Perfect Husband

Andin menghampiri Fabby, lalu memeluknya. "Kamu hamil sayang, ternyata selama ini kamu pura-pura benci sama Arga padahal kenyataannya kamu sekarang sedang mengandung anaknya Arga," ucap Nenek Andin dengan mata yang berkaca-kaca.

Fabby masih belum bisa berbicara, dia masih syok dengan kenyataan ini. Lagipula, sudah satu bulan Arga menghilang dan tidak tahu keberadaan dia ada di mana. Andin melepaskan pelukannya lalu menatap Fabby dengan tatapan bahagia.

"Kamu harus segera hubungi Arga, dia harus tahu jika kamu saat ini sedang mengandung anaknya. Kamu pasti tahu 'kan dimana Arga berada?" ucap Nenek Andin.

Fabby menggelengkan kepalanya, air mata Fabby tiba-tiba menetes. "Fabby kira, nenek tahu keberadaan Arga karena dia selalu memberitahukan apa pun kepada nenek," sahut Fabby.

Andin tersentak, saat ini Arga memang tidak memberitahukan keberadaan dia di mana. "Jadi Arga ke mana? sudah satu bulan dia menghilang, apa kamu sebelumnya bertengkar dengan Arga?" tanya Nenek Andin.

"Iya, dan Fabby meminta Arga untuk menceraikan Fabby," sahut Fabby dengan deraian air mata.

"Astaga Fabby, Arga itu suami yang baik dan nenek sengaja menjodohkan kalian karena nenek yakin jika Arga adalah pria yang tepat untukmu. Arga sudah mencintaimu sejak dulu, bahkan dia bekerja keras supaya dia bisa hidup selevel dengan kamu," kesal Nenek Andin.

"Fabby memang tidak pernah mencintai Arga, Nek. Bahkan anak ini juga hadir karena kesalahan Fabby, bukan karena Fabby mau melakukannya," lirih Fabby.

"Terus sekarang mau kamu apa? kamu mau menceraikan Arga dalam kondisi hamil begini? jangan bilang kamu ada niat buat menggugurkan kandunganmu, karena kalau itu sampai terjadi nenek tidak akan pernah memaafkan kamu selamanya," geram Nenek Andin.

Andin bangkit dari duduknya dan langsung keluar dari kamar Fabby. Fabby menangis sejadi-jadinya sembari mengusap perutnya yang masih rata itu. "Tidak mungkin, apa yang harus aku lakukan sekarang? Arga kamu ada di mana? jangan sampai kamu melimpahkan semuanya kepadaku," gumam Fabby dengan deraian air matanya.

Hari ini Fabby memutuskan untuk tidak pergi ke kantor, Fabby terus saja mondar-mandir ke kamar mandi untuk muntah. Tubuh Fabby sangat lemas, dia kembali terduduk di lantai kamar mandi dengan deraian air matanya.

"Kalau kamu sampai tidak kembali, awas kamu Arga," lirih Fabby.

Untuk pertama kalinya, dia mengharapkan Arga untuk pulang. Bagaimana pun dia juga tidak mau anaknya lahir tanpa sosok Ayahnya. Untuk ke depannya, Fabby harus mempunyai mental yang kuat karena sudah pasti Fabby akan mendapatkan hujatan sana-sini atas kehamilannya itu. Pernikahan dia dengan Arga disembunyikan, tidak ada yang tahu jika Fabby sudah menikah kecuali Poppy dan Andre.

***

Jerman....

"Sayang, sudah satu bulan kamu berada di sini apa kamu tidak mau pulang?" tanya Mama Liliana.

"Nanti saja, Ma," sahut Arga dingin.

"Sebenarnya ada apa? apa kamu ada masalah dengan Fabby?" tanya Mama Liliana penasaran.

"Mama juga 'kan tahu, jika pernikahan Arga dan Fabby merupakan pernikahan terpaksa karena Fabby dari dulu tidak mencintai Arga. Arga memang bodoh sudah memaksakan kehendak Arga demi bisa mendapatkan Fabby tanpa Arga pikirkan bagaimana perasaan Fabby," sahut Arga.

"Terus sekarang bagaimana? apa kamu mau berpisah dengannya? kalau menurut Mama, lebih baik kalian berpisah saja daripada kamu tersiksa. Cinta bertepuk sebelah tangan itu tidak enak loh, Arga." Liliana memberikan nasihat kepada putranya itu.

"Fabby memang sudah beberapa kali meminta Arga untuk menceraikannya, tapi Arga tidak bisa, Ma," ucap Arga dengan raut wajah sedihnya.

Liliana ikut merasakan sedih juga, dia tahu benar bagaimana perjuangan Arga untuk bisa mendapatkan cinta Fabby. Seorang anak pemulung rongsokan, bisa menjadi pengusaha berkat kerja keras dan keuletan Arga. Dari dulu, Liliana dan Alan memang tidak yakin akan pernikahan itu namun mereka merasa tidak enak saja kepada Andin yang selama ini sudah banyak membantu mereka.

"Terus, rencana kamu apa? kalau Fabby memang tidak menginginkan kamu, lebih baik kamu mundur karena diluaran sana masih banyak wanita yang menginginkan menikah dengan kamu." Liliana mulai kesal dengan sikap anaknya yang begitu sangat mencintai wanita yang sama sekali tidak mencintainya.

"Gak bisa Ma, cinta Arga hanya untuk Fabby dan Arga tidak akan bisa mencintai wanita lain," kekeh Arga.

Liliana bangkit dari duduknya lalu masuk ke dalam kamarnya, dia merasa sangat geram kepada anaknya yang sangat keras kepala itu. Arga lagi-lagi hanya bisa menghembuskan napasnya dengan kasar, sebenarnya dia sudah ingin mengikhlaskan Fabby tapi satu hal yang membuat dia merasa sangat berat. Arga sudah merasa sangat bersalah karena dia sudah pernah melakukan hubungan bersama Fabby, Arga takut Fabby suatu hari akan hamil maka dari itu, dia tidak mau gegabah untuk menceraikan Fabby.

"Aku sangat berat menceraikan Fabby, aku merasa sangat bersalah karena sudah melakukan hubungan itu bersama Fabby. Malahan aku sudah sangat egois karena selama ini aku sudah berdo'a supaya Fabby hamil," batin Arga.

Arga memang sangat berharap, Andre menghubunginya dan memberitahu jika Fabby hamil. Arga pasti sangat bahagia, apa lagi jika Fabby langsung yang menghubunginya. Tapi ternyata, Arga tidak tahu jika do'anya selama ini sudah dikabulkan oleh Allah.

***

Hari demi hari sudah dilewati, tidak terasa Fabby izin tidak masuk ke kantor selama tiga hari karena badannya begitu sangat lemas akibat muntah-muntah terus. Fabby meminta Poppy untuk tidak menjenguknya karena Fabby tidak mau Poppy tahu akan kehamilannya untuk saat ini. Fabby meminta obat kepada dokter supaya dia kuat dan tidak muntah-muntah terus.

"Ini, nenek buatkan jus untukmu karena nenek tahu kamu tidak bisa makan apa-apa untuk saat ini," ucap Nenek Andin sembari memberikan tumbler kepada Fabby.

"Terima kasih, Nek."

"Kamu hati-hati di jalan, jangan kencang-kencang mengendarai mobilnya," ucap Nenek Andin.

"Iya, Nek. Kalau begitu Fabby berangkat dulu."

Akhirnya Fabby pun berangkat ke kantor. Andin semenjak kejadian di kamar Fabby, ia merasa sangat marah kepada Fabby tapi dia juga tidak tega selama tiga hari ini Fabby muntah-muntah seperti itu. Bagaimana pun Fabby adalah cucunya dan dia tidak tega melihat cucu kesayangannya menderita sendirian.

Sesampainya di kantor, Poppy sudah menunggu di depan kantor. "Bu, ibu sudah sehat?" tanya Poppy.

"Sudah."

"Tapi wajah ibu seperti masih pucat, padahal kalau masih sakit gak usah masuk dulu, Bu," ucap Poppy.

"Gak apa-apa, aku sudah sehat kok."

Fabby masuk ke dalam ruangannya dan Poppy masih mengikuti Fabby dari belakang. "Pop, nanti siang kamu beliin aku rujak yang biasa nongkrong di seberang kantor. Kamu tahu 'kan?" ucap Fabby.

"Hah, rujak? gak salah Bu?"

"Tidak, ya sudah sekarang kamu kembali bekerja," titah Fabby.

"Baik, Bu."

Poppy keluar dari ruangan Fabby dengan wajah bingung. "Kok tumben Bu Fabby mau rujak, apa jangan-jangan dia hamil? tapi kalau hamil, hamil anak siapa? perasaan selama ini Bu Fabby tidak menyukai Pak Arga," batin Poppy bingung.