Akhir diskusi di majelis ta'lim yang dipimpin oleh Guru Besar Gus Mukhlas ternyata awal dari perjalanan cinta Asrul di negeri akhirat.
Siti Adawiyah adalah jodoh yang telah ditakdirkan bersama Asrul. Namun dalam diri Siti Adawiyah terdapat unsur aura Iblis yang menyebabkan dirinya harus dibunuh.
Berhasilkah Asrul menghapus unsur aura Iblis dari diri Siti Adawiyah? Apakah cinta mereka akan berakhir bahagia? Ikuti cerita ini setiap bab dan senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendro Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keunikan Siti Adawiyah
"Karena aku merasa malu telah disindir oleh Maelin, maka aku terpaksa dengan lancang memohon kepada Panglima untuk mengizinkan aku merombak kamarku menjadi tempat belajar ilmu pengobatan, membuat obat, dan bereksperimen." Siti Adawiyah berterus terang kepada Asrul untuk tujuannya ini.
"Apakah engkau pandai ilmu medis? Apakah engkau bisa membuat pil obat?" Asrul menanggapi.
Siti Adawiyah menjawab dengan penuh percaya diri. "Ya, Panglima. Aku bisa."
"Terserah kamu saja." Asrul menjawab dengan singkat.
Sementara itu Jenderal Ali telah sampai di negeri akhirat. Beliau langsung menuju tempat praktek Maelin untuk meminta Maelin memberikan obat untuk luka pada dirinya yang telah bertarung dengan burung Cenderawasih.
Di depan gedung praktek Maelin, Jenderal Ali dihentikan oleh penjaga gedung praktek.
"Ada keperluan apa Jenderal Ali datang kemari?"
Jenderal Ali menjawab. "Saya ingin bertemu dengan Maelin."
"Maaf, Jenderal. Saat ini Tabib Maelin sedang meracik obat-obatan. Selama beliau meracik, tidak boleh diganggu." Penjaga gedung praktek itu menjelaskan.
Sambil meringis menahan sakit, Jenderal Ali bertanya. "Berapa lama saya harus menunggu?"
"Aku tidak tahu, Jenderal. Sebaiknya Jenderal pulang dulu, nanti kembali lagi." Penjaga gedung praktek merasa akan membutuhkan waktu yang lama jika menunggu. Dia memberi saran agar Jenderal Ali menunda pertemuannya dengan Maelin.
Jenderal Ali bergumam sendiri. "Dasar wanita tidak bertanggung jawab. Aku terluka begini karena telah menyelamatkan dirinya."
Akhirnya Jenderal Ali pulang, Penjaga gedung praktek tersenyum melihat belakang baju Jenderal Ali sobek bekas cakaran burung cendrawasih.
Sementara itu, Siti Adawiyah telah memulai merombak kamarnya menjadi tempat praktek pembuatan obat. Hanya mengandalkan buku yang didapatkan dari Lembah Taman Seribu Bunga, Siti Adawiyah berusaha mencoba membuat sebuah obat anti radang dingin.
Cara kerja Siti Adawiyah sangat berantakan, karena dia sebelumnya belum pernah mencoba mempraktekkan cara pembuatan obat.
"Dhuar!"
Sesekali terdengar ledakan dari dalam kamar Siti Adawiyah. Getarannya terasa sampai ke kamar Asrul. Asrul tidak menanggapinya, karena dia sudah mengetahui apa yang sedang Siti Adawiyah lakukan.
Surti dan Bianca kebetulan lewat depan kamar Siti Adawiyah. Terdengar olehnya suara menggelegar dari dalam kamar Siti Adawiyah. Tidak lama kemudian, Siti Adawiyah merangkak keluar pintu kamarnya, terlihat mukanya hitam gosong, rambutnya acak-acakan. Siti Adawiyah berhasil keluar kamarnya, tetapi sepertinya kondisinya tidak sadarkan diri.
"Siti Adawiyah! Apa yang sedang engkau lakukan? Apakah engkau sedang mencoba membuat senjata anti tapak suci yang dimiliki oleh Jenderal Umar?" Surti menduga Siti Adawiyah sedang membuat senjata.
Lain halnya dengan Bianca. Dia bahkan menduga Siti Adawiyah sedang melatih kemampuan berkultivasi.
"Tidak perlu sekeras itu dalam berkultivasi. Jika engkau mau, aku akan mengajarkan kamu tehnik menelan sepuluh siluman hiu setiap hari. Dengan demikian engkau dapat meningkatkan kemampuan kultivasimu. Tehnik ini aku dapatkan dari guruku."
Siti Adawiyah tidak menanggapi mereka. Setelah merasa kuat untuk melanjutkan penelitiannya, Siti Adawiyah langsung berdiri dan masuk kedalam kamarnya, lalu pintu kamarnya ditutup.
"Siti Adawiyah.. Siti Adawiyah.." Bianca terus memanggil Siti Adawiyah. Bianca merasa belum mendapatkan jawaban dari kebingungannya terhadap Siti Adawiyah.
