperti ada bayang-bayang yang selalu mengintai.

Pada malam yang sama, Balqis memutuskan untuk membuka kembali foto-foto yang diberikan orang misterius itu, memperhatikan setiap detail. Salah satu foto memperlihatkan Pak Hadi bersama seorang pria yang wajahnya sedikit buram, seolah diambil dari jauh. Pria itu mengenakan cincin unik di jari manisnya, berbentuk seperti mata elang dengan warna batu hitam.

"Siapa dia...?" gumam Balqis pelan.

Rizky yang saat itu duduk di sebelahnya menatap foto itu dengan tatapan serius. "Cincin itu... aku pernah melihatnya. Dulu, ketika aku masih di UKM Katolik, aku pernah melihat seorang alumni yang memakai cincin seperti itu. Dia terkenal aktif di organisasi keagamaan dan pernah menjabat posisi tinggi di kampus."

Balqis tersentak. "Apa mungkin pria itu salah satu dari mereka?"

Mereka pun menyadari bahwa misteri ini jauh lebih rumit, dan mungkin ada orang-orang yang tak pernah mereka duga terlibat di dalamnya.

---

Di kampus, kabar penyelidikan Andra dan teman-temannya mulai menyebar. Mereka mulai merasa diikuti oleh seseorang. Bahkan beberapa kali, mereka menemukan pesan-pesan tak dikenal di loker dan tas mereka, memperingatkan mereka untuk berhenti. Namun, tekad mereka semakin bulat untuk terus mencari jawaban.

Hingga suatu malam, Andra mendapat pesan misterius di ponselnya. Pesan itu hanya berisi alamat gedung tua di pinggiran kampus, dengan instruksi: “Datang sendiri jika ingin tahu kebenaran.”

Meski ragu dan merasa pesan ini mungkin jebakan, Andra tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk membuka lebih banyak petunjuk. Setelah memastikan Balqis, Rizky, dan Rai tahu keberadaannya, Andra menuju gedung tersebut.

Gedung tua itu tampak gelap, tak ada tanda-tanda aktivitas. Namun, begitu Andra masuk, dia merasakan aura mencekam yang membangkitkan rasa takutnya. Langkahnya bergema di lorong yang sunyi. Di ujung lorong, dia melihat sosok pria berdiri dengan bayangan yang samar.

"Siapa kau?" tanya Andra, menahan detak jantungnya yang semakin cepat.

Pria itu tertawa pelan. "Kau sudah terlalu dalam mencari tahu, Andra. Vano seharusnya tidak pernah tahu apa yang dia tahu. Dan kau... seharusnya belajar dari nasibnya."

Sebelum Andra bisa merespon, pria itu menghilang di balik bayangan, meninggalkan jejak misteri yang lebih gelap. Andra bergegas keluar dari gedung itu, merasa ada mata yang mengintainya dari setiap sudut.

Kembali ke kos, Andra menyadari bahwa permainan ini semakin berbahaya, dan mereka sudah terlalu jauh untuk mundur. Satu-satunya cara untuk keluar dari labirin ini adalah dengan menemukan seluruh kepingan teka-teki—sebelum mereka menjadi korban berikutnya.

1
Delita bae
salam kenal jika berkenan mampir juga👋💪💪💪👍🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!