(BUKAN) CINTA PERTAMA

Naina menetralkan semua perasaannya yang campur aduk dengan guyuran air yang mengalir dari shower.

"Sudahlah, yang terjadi sudah terlanjur terjadi. lagian juga emang gue nggak tahu kalau ada benda itu tertinggal disana." ucap Naina bermonolog sebelum menyelesaikan mandinya.

Naina melangkahkan kakinya menuju lemari besar. Tangannya menunjuk satu persatu pakaian yang di kelompokkan kedalam tumpukan pakaian semi formal.

"Yang pink apa yang white ya?" Naina mengambil dua dress yang sepertinya cocok untuk acara hari ini.

Sudah ditimang-timang dan dicoba. Pada akhirnya tidak ada satupun dari dua dress itu yang dipilihnya.

Naina mengambil kursi dan menaikinya. Entahlah, Biasanya Naina bukan tipe gadis yang ribet dalam memilih pakaian. Tapi hari ini ia kebingungan karena merasa semua baju disana tidak cocok untuk dipakai hari ini.

Matanya membulat senang karena menemukan sebuah dress yang sesuai dengan ekspektasinya. Dress 3/4 dengan model kerah berbentuk "V-neck", dan yang jelas berwarna navy.

"Nah ini baru pas. cocok sesuai acara hari ini", ucap Naina yang sedang memandangi dirinya dipantulkan cermin.

Rambut lurus yang sengaja ia curly dan sebuah jepitan di sisi kanan ramburnya menambah kesan seorang gadis elegan tapi imut.

Merasa sudah puas dengan tampilannya. Naina segera menuruni tangga untuk bergabung dengan keluarga besarnya.

"Tynaaaaaaa... Kakak Dea kangen Tynaaa", teriak anak perempuan cantik yang tak lain tak bukan adalah anak dari Neona.

Tyna adalah panggilan special dari anak-anak Neona. yang artinya Aunty Naina. Neona memiliki dua orang anak berbeda gender. Yang bungsu namanya Dio, baru berumur 4 tahun. Sedangkan yang sulung bernama Dea. Gadis cantik yang sudah kelas 2 SD.

"Tyna juga kangen sama Kakak Dea. Kakak makin cantik aja sih. Mana tambah tinggi banget. Perasaan baru setengah tahun nggak ketemu." Naina mengelus kepala Dea yang tingginya sudah lebih dari satu meter.

"Iya dong. Kakak nggak mau kalah sama Tyna yang selalu cantik", goda anak SD itu sembari menggandeng tangan Naina menuju Dio yang sedang bermain di taman bersama keluarga lain.

Naina menyapa dan menyalami satu persatu anggota keluarga yang sudah datang. Meskipun tak sebanyak anggota keluarga Nicho. Tapi bisa dibilang keluarga mereka sangat kompak.

"Nay? Kamu dicariin Opa tuh. Mau di interogasi kayanya. Nicho juga sudah ada disana. Ditunggu di teras." Billy menghampirinya dengan senyum mengejek penuh kemenangan.

"Ehhh... Bang Billy ngadu soal tadi ya? Awas aja ya kalau sampai fitnah Naina yang tidak-tidak. Naina tuntut atas pencemaran nama baik lho." Naina sudah membayangkan yang tidak-tidak. Bagaimana jika Billy memfitnah dirinya berbuat mesum dengan Nicho saat dikamar tadi.

"Haha.... Nggak tau ya. Liat aja nanti. Kalau emang ada tuntutan, ya nanti tinggal aja buat permohonan maaf dan klarifikasi." Nicho melenggang santai setelah berhasil membuat Naina ketar-ketir.

Tak mau semakin kena omel. Naina pun segera menghampiri Opanya dan Nicho yang berada di teras. Sebelum Naina menampakkan diri dari balik tembok. Ia sempat menguping terlebih dahulu. Barangkali ada pembicaraan yang tertangkap bisa ia pakai sebagai kisi-kisi.

Hening. Tak ada suara pembicaraan. Hanya ada suara gebrakan tangan di meja. Entah tangan siapa, Yang jelas tidak mungkin Nicho melakukan hal tidak sopan kepada Opanya.

"Bismillah. Tarik nafas dari atas, keluarkan dari bawah"

prttt.....

Suara kentut yang malu-malu keluar dari bagian bawah. Dan sepertinya Naina sudah sedikit lega dan bersiap untuk mengklarifikasi atau menjawab semuanya.

"Opa... " Panggi Naina lirih sembari menundukkan kepalanya.

"Lama sekali cucu Opa ini. Dari Opa datang bukannya disambut malah lama dikamar."

Gleekkkkk... Baru saja datang. Tapi sang Opa langsung to the point membahas kamar. Sedari menghampiri dua laki-laki special itu. Naina belum berani menatap mereka. Bahkan saat menyalami Opanya saja. Naina hanya melihat tangan dan wajah Opa sekilas.

"Kenapa nunduk terus sih, Nay? nggak biasanya cucu Opa yang penuh percaya diri bertingkah seperti ini."

"Langsung pada pointnya saja. Disini sudah ada Opa dan juga Nicho. Opa mau bertanya dan harus Naina jawab jujur", ujar Opa dengan serius.

Naina tidak mengatakan apapun. Ia hanya menganggukkan kepala dengan wajah yang masih tertunduk.

"Janji! Jawab jujur ya?" tanya Opa sekali lagi dan masih dijawab dengan anggukan yang sama.

"Opa yakin Naina tidak akan mengecewakan Opa. Karena memang itulah Naina sedari dulu. Cucu yang berbakti kepada Opa", Opa mengelus kepala Naina lembut.

Opa Abbas menarik nafasnya lebih dalam. Sebelum melanjutkan pertanyaannya.

"Jawab jujur pertanyaan Opa"

"Menurut Naina kira-kira siapa yang akan menang diantara kita berdua?" tanya Opa dengan penuh keyakinan.

"Menang? kok menang?" tanya Naina dalam hati sebelum menormalkan posisi wajahnya ke arah Opa dan Nicho.

Ehhhh.....! Naina menatap Nicho yang menahan tawa ke arahnya. Nicho sendiri yakin jika Naina sudah berfikir yang tidak-tidak dengan kejadian ini.

Diluar dugaan. Ternyata mereka sedang bermain catur. Berarti gebrakan tangan tadi sepertinya memang Opa yang melakukannya karena Nicho sudah berhasil menculik beberapa pasukan terdepan Opa.

"Jawab Naina! jangan diam saja. Selama ini Naina selalu bangga dan mendukung Opa ketika Opa bermain melawan siapapun. Dan keyakinan Naina mendukung Opa itu selalu membuat Opa menang." Ujar Opa mengingat setiap kali cucu cantiknya ini akan selalu berkata 'Opa pasti menang lah' ketika menghadapi lawannya.

"Tapi kan biasanya Opa selalu percaya diri sebelumnya. Dan itu membuat Naina yakin jika Opa adalah Juara bertahan di keluarga kita. Kenapa sekarang Opa sampai bertanya pada Naina", tanya Naina penasaran.

"Karena kata Abang kamu, Si Billy. Nicho akan menggeser posisi Opa sebagai Juara bertahan di Keluarga kita. Mental Opa sedikit down, makanya Opa butuh kamu untuk mensupport Opa." Wajah tua nan tampan itu benar-benar terlihat cemas.

Sepertinya memang benar. Jika semakin tua, karakter manusia akan kembali seperti anak kecil. Lihatlah, terbukti Sifat Opa Naina yang menggemaskan.

"Tapi kan Mas Nicho bukan keluarga kita. Jadi Opa tidak perlu cemas jika sampai kalah." pernyataan Naina itu berhasil menusuk hati Nicho dan berhasil menghentikan senyumnya.

"Opa sudah dengar dari banyak beberapa sumber informasi tentang hubungan kalian. Opa yakin beberapa tahun lagi kalian akan menikah. Jadi jangan menenangkan Opa dengan perkataan bualan seperti itu", ujar Opa yang merajuk.

Melihat lampu hijau yang terang benderang dari Opanya. Tentu membuat mood Nicho menjadi naik lagi.

"Nicho ada ide Opa", ucap Nicho dengan wajah tulus tapi otak penuh siasat yang membuat lelaki tua didepannya penasaran.

"Bagaimana kalau begini saja. Kalau sampai Nicho yang Menang. Nicho bakal ajak Opa dan Naina untuk berjalan-jalan seharian. Nicho dan Naina akan turuti semua kemauan Opa."

"Tapi kalau Opa yang menang. Sebagai hukumannya nanti kami siap untuk menginap di Villa Opa dan membantu Opa membersihkan kandang ataupun mencari makan untuk Kambing-kambing Opa", tawar Nicho mantap.

"Kami?" tanya Naina dengan wajah tidak bersahabat.

"Iya. Kita! Mas Nicho dan Naina", jawab Nicho tanpa dosa.

"Oke! Deal!" ujar Opa mantab tanpa harus berfikir dua kali sembari mengulurkan tangannya kepada Nicho.

"Deal!", balas Nicho dengan senyum kemenangan.

Sedangkan dibalik senyum bahagia dua laki-laki beda usia. Ada wajah suram gadis setengah dewasa yang merana.

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Hayoo? kalian team Opa apa team Nicho? 🙈