Rachel adalah seorang pencuri yang handal, namun di tengah perjalanan di sebuah pasar dia telah menjadi tawanan Tuan David. Dia disuruh mencuri sesuatu di istana Kerajaan, dan tidak bisa menolaknya. Rachel diancam oleh Tuan David jika tidak menurutinya maka identitas aslinya akan dibongkar.
Mau tidak mau Rachel menuruti keinginan Tuan David untuk mencuri sesuatu di istana Kerajaan. Namun dirinya menemukan sebuah masalah yang menjerat saat menjalankan misi Tuan David.
"Katakan padaku apa tujuanmu, pencuri kecil", ucap dia dengan bernapas tanpa suara di telingaku menyebabkan seluruh rambut di belakang leherku terangkat karena merinding.
"Bagaimana aku harus menghukummu atas kejahatan yang tidak hanya terhadapku tapi juga terhadap kerajaan?", ucap dia dengan lembut menyeret ibu jarinya ke bibirku sambil menyeringai sombong.
Rachel ketahuan oleh seseorang dan entah kelanjutan dirinya bagaimana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indrawan...Maulana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 Tentara Musuh Datang Menyerang
Amy setelah menyadari kedatanganku mengangkat kepalanya dan menatap mataku.
“Kenapa? Sepertinya kamu merasakan kebingunganku,” ucap Cubi membuatku memutuskan kontak mata.
"Kekasihku yang cantik di sini akan bergabung dengan kami. Kami akan mengantarnya ke ibu kota di mana dia akan diawasi untuk sementara waktu. Dia telah dibebaskan setelah memberi kami informasi yang kami perlukan namun karena keadaannya saat ini dia belum melakukannya dan dipercaya," ucap Cubi kemudian berbalik menghadapnya lalu berkata, "Jangan khawatir calon istriku, sebentar lagi semua ini akan berakhir dan kita bisa hidup bahagia selamanya dengan semua anak kita yang cantik-cantik."
Amy bahkan tidak berusaha menyembunyikan seringainya dan Jess menyikut tulang rusuk Cubi. Sebelum keduanya mulai berkelahi dan bertengkar lagi, aku berjalan menuju salah satu kuda dan menarik diriku ke punggungnya.
Kuda kuda itu bergerak sedikit, rawat inap dan ingin pergi. Setelah segera memperbaiki sanggurdi, aku menarik kendali dari genggaman Cubi.
"Ayo, kita berangkat," perintah diriku kepada mereka.
Cubi menatapku dengan mata terbelalak seolah aku baru saja mencuri mainan favoritnya.
"Tapi, tapi.. Itu kudaku. Aku ingin menungganginya!" gumam Cubi dengan kebingungan.
"Diam, Gendut, ambil yang ini saja," ejek Jess sambil menyorongkan kendali kuda lain ke tangannya.
Cubi menggerutu dengan kata-kata yang tidak jelas dan menaiki kudanya sambil merajuk seperti anak manja. Jess menaiki kudanya tepat setelahnya dan mendorong kudanya di sebelah kuda Amy, memberi isyarat agar kudanya bergerak.
Segera kami berangkat dengan Jess yang memimpin dengan apa yang awalnya berjalan dengan santai, kini berubah menjadi berjalan dengan kecepatan tetap. Cubi ada di belakang kami sambil cemberut dan menatapku sesekali. Benar-benar lucu ketika aku menatap wajah Cubi.
Aku telah menempatkan kudaku di samping kuda Amy yang telah menatap ke kejauhan untuk beberapa saat sambil melamun. Matahari sudah tinggi di langit biru terang, bersih dari awan. Aku bisa merasakan panasnya teriknya sinar matahari dan bersyukur karena jalan yang kami lalui banyak dinaungi pepohonan.
"Kau tahu, aku tidak pernah menyangka akan melihat ibu kota lagi," gumam Amy dengan suara lembut mengagetkanku.
Aku berbalik menghadapnya.
"Apa?" ucap diriku tidak bermaksud menanyakannya secara langsung.
"Aku pergi saat aku masih kecil... Aku melarikan diri," ucap Amy dengan matanya terlihat seperti tertutup oleh kenangan masa lalunya.
"Ayahku adalah bagian dari tentara, bertugas di bawah Jenderal Black yang agung. Aku sangat mengidolakan ayahku. Aku ingin menjadi seperti dia, tetapi sayangnya... Dia meninggal saat penculikan pangeran yang terkenal di Kerajaan," ucap Amy sambil mengenang masa lalunya.
Aku tidak mengatakan apa pun karena aku tidak tahu harus berkata apa.
"Meski begitu, mimpiku untuk bergabung dengan tentara hanya mendorongku setelah kejadian itu. Ayahku meninggal secara terhormat. Aku ingin hidup untuknya. Pada hari aku mengetahui bahwa anak perempuan tidak bisa bergabung dengan tentara, aku benar-benar hancur dan patah hati jadi aku lari. Aku mencuri uang dan meninggalkan ibuku tanpa mengucapkan selamat tinggal... Aku ingin tahu apakah dia masih hidup... Dia mungkin membenciku jika dia mengetahuinya."
Aku meletakkan tanganku di bahunya dalam upaya canggung untuk menghiburnya.
"Aku berjanji kepadamu bahwa dia tidak membencimu. Ibu yang mana yang akan membencimu? Dia mungkin sangat merindukanmu dan khawatir tentang kehidupan kamu sehari-hari," ucap diriku menghibur Amy yang sedang sedih.
Amy berbalik untuk menatapku. Ekspresi sedih menutupi wajahnya. Dia tersenyum, senyuman yang tidak terlalu terlihat di matanya.
"Aku harap begitu," gumam Amy sambil menghela napas panjang.
Aku hendak berbicara ketika kuda Jess tiba-tiba berhenti dan dia segera membuat kami diam. Dia menunjuk ke tumbuhan lebat yang lebat dan dengan cepat memindahkan kudanya ke belakang. Ekspresi waspada melintasi wajahnya.
Aku melihat ke belakang ke arah Cubi hanya untuk melihat dia yang memiliki penampilan serupa. Dia telah menghunus pedangnya dan mengisyaratkan bahwa kami harus mengikuti Jess. Amy menjadi kaku dan waspada saat kami berjalan di balik naungan dahan yang rindang.
Cubi tidak bergerak. Sebaliknya, dia memutar kudanya menghadap ke arah tapak kaki yang mendekat, yang lambat kuambil. Aku gugup. Terakhir kali hal seperti ini terjadi, kami kehilangan Komandan. Sebuah luka yang masih sangat membekas.
Aku bahkan tidak ingat menahan napas ketika dua ekor kuda terlihat. Kuda lapis baja. Mereka mengenakan baju besi musuh.
Sialan.
"Yah, terkutuk lah aku. Kita hanya menghadapi satu prajurit musuh. Yang gemuk adalah dua," cibir salah satu tentara musuh itu dengan sombong. Cubi tidak bereaksi sedikit pun. Dia tetap memegang erat pedangnya dan tetap tenang dan waspada.
"Hati-hati dengan pedang itu. Kelihatannya lebih tajam darimu," ucap tentara musuh berdua terkekeh kali ini. Babi yang kekanak-kanakan.
Aku melihat seorang prajurit mulai menghunus pedangnya.
"Jangan bergerak! Hidupmu akan berakhir sebentar lagi," teriak tentara musuh itu mulai menyerang ke arah Cubi dengan suara gemuruh tapak kaki yang memekakkan telinga di tanah.
Aku hendak mengejarnya ketika Amy meraih kendali kudaku tiba-tiba menghentikanku sehingga aku terkejut dan kecewa. Aku berbalik menghadapnya, hendak menyatakan bahwa aku sedang berusaha menyelamatkan nyawanya ketika aku mendengar suara derasnya anak panah yang ditembakkan.
Prajurit yang menyerang Cubi terjatuh dari tunggangannya dan jatuh langsung ke tanah keras karena bunyi baju besi yang berat. Aku melihat dengan hati-hati dan melihat anak panah tertancap di lehernya. Jess telah menembaknya jatuh.
Prajurit kedua yang sedikit terkejut atas kematian rekannya melepaskannya dalam kemarahan dan menyerang ke depan dengan pedang di tangannya dengan niat membunuh. Sayangnya bagi kami, kami gagal memperhatikan satu hal penting. Para prajurit ini hanya pengintai, ada orang lain di belakang mereka.
Jess, Amy, dan aku keluar dari perlindungan kami untuk membantu Cubi yang saat ini sedang beradu pedang dengan lawannya ketika anak panah lain ditembakkan.
Kali ini bukan milik Jess. Anak panah itu diarahkan ke Cubi yang gagal menyadarinya tepat waktu. Ada sedikit gerakan cepat di udara.
Semuanya terjadi begitu cepat.
Amy telah meluncur ke depan jika berhasil menghalangi jalannya menuju target yang dituju. Anak panah itu menancap di dadanya.
Cubi yang sempat kaget dengan apa yang baru saja terjadi gagal mengawasi lawannya. Sebuah kesalahan krusial atas namanya. Pembukaan sepersekian detik itu memberi lawannya kesempatan untuk memotong lengan kanannya dengan rapi.
Cubi jatuh ke tanah sambil bergemerincing dengan pedangnya yang masih digenggam erat. Cubi tampak terbelalak saat darah mengucur dari lukanya yang terbuka seperti sungai. Dia tidak berdaya. Serangan kedua lawannya tepat mengenai lehernya.
Cubi jatuh ke tanah.
Mati.
Anak panah lainnya melesat keluar entah dari mana dan menembus salah satu mata dan keluar melalui mata kudaku yang lain. Kami terjatuh ke tanah dalam sepersekian detik dengan bunyi gedebuk. Udara benar- benar keluar dari paru-paruku.
Jantungku berdebar kencang dan aku putus asa dengan kejadian saat ini. Adrenalin mulai terpompa saat lawan Cubi berjalan ke arah aku, niat membunuh masih terlihat jelas di matanya yang gelap.
Aku mulai panik. Aku berhasil mendorong kuda mati itu menjauh dariku dengan menambah kekuatan dan hendak mempertahankan diri melawannya ketika tiba- tiba pedang Jess muncul entah dari mana dan bertabrakan dengan pedangnya.
Jess tampak marah. Aku perhatikan dia sedikit berlumuran darah saat dia melawan lawannya saat ini. Dia pasti mengejar pemanah itu sebelumnya.
Aku mengalihkan pandanganku ke kuda Amy. Amy masih berada di atas kuda, darah mengucur dari lukanya di leher kuat hewan itu tapi yang paling mengejutkan adalah Amy masih hidup. Dia terengah- engah dan batuk darah.
Tanpa pikir panjang aku berlari ke arahnya. Aku melemparkan diri aku ke atas kuda di belakangnya dan memaksa binatang yang ketakutan itu melarikan diri ke tempat yang aman dengan berlari kencang.
"Lari Jess!" perintah diriku balas berteriak.
Dalam beberapa detik Jess berada di belakangku memimpin kuda lawannya yang penunggangnya tidak sadarkan diri di punggungnya saat kami melarikan diri. Kami berdua tahu bahwa ada lebih banyak tentara musuh tidak jauh di belakang tiga tentara yang baru saja kami temui.
Darahku masih mengalir deras.
Aku takut sekali aku akan mati di sini.
Bersambung...
lanjutkan terus Ceritanya ya.
5 like mendarat buatmu thor. semangat.
jangan lupa mampir di karyaku juga yaa...
terimakasih 🙏
Semangat terus yaa
Penggunaan 'aku' dan 'saya' bercampur, mungkin lebih baik pakai satu aja.
Terima kasih dukungannya.