Bukan Mantan, tapi pernah berarti.
Saat rasa cinta datang kita tak tahu dimana dia akan berlabuh, kita bahkan tak bisa menolak perasaan yang mencokol dan mendamba ingin memiliki.
Lalu bagaimana jadinya jika perasaan tersebut tak bersambut? berjuang mungkin salah satu jalannya.
Namun, bagaimana jika kita sudah berjuang cinta itu tetap tak bersambut? menyerah, mungkin yang terbaik.
Tapi bagaimana jika disaat kita menyerah, cinta itu justru memberi luka yang mendalam hingga berbalik menjadi benci.
Nizar Raksa Darmaji cowok yang dicintai Anggun, merenggut kesuciannya hanya karena salah paham, dan karena itu Anggun harus menanggung kesedihan yang teramat dalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Anggun menjemput Gio yang ada di rumah Rizki, nampak bocah itu sedang bermain dengan sang kakek, Asnan.
"Yeay, Gio menang," ucap Gio sambil memekik senang. Asnan tertawa lalu mengusak rambut Gio, mereka sedang asik bermain ludo di ponsel Asnan.
"Cucu kakek memang hebat."
Gio tersenyum bangga "Siapa dulu dong anak ayah!" serunya senang.
Anggun yang mendengar ucapan Gio, tersenyum pedih, Gio selama ini hanya tahu jika ayahnya adalah Rizki, dan betapa Gio menyayangi Rizki, apa jadinya kalau suatu saat Gio tahu jika Rizki bukan ayah kandungnya.
Anggun menghela nafasnya "Gio, mama pulang," ucap Anggun sambil berjalan masuk ke dalam dan menghampiri Gio juga Asnan.
Setelah memberi salam pada Asnan, Anggun memeluk Gio dan mengendus aroma bocah kecil itu "Kangen gak sama mama?" tanya Anggun masih dengan memeluk Gio.
"Mama cuma pergi dari pagi, terus pulang lagi, lagian Gio juga ada kakek sama ayah, jadi Gio gak kangen." Anggun mencebik dan mencubit hidung