Sedangkan Surti, hanya terdiam dan memandangi Bianca. Dia berfikir alangkah baiknya jika dia diajarkan tehnik menelan siluman hiu.
"Bianca.. Bianca. Mungkin aku lebih membutuhkan tehnik yang kau katakan tadi. Bisakah engkau mengajariku?"
Bianca menuruti kemauan Surti. "Iya. Aku juga berfikir demikian. Ayo aku ajarin."
Surti mulai mempraktekkan tehnik yang diajarkan oleh Bianca. Sebagai bahan latihan, Bianca menyarankan kepada Surti untuk menggunakan setumpuk roti gepeng sebagai pengganti siluman hiu.
Surti terus mencoba melakukan tehnik tersebut. Dimulai dari posisi kuda-kuda, tehnik pernapasan, juga tehnik konsentrasi. Setelah berlatih sekian lama, Surti merasa kesal. Kemudian dia memakan semua roti gepeng itu tanpa menggunakan tehnik yang diajarkan oleh Bianca.
Kebetulan Jenderal Ali dan Zeus berjalan melewati Surti. Dilihatnya Surti memakan banyak roti gepeng dengan lahapnya.
Jenderal Ali menyapanya, tapi Surti tidak menjawabnya karena didalam mulutnya masih penuh makanan. "Surti. Apakah engkau hendak menghabiskan pasokan makanan istana? Nafsu makanmu ternyata sangat besar ya?"
Zeus juga mengomentari. "Aku baru kali ini melihat selera makan seorang wanita yang sangat besar. Aku takjub dengan perbuatannya."
Setelah melewati Surti yang sedang berlatih, Jenderal Ali menghadap Panglima Asrul untuk memberikan laporan terkait misinya ke Pulau Es Utara.
"Lapor, Panglima. Aku tidak berhasil menembus lubang Jurang Neraka. Aura Iblis disana sangat kuat. Aku telah mendapatkan informasi dari penduduk lokal, mereka mengatakan bahwa ada sekelompok orang yang telah mempersembahkan jiwa dan raganya untuk melakukan perjanjian darah."
Jenderal Ali melanjutkan. "Panglima. aku mendengar cerita dari Jenderal Usman, katanya engkau telah memisahkan ruh dan jasad untuk pergi ke Jurang Neraka. Apakah engkau bertemu dengan Raja Affan?"
Asrul menjawab. "Tidak. Aku hanya bertemu dengan raja Iblis. Tujuanku kesana hanya untuk memastikan bahwa segel Iblis tetap terkunci."
"Raja Iblis masih hidup?" Jenderal Ali terkejut mendengar ucapan Asrul yang mengatakan bahwa raja Iblis masih hidup.
Asrul menjelaskan agar mereka tidak khawatir. "Ya. Raja Iblis masih hidup. Tapi kekuatannya sangat lemah. Dia tidak bisa melepaskan segel tersebut."
"Kekuatannya melemah?" Jenderal Ali terkejut.
Asrul menjelaskan penyebab melemahnya kekuatan raja Iblis. "Hal ini disebabkan karena ruh metafisiknya tidak bersamanya."
"Lalu ruh metafisiknya kemana? Apakah mungkin.." Jenderal Ali memikirkan penyebab hilangnya ruh raja Iblis, tetapi perkataan Jenderal Ali dipotong oleh Asrul.
"Kita harus menyelidiki hal ini lebih lanjut."
Asrul bisa menebak apa yang akan dikatakan oleh Jenderal Ali, bahwa ruh metafisik raja Iblis berada pada tubuh Siti Adawiyah. Asrul buru-buru menjelaskan bahwa dugaannya belum tentu benar.
"Aku tidak merasakan energi iblis padanya. Tabib Jena adalah satu-satunya tabib legendaris yang masih hidup. Mungkin dia memiliki tehnik penyegelan yang sangat unik." Asrul menganalisa kejadian ini.
"Panglima, Jenderal Ali, apakah kalian sedang membicarakan Siti Adawiyah?" Zeus terkejut mendengar percakapan mereka.
"Baguslah jika engkau sekarang sudah mengerti. Tapi rahasiakan tentang ini. Ini hanyalah dugaan sementara." Jenderal Ali menjawab.
Zeus langsung menganalisa kebangkitan Asrul. "Pantas saja Panglima terbangun dari tidur panjangnya di Jurang Neraka, itu karena Siti Adawiyah membuka segel kehidupan Panglima. Bukan itu saja, pohon tua didepan gerbang istana yang terkenal angker, setelah disentuh olehnya, ternyata adalah siluman burung tunggangan raja iblis yang telah lama disegel. Dia juga yang telah membuka segelnya. Satu lagi. Guci yang merupakan segel kekuatan keluarga Umar juga dia yang menyentuhnya sehingga segelnya terbuka."
Zeus melanjutkan perkataannya. "Siti Adawiyah orangnya sangat baik, cantik, cerdas, pintar ilmu pengobatan. Sangat mustahil dia terlibat dengan suku Iblis. Bagaimana bisa.."