“Apakah kau sedang berusaha untuk mengakhiri hidupmu?”
Celphius menemukan seorang gadis yang di buang seseorang di dalam hutan dalam kondisi tubuh yang sudah memprihatinkan. Suatu ketika saat Celphius membawanya pulang ke rumah, terjadi keanehan misterius pada gadis itu di mana setiap pulang dari luar, tubuh gadis itu sudah di penuhi dengan darah dan kamar yang berantakan. Ingin mencari tahu sumber masalah itu, Celphius pun memasang kamera tersembunyi di kamar gadis itu dan hasilnya membuat bibirnya menganga!
Apa yang terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LennyMarlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ungkapan Perasaan Sienna
TOK!
TOK!
TOK!
Pintu ruangan Celphius diketuk oleh seseorang. Lelaki itu sedikit melirik ke arah depan sembari menebak-nebak siapa yang ingin menemuinya. Tidak lama setelah itu, Celphius mengizinkan orang tersebut untuk masuk.
“Masuk!”
Setelah mendapatkan izin dari penghuni ruangan tersebut, Vernon membuka pintu dan menuntun jalan untuk Tuan Rowland yang ingin menghadap pada atasannya yang sedang bekerja. Untung saja bosnya berbaik hati.
“Tuan. Ada tamu. Tuan Rowland ingin membicarakan sesuatu dengan Anda,” ucap Vernon memberitahukan alasan mengapa Tuan Rowland tiba-tiba datang setelah seminggu putrinya menikah dengan Celphius.
“Apa yang mau Anda bicarakan dengan saya? Apa ini sangat penting sampai Anda terburu-buru datang kemari?” tanya Celphius. Dia sedang sibuk dan mendadak ada pengganggu datang itu membuatnya merasa kesal.
“Bagaimana kalau kita duduk di sana supaya pembicaraan kita merasa nyaman dan tenang?” Aneh sekali. Seorang tamu malah menawarkan untuk duduk di tempat orang lain selayaknya seorang pemilik yang berkuasa.
Ah, atau mungkin setelah putrinya menikah dengan seorang pemuda kaya raya yang bekerja di perusahaan ayahnya sebagai Presiden Direktur, Tuan Rowland menjadi seenaknya keluar-masuk kantor Blair's Corporation?
Dengan alasan beliau adalah mertua dari Celphius Allen Blair, tentu hal tersebut menjadi sangat mudah digunakan apalagi orang-orang di kantor mengetahui bahwa Celphius sudah menikah meskipun bersifat rahasia.
“Baiklah jika itu mau Anda.”
Menggunakan rasa terpaksanya yang harus meninggalkan pekerjaan yang sangat banyak itu, Celphius berdiri dari tempat duduknya untuk melayani apa yang mertuanya inginkan darinya yang sibuk itu.
Keduanya duduk di sofa panjang yang saling berhadap-hadapan sementara Vernon menyajikan minuman sebagai penjamuan. Celphius kadang merindukan wine tetapi selalu tidak sempat meminumnya.
“Jadi, apa yang mau Anda katakan kepada saya? Apakah Anda tidak berpikir bahwa kedatangan Anda ini sangat mengganggu pekerjaan saya? Jangan melebih-lebihkan posisi Anda sebagai mertua saya,” tandas Celphius.
“Ah, begini. Aku hanya mau mengucapkan banyak terima kasih karena kamu mau menikah dengan Daniar setelah dibujuk berkali-kali. Ini pertama kalinya aku melihat anakku menikah dengan bahagia,” ucap Tuan Rowland.
“Asal Anda tahu saja. Anak Anda tidak pernah merasakan kebahagiaan. Saat pacarnya mendatangi pernikahannya, hanya terdapat rasa kesedihan yang mendalam yang memenuhi suasana hatinya. Anda pikir dia bahagia?”
Daniar memang sempat mengundang pacarnya untuk datang hanya untuk mengingatkan diri sendiri bahwa yang selalu ada bersamanya dan menemani suka dukanya ialah pacarnya. Ia orang paling setia.
Hal itu demi mencegah perpindahan rasa yang seharusnya tidak boleh terjadi. Jangan sampai tergoda dengan pesona orang lain yang hanya sekilas mata daripada mempertaruhkan kesetiaan yang bertahan selamanya.
“Sebenarnya, aku tidak pernah memaksa Daniar untuk menikah denganmu. Setelah kejadian di jalan waktu lalu, aku mencoba untuk merestui hubungan mereka berdua. Tapi sekarang, Daniar yang memutuskannya sendiri.”
“Haha. Jadi, hanya karena Nona Daniar sendiri yang memintanya maka Anda dengan senantiasa— ah, tidak. Anda dengan berpura-pura berat hati dengan keputusan anak Anda lalu mengizinkannya. Begitukah?” tanyanya.
“Padahal sebenarnya jauh dari lubuk hati Anda yang paling terdalam itu ... Anda sangat menyukai keputusannya namun sama sekali tidak bisa memberitahukan Nona Daniar yang sedang mencemaskan kesehatan Anda.”
“Anda menikmatinya sedangkan Nona Daniar mengemis meminta bantuan dari saya untuk memberinya kesempatan. Tanpa Anda sadari, Anda telah menyakiti anak Anda sendiri dengan kebohongan licik itu.”
BRAK!
Celphius tiba-tiba menggebrak meja dengan keras sampai menimbulkan suara yang mengagetkan banyak orang. Kemudian berdiri dan sedikit mencondongkan tubuhnya untuk menatap dari dekat arah mata Tuan Rowland.
“Demi mendapatkan kesepakatan kerja sama antar keluarga kita, Anda dengan liciknya mempermainkan perasaan semua orang. Sejujurnya, Anda sama sekali tidak mempunyai riwayat gagal ginjal kronis, bukan?”
DEG!
Jantung bagai ditumpu oleh sesuatu yang menghantam pada dinding jantungnya. Tuan Rowland menatap Celphius dengan tajam disertai kelopak mata yang membulat. Benarkah selama ini Tuan Rowland hanya pura-pura?
“Untuk apa kamu mengatakan itu? Kamu pikir aku berpura-pura sakit hanya supaya anakku menyetujui untuk menikah denganmu?” Beliau berkata yang dibicarakan oleh Celphius itu seolah-olah sangat tidak benar.
“Benar.”
Ucapan Celphius tidak pernah meleset dan tentu saja sudah melakukan uji coba dengan menyelidiki kasus gagal ginjal kronis yang Tuan Rowland miliki. Celphius tidak pernah sembarangan dalam mengambil keputusan.
Fakta itu bisa digunakan sebagai umpan jika seandainya ada sesuatu yang terjadi di belakangnya yang melibatkan Tuan Rowland. Namun, dia tidak berniat memberi tahu Daniar karena biarkan saja Daniar yang tahu sendiri.
Surat yang terdapat data-data lengkap mengenai riwayat palsu yang Tuan Rowland lakukan diarahkan kepada orang yang bersangkutan. Untuk membenarkan kalau perkataannya bukan sekadar ucapan biasa.
“Anda pikir saya sedang bermain-main? Saya bukan orang murahan yang mudah termanipulasi hanya dengan diagnosis Dokter! Jika saya melaporkan ini, kira-kira apa yang akan terjadi kepada anak Anda nanti, 'ya?”
Yang menjadi masalah terbesarnya adalah Daniar. Anak itu mungkin tidak akan pernah memercayai kalau sebenarnya ayahnya sendiri telah membohonginya. Pastinya rasa benci dan marah akan terus membuncah.
.
.
.
Keyakinan Flavian untuk mendapatkan kembali cintanya memang tidak bisa diragukan lagi kegigihannya. Sampai harus menentang orang tua dengan alasan tidak setuju dengan hubungannya pun pasti akan dilakukan.
Asalkan balasannya adalah cinta Sienna yang tidak boleh pudar hanya karena dirinya belum bisa memberikan jawaban terkait lamaran pernikahan yang sudah diinginkan sejak bulan lalu. Sienna hanya ingin menikah.
Flavian yang memang sangat mencintainya pun masih merasa ragu dan berpikiran lambat jika sudah menyangkut soal pernikahan. Pasalnya, lelaki bucin itu sama sekali belum bekerja dan tidak punya pengalaman menikah.
Bagaimana jika dirinya melakukan kesalahan saat pernikahan itu berlangsung? Bukan hanya dirinya yang akan malu dipertontonkan banyak orang melainkan Sienna dan keluarganya juga akan merasakan hal yang sama.
Menikah itu membutuhkan proses dan kematangan hati serta pikiran yang dewasa untuk menjalin hubungan sakral tersebut. Jika hanya bermain-main, lebih baik tidak pernah menikah daripada cerai setiap waktunya.
Dan saat ini, Flavian yang sejak tadi menunggu keluarnya Sienna dari dalam rumahnya sedang membuntuti menggunakan mobil pribadi masing-masing ke mana wanita itu akan menghentikan kendaraan roda empatnya.
“Pesanku sama sekali tidak dibalas, teleponku juga sama sekali tidak kamu angkat. Selama sebulan ini kamu ke mana saja? Aku selalu datang ke rumahmu untuk meminta maaf tapi kamunya selalu tidak ada di rumah.”
“Sienna ... Apa kamu tidak tahu seberapa rindunya aku padamu? Sepanjang hari aku hanya bisa menangisimu. Kamu melarangku untuk bertemu denganmu itu membuatku sangat tersiksa dan hatiku hampa.”
“Kamu tahu kalau aku tidak bisa hidup tanpamu tapi kamu malah membuatku menderita seperti ini. Apa kamu sengaja melakukannya karena ingin membunuhku tanpa menyentuh dengan sikap dinginmu itu?“
Flavian terus mengoceh di dalam mobilnya. Hanya dirinya sendiri dan bahkan sesekali melampiaskan kekesalannya pada setir mobil. Walaupun sikap Sienna yang seolah acuh tak acuh, Flavian tetap ingin mencintainya.
Cinta pada pandangan pertama memang sesuatu yang sangat menakjubkan. Apalagi memiliki seorang pria yang sangat mencintai wanitanya sampai mau mengejar ke ujung dunia pun bukanlah masalah yang besar.
“Dia berhenti!”
Sienna berhenti di sebuah tempat perbelanjaan yang memang sudah sering di datangi sendiri atau ketika masih bersama Flavian juga. Sudah diduga sebelumnya pasti tempat pelampiasan wanita itu adalah dengan belanja.
“Kenapa dia banyak sekali uangnya? Dia bisa berbelanja sampai tiga kali dalam seminggu. Aku penasaran berapa banyak uang yang sudah dia keluarkan hanya untuk mengobati rasa kesedihannya ditinggal olehku.”
Percaya diri sekali. Flavian berpikir rasa kesedihan yang dialami oleh Sienna adalah karena ketidakhadirannya yang sudah sangat lama tidak bertemu. Bisa saja ada masalah lain yang membuat Sienna seperti itu.
Ketika Sienna mulai turun dari mobilnya, terlihat seorang wanita lainnya melambaikan tangannya ke arah Sienna yang juga membalas sapaan dari wanita asing tersebut. Flavian tidak pernah bertemu dengannya.
Siapa wanita itu? Apa dia merupakan teman Sienna yang sudah lama tidak saling berjumpa dan mengobrol? Bagaimana mungkin Flavian sampai tidak tahu banyak mengenai kehidupan kekasihnya? Ini memalukan.
“Ah, seharusnya waktu itu aku menanyakan apa pun yang membuatku sangat penasaran. Aku harus tahu siapa saja teman-temannya dan ada berapa teman lelakinya itu. Untuk ke depannya, aku harus lebih teliti!”
Setelah melihat wanitanya memasuki area pusat perbelanjaan, Flavian ikutan turun dari mobilnya setelah memarkirkan kendaraan itu agak berjauhan sedikit dengan mobil Sienna supaya tidak terlalu menonjol.
Walaupun mobilnya terlihat sama persis dengan mobil-mobil lainnya yang serupa dengan kendaraan itu, Sienna akan melihat dari flat nomornya dan akan tahu kalau sejak tadi Flavian selalu membuntuti langkahnya.
Dengan mengandalkan hoodie yang menutupi kepala serta wajah juga masker yang tidak boleh ketinggalan, Flavian mengikuti pergerakkan dua wanita yang berjalan di depannya. Mereka terlihat sedang mengobrol.
‘Sebenarnya mau ke mana mereka? Kenapa tidak berhenti sejak tadi? Wanita kalau berbelanja itu memang merepotkan. Harus pilih-pilih dan melihat-lihat dulu baru membayar jika barangnya sudah cocok dengannya.’
‘Sangat membuang waktu.’
Flavian tak tahu saja kalau wanita lebih sangat berhati-hati ketika sedang berbelanja di tempat umum. Takutnya ada yang rusak tetapi malah dibeli dan ketahuan barang itu murahan setelah sampai di rumah. Itu merugikan.
“Sienna, apa kamu masih belum berbaikan dengan pacarmu?” tanya seorang wanita yang berjalan berdampingan dengan Sienna. Jika dilihat dari reaksinya, sepertinya Sienna banyak bercerita kepada temannya itu.
“Belum.”
“Sampai kapan kamu akan mendiaminya seperti itu? Apa kamu tidak merasa kasihan padanya?” Temannya lebih berhati besar daripada Sienna yang selalu mementingkan keegoisannya. Wanita itu tampak khawatir.
“Tidak tahu. Aku juga belum bisa bertemu dengannya secara langsung setelah kejadian di waktu lalu.” Sienna juga belum menentukan tanggal yang baik bagi mereka berdua bisa bertemu. “Tapi, tunggu saja sebentar lagi.”
“Hei, kamu jangan terlalu mengedepankan rasa kesalmu itu. Bagaimana kalau saat kamu sudah sadar akan keadaanmu dan meminta untuk bertemu, ternyata dia sudah memiliki wanita idaman lain?” Jodoh itu penting.
“Mau bagaimana lagi? Itu tandanya kami bukan jodoh, 'kan? Lagi pula, aku tidak memaksanya untuk terus berada di sampingku. Dia boleh meninggalkanku kapan saja jika sudah saatnya bosan. Asalkan dia memberitahuku.”
Sienna tak masalah jika kekasihnya meninggalkannya dan berpindah hati kepada wanita lain yang lebih membuatnya tertarik. Jalan komunikasi adalah yang terpenting baginya. Tetapi, Flavian harus memutuskannya dulu.
Barulah setelah itu ia boleh melakukan apa pun sesuka hatinya tanpa harus melibatkan dirinya di sisinya. Tanda perpisahan itu mungkin adalah sesuatu yang memang harus dilakukan setelah tak lagi cinta.
Teruntuk lelaki yang tidak bisa menikahi wanitanya tetapi bisa memacari cintanya dengan penuh rasa keikhlasan, bukanlah pria yang pantas untuk dipertahankan setelah melalui banyaknya hari dengan kegelisahan.
“Apa kamu benar-benar tidak masalah jika dia dimiliki oleh orang lain? Bagaimana bisa kamu menganggap hal seperti itu dengan entengnya?” Benar. Mencari jodoh itu bukan sesuatu yang mudah untuk dicari.
“Hei, Chaiza ... Apa keahlianmu adalah mengolok-olok orang yang sudah lama tidak bertemu seperti ini, huh?” tanya Sienna menjadi penasaran. “Sejak tadi kamu terus membahas sesuatu yang tidak penting dibicarakan.”
“Aku hanya bertanya saja, kok. Sekaligus untuk mengingatkanmu kalau mencari pacar yang sempurna itu sangat susah didapat. Orang sepertinya seharusnya tidak kamu sia-siakan begitu saja...!” Chaiza agak geregetan.
“Aku tidak menyia-nyiakannya. Aku hanya memberinya sedikit waktu untuk menemukan jawaban atas ajakkan dariku. Aku sudah tidak mau berpacaran. Aku mau menikah saja,” ucap Sienna sudah menegaskan.
Chaiza tidak bisa mengatakan apa pun yang akan membuat Sienna merasa tertekan dengan ucapannya. Biarkanlah itu menjadi urusan pribadinya. Mau hubungan mereka langgeng atau tidak itu bukan masalah untuknya.
Bahkan Flavian yang mendengar obrolan mereka sejak tadi di belakang merasa sakit hati dengan segala ucapan yang pacarnya katakan. Bisa-bisanya Sienna mengatakan akan melepaskannya jika dirinya sudah bosan.
‘Kenapa dia sampai berpikiran seperti itu? Aku tidak akan mungkin meninggalkannya hanya karena melirik wanita lain. Hanya kamu satu-satunya yang membuatku tertarik denganmu, Sienna. Aku sangat mencintaimu.’
Flavian meyakinkan perasaannya terhadap Sienna bahwa apa pun yang akan terjadi suatu hari nanti tidak akan membuatnya berpaling dari wanita itu. Hatinya sangat menyayanginya sampai rasanya hampir gila.
BERSAMBUNG