Niat hati ingin merayakan ulangtahun bersama kekasihnya yang baru kembali dari luar negeri, Alice malah memergokinya sedang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Alice yang kecewa memutuskan hubungan mereka secara sepihak dan berniat balas dendam pada kekasihnya itu.
Tanpa sengaja, Alice dipertemukan dengan Arthur CEO di tempat kerjanya yang baru yang ternyata adalah sepupu jauhnya.
Alice terpaksa meminta bantuan Arthur dengan satu syarat, Alice harus mau menjadi wanitanya.
Akankah Alice menyetujui permintaan gila Arthur demi membalas dendam pada mantan kekasihnya? Ataukah malah terjerat dengan pesona Arthur?
Usahakan jangan nabung bab ya... terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 32
"Astaga, Mom, Dad! Apa yang sedang kalian berdua lakukan di sini, hah?!" teriak Arthur.
Ia benar-benar tidak menyangka bahwa kedua orang tuanya bisa berbuat mesum di tempat terbuka seperti ini.
"Masih ada kamar, hotel, dan juga resor. Kenapa kalian malah—" Arthur tak melanjutkan kalimatnya. Ia meminta pelayan untuk membawakan dua buah handuk, lalu memberikannya kepada Dad Grey dan Mom Vanessa.
"Kenapa kamu datang tanpa memberi tahu Daddy dulu? Mengganggu saja! Sudah tahu Daddy sama Mommy mau enak-enak berdua!" ketus Grey sambil menarik sang istri agar keluar dari dalam air.
Namun sebelum itu, ia menyuruh semua yang berada di sana untuk berbalik badan, agar tidak melihat tubuh mereka yang polos tanpa sehelai benang.
"I-iya sayang. Daddy-mu benar. Mommy bisa menyambutmu dan juga memasak masakan kesukaanmu," sahut Mom Vanessa yang juga ikut gugup.
"Gak perlu! Aku juga terpaksa datang ke sini!" Arthur melirik kesal pada mereka berdua.
Bukankah Kaisar bilang kedua orang tuanya merindukan dirinya? Tapi apa yang ia lihat saat ini tidak menunjukkan tanda-tanda kalau mereka merindukannya.
"Kamu datang di saat yang tidak tepat. Padahal sebentar lagi Daddy celup-celup, loh!" kesal Dad Grey.
"Ish Daddy, malu!" Mom Vanessa langsung refleks mencubit perut Dad Grey, membuat pria itu menjerit kesakitan.
"Iya sayang, maaf!"
"Aku gak mau tahu, sepuluh menit dari sekarang selesaikan kegiatan panas kalian atau aku pergi lagi dari sini!" ancamnya sambil menarik pergelangan tangan Alice.
Lebih baik ia pergi daripada harus melihat dan mendengar percumbuan kedua orang tuanya yang membuat kepalanya pusing tujuh keliling.
Setelah selesai memakai handuk mandi, Dad Grey dan Mom Vanessa menghampiri Arthur. Mereka berempat duduk berhadapan sambil saling menatap satu sama lain. Hingga tatapan kedua orang tua Arthur tertuju pada seorang wanita yang saat ini sedang duduk di samping putranya.
"Ar, sebenarnya apa yang kita lakukan di sini?" Alice mendekati Arthur dan berbisik lirih tepat di telinganya.
"Memangnya ada apa? Kamu lapar? Atau butuh sesuatu?"
Pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan pula. Sungguh itu membuat Alice sangat kesal namun berusaha untuk tidak menunjukkannya. Apalagi ada kedua orang tua Arthur.
"Bukan begitu. Hanya saja bagian intiku masih terasa sakit."
"Oh, itu. Aku pikir apa." Arthur tersenyum tipis dengan kedua pipi yang memerah bak kepiting rebus. Apalagi mengingat percintaan panas yang baru saja mereka lewati beberapa saat lalu.
"Hanya oh?"
"Tenanglah, nanti aku akan mengobatinya!"
"Tidak perlu!" ketus Alice.
Jika Arthur yang mengobatinya nanti, pasti akan terjadi sesuatu yang tidak beres mengingat mereka berdua sudah pernah melakukan hubungan suami istri sebelum waktunya.
"Jangan membantahku!" sentak Arthur penuh penekanan.
Alice memutar bola mata malas. Sementara Arthur menggenggam erat tangannya.
"Aku gak suka dibantah, ngerti?!"
Alice menganggukkan kepala sebagai jawaban.
Yang mereka berdua lakukan sejak tadi tak luput dari pengawasan Dad Grey dan Mom Vanessa yang masih terdiam seperti orang bodoh. Apalagi saat melihat interaksi Alice dan Arthur. Mirip seperti sepasang kekasih.
"Siapa gadis cantik ini, sayang?" tanya Mom Vanessa, langsung berpindah tempat duduk di samping Alice.
"D-dia sebenarnya..."
"Selamat malam Aunty, Uncle. Saya Alice," potong Alice, yang langsung berdiri dan membungkuk sekilas untuk memperkenalkan diri.
"Alice adalah putri dari Uncle Calvin. Tentu kalian tahu, kan?" sahut Arthur.
Padahal akan sangat senang sekali jika Alice yang memperkenalkan dirinya dan mengaku sebagai kekasihnya. Tapi ternyata di luar perkiraan Arthur.
"What?" pekik Dad Grey dan Mom Vanessa dengan wajah sedikit terkejut.
"I-ini gak mungkin!" lirih Dad Grey. Ia terlihat begitu shock saat melihat Alice.
Alice dan Arthur saling menatap satu sama lain, lalu menatap Dad Grey. Seakan sedang meminta penjelasan padanya.
******
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam waktu setempat. Dan di sinilah Kaisar sedang berada, di arena balap liar.
Ya, tempat di mana Kaisar bisa bersenang-senang tanpa harus memikirkan beban yang selama ini menumpuk di pikirannya.
Kaisar langsung keluar dari mobil dan menemui kedua sahabatnya, Erick dan Leon yang memang sudah menunggu sejak tadi di sana.
"Akhirnya lo datang juga, Kai," sapa Erick.
Erick langsung menghampiri Kaisar dan memberikan salam selamat datang padanya. Begitupun dengan Leon dan yang lain.
"Gue pikir lo gak bakalan datang, Pak Guru," sahut Leon. Ia memberikan satu gelas wine namun ditolak mentah-mentah oleh Kaisar.
"Thanks, tapi sayangnya aku udah gak minum itu! Buang aja kalau perlu!" Kaisar melipat kedua lengan kemejanya sampai siku lalu menyalakan rokok yang diberikan oleh Erick.
"Lo nolak minum tapi ngerokok, apa bedanya bego!"
"Mau masuk rumah sakit jalur mana, hum?" Kaisar menunjukkan kepalan tangan kanan kemudian tangan kirinya pada Erick.
"Ayolah Kai, gue cuma bercanda. Kenapa dibawa serius sih." Erick langsung menciut jika sudah berhadapan dengan Kaisar. Sikap dingin dan ketusnya itu sebelas dua belas, mirip sekali dengan Arthur.
"Aku pikir Arthur bakalan datang. Sayang sekali."
"Gak usah ganggu seseorang yang sedang mabuk asmara." Leon sok bijak saat bicara, padahal dirinya sendiri masih jomblo akut.
Kaisar mengernyit bingung. Ia mencoba untuk tidak mengingat semuanya dan melupakan Alice sepenuhnya. Jadi, mau seperti apapun mereka membicarakannya, Kaisar tidak peduli.
"Udahlah, fokus aja sama lawan lo, Kai." Erick menarik tangan Kaisar dan menunjukkan seorang gadis berambut hitam lurus sebahu, berdiri membelakangi mereka.
"Jadi dia?" tanya Kaisar.
"Ya, gadis itu," jawab Erick seraya menepuk mantap pundak Kaisar.
"Lo yakin mau tanding?" sahut Leon.
Mempertanyakan sesuatu yang menurut Kaisar tidak penting untuk dijawab dan memilih bersiap, lalu masuk ke dalam mobil sport yang sudah disiapkan oleh Erick.
"Aku datang ke sini untuk bersenang-senang, singa!" sahut Kaisar dengan ketus. Ia kemudian mulai memanaskan mobilnya.
Hingga tak lama kemudian, sebuah mobil sport berwarna hitam berhenti di sebelah Kaisar, tepat di mana pria itu sedang mengobrol dengan kedua sahabatnya.
Gadis itu melirik Kaisar sekilas dan mengacungkan jari tengah padanya. Hanya saja karena dia memakai masker, wajahnya sama sekali tidak terlihat.
"Berani sekali gadis itu!" geram Kaisar.
"Dia lawan lo malam ini. Hanya saja kita berdua dan semuanya yang ada di sini gak pernah tahu siapa namanya, karena dia selalu pakai penutup wajah," ucap Erick.
"Sangat misterius!" sahut Leon.
Kaisar mengamati kedua manik mata hitam milik gadis itu, yang masih terus menatapnya. Sorot mata tak asing, sama seperti milik seseorang yang baru ia temui beberapa jam lalu.
"Lupakan, Kai! Gak mungkin dia dan gadis itu adalah satu orang yang sama. Jika iya, seharusnya dia menyapamu, bukan?" gumam Kaisar dalam hati.