Caca terpaksa harus menikah dengan suami adiknya yang tengah terbaring sakit di salah satu kamar rumah sakit.
"Kak, aku mohon, menikahlah dengan abang Alden!" Ucap Lisa, sang adik di waktu terakhirnya.
Caca menggeleng tak setuju. Begitu juga dengan Alden. Tapi mendengar Lisa terus memohon dengan suara seraknya yang nyaris hilang dan dengan raut wajahnya yang menahan segala rasa sakitnya, Caca pun akhirnya menyetujui permohonan terakhir adiknya.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Yuk langsung saja intip serial novel terbaru Author!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 Sesuatu yang buruk
Pagi baru dengan suasana hati yang juga baru. Caca bangun lebih awal dan dia menyiapkan sarapan pagi. Sementara Alden saat ini sedang mandi sambil bernyanyi dikamar mandi.
Mereka tidur satu ranjang tadi malam, tapi hanya sebatas berpelukan saja. Caca belum siap untuk melakukan yang lebih jauh lagi. Alasannya karena pernikahan mereka yang belum resmi. Padahal bukan itu.
"Aku malu. Aku ingin merasakan pacaran seperti teman temanku dulu. Ya, setelah pacaran mungkin baru aku siap untuk menjadi istri Alden seutuhnya." Bisiknya dalam hati.
Namun, perlahan tangan Caca menyentuh bibirnya yang tadi malam sudah menjadi milik Alden. Senyum malu pun terlihat diwajah Caca. Lalu kemudian dia menggelengkan kepalanya mencoba menghilangkan ingatan indah tadi malam.
"Masak apa, sayang?" Tanya Alden begitu keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada.
"Hanya mie goreng." Sahut Caca tanpa mau menoleh pada Alden.
Alden yang merasa tidak terima karena Caca tidak mau menoleh padanya, berakhir menghampiri Caca dan memeluk Caca dari belakang.
"Kenapa tidak mau menatapku?" Bisik Alden menggoda Caca.
"A-aku malu." Jawab Caca yang berdiri diam dalam pelukan Alden.
"Malu kenapa? Karena mengatakan bibirku manis?!" Goda Alden lagi.
Wajah Caca semakin merona. Ingatan saat tadi malam dia mengatakan bibir Alden manis dan dia meminta untuk terus merasakan bibir itu pun kembali terlintas dan itu membuatnya semakin malu.
"Kamu sangat menggoda, sayang. Andai aku bukan pria yang mampu menahan diri, sudah aku terkam sayang tadi malam."
"JANGAN!!" Teriak Caca sambil mendorong Alden menjauh darinya.
"Apanya yang jangan, hah?"
Bukannya menjauh Alden malah membalik tubuh Caca hingga berhadapan dengannya dan ditariknya pinggang Caca mendekat padanya. Tidak ada jarak lagi antara mereka berdua.
Cup
Alden kembali menyatukan bibir mereka. Cukup lembut dan hanya kecupan sebentar. Alden tersenyum saat melihat Caca bahkan sampai memejamkan matanya.
"Kita harus bersiap. Matahari sudah semakin tinggi." Ucap Alden sambil mengusak kepala Caca yang sudah polos tanpa jilbab lagi.
Jilbab itu sudah ditanggalkan Alden tadi malam. Dia membuka paksa jilbab Caca karena ingin menyentuh rambutnya, membelainya dan melihat Caca tanpa jilbab untuk pertama kalinya.
"Kamu bahkan sangat cantik seperti ini. Dan ya, hanya aku satu satunya yang bisa melihat kamu secantik ini." Bisik Alden.
Cup
Ciuman di pipi Caca pun kembali mendarat tepat sebelum Alden akhirnya masuk kamar untuk berganti pakaian. Dan Caca semakin merona dan malu sendiri mendapatkan perlakuan seperti tadi dari suaminya itu.
Meninggalkan Caca dan Alden yang tengah bahagia, justru di kediaman keluarga Adnan, sang istri tengah mengamuk akibat putra satu satunya tidak pulang pulang sejak terakhir dia tinggalkan di makam Lisa. Dan yang lebih parahnya lagi, tadi malam Sarah mengabarinya bahwa Alden sudah dipengaruhi oleh Caca.
"Aku kira nenek sihir itu sudah pergi. Ternyata dia malah membawa anakku pergi jauh dariku.." ujarnya merasa sangat marah.
"Harusnya aku racuni saja wanita murahan itu."
Nadin membenci Caca sampai sedalam itu, padahal Caca tidak melakukan apapun padanya sebelumnya. Kenal saja tidak, baru saling mengenal saat Alden menikahi Caca di rumah sakit.
"Kasihan sekali menantuku, Lisa sayangku..." Tangisnya pecah sambil menatap foto pernikahan Alden dan Lisa yang tersimpan indah dalam album.
"Mama akan membalas nenek sihir itu, sayang. Akan mama buat dia pergi dari hidup Alden selamanya. Kalau perlu mama buat dia nyusul kamu, supaya kamu bisa membalasnya sendiri di sana." Ucapnya penuh dengan kebencian terhadap Caca.
...🍂🍂🍂...
"Ca, aku makan siang duluan ya." Pamit Loli yang mau makan siang bareng gebetannya.
"Iya deh yang mau makan siang bareng ayang." Sahut Caca.
"Iya lah, emangnya situ punya suami tapi dianggurin." Bisik Loli menyindir Caca.
"Idih apaan. Udah sana cepat pergi jauh jauh dari saya.."
Caca berlagak marah dengan mendorong pelan punggung sahabatnya itu untuk segera menjauh darinya.
Setelah Loli tak terlihat lagi, Robi menghampiri Caca. Dia masih belum menyerah untuk bisa mendapatkan hati Caca.
"Ca, kamu punya waktu bentar nggak. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu."
"Mau ngomong apa, pak Robi?" Tanya Caca mulai curiga dan juga takut.
"Ada hal penting. Aku harus membicarakan ini sama kamu."
Sebentar Caca meraih hp nya, lalu mengirim pesan pada Alden. Ya, Caca tidak mau terjadi hal buruk lagi padanya, tapi dia juga tidak berani menolak ajakan Robi.
"Bicara disini saja, pak." Sahut Caca.
"Akan lebih baik kalau kita bicara di tempat lain sambil makan siang." Ajaknya.
"Bagaimana ini. Ya Allah lindungi aku." Bisik Caca dalam hatinya.
"Caca, kamu mau kan?" Tanya Robi lagi.
Meski ragu, Caca pun terpaksa mengangguk saja. Berharap Alden membaca pesannya dan akan segera mencarinya.
"Ayok, Ca. Nanti jam istirahat keburu habis."
"Iya, pak."
Caca terpaksa mengikuti langkah Robi yang membawanya untuk makan siang di luar gedung kantor.
Sementara itu, di ruangannya Alden justru sedang membicarakan hal penting mengenai proyek terbaru bersama beberapa karyawannya. Meski begitu, dia sempatkan membaca pesan masuk dari Caca.
"Kenapa malah keluar kantor?" Pikirnya saat melihat titik gps Caca menuju keluar gedung perusahaannya.
"Untuk sementara kita tunda dulu rapat ini. Saya ada urusan mendadak." Ucapnya sambil langsung meninggalkan beberapa karyawannya di ruangannya.
"Lah, bukannya pak Alden sendiri yang minta untuk segera rapat. Jam makan siang kita saja jadi ditunda." Rutuk salah satu karyawan.
"Ya udah la ya. Toh akhirnya juga ditunda, kan. Jadi, hayuk lah kita makan siang dulu, sebelum pak Alden berubah pikiran." Sahut karyawan lainnya.
Sementara itu Alden sudah tiba di mobilnya. Dia pun segera menyetir mobil sendiri mengikuti titik gps Caca. Dan tanpa dia sadari, Haris mengikutinya dari belakang.
Mobil Alden sangat laju, dia ingin segera tiba di tempat Caca berada saat ini. Caca memberitahunya bahwa mungkin sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Karena itulah Alden ingin segera tiba di tempat Caca, dimanapun itu keberadaannya.
Haris pun mengejar dengan cepat, hingga akhirnya tiba di jalanan yang sepi dan juga lengang. Haris menggunakan kesempatan itu untuk menyalib mobil Alden. Dia ingin menghentikan mobil Alden dengan cara menghadangnya.
Sreeettt
Driiittt
Suara mobil Haris saat tiba tiba menyalib mobil Alden dan menghadangnya. Alden yang kaget pun tetap siaga hingga dia bisa menginjak rem tampa harus menabrak mobil Haris yang sudah melintang di depannya.
"Haris?!" Ujarnya saat melihat jelas mobil itu milik Haris.
Segera saja Alden turun dari mobil. Tidak berselang lama Haris juga turun.
"Bro, are you oke?" Tanya Alden.
Haris tidak menjawab, dia menatap tajam kearah Alden. Langkahnya juga sangat tegas dan cepat menghampiri Alden.
Buggg
Tiba tiba saja satu bogeman mentah mendarat tepat dihidung Alden dan itu membuat hidungnya mengeluarkan cairan merah.
"Bajingan!!" Teriak Haris dan kembali memukul Alden yang masih kebingungan.
Haris memukul Alden tanpa ampun. Alden yang awalnya masih bingung dan membiarkan Haris memukulnya, pada akhirnya melawan juga. Alden membalikkan semua pukulan Haris kembali.
Perkelahian dua saudara sepupu itu pun tidak terhindarkan. Haris bahkan tidak membiarkan Alden untuk bertanya lebih dulu.
"Bajingan sepertimu tidak pantas hidup di dunia ini!!" Pekik Haris sambil mengayunkan tinjunya hendak memukul Alden yang terbaring lemah di tanah.
Beruntungnya Alden masih punya tenaga untuk berguling ke samping, hingga pukulan Haris mengenai permukaan tanah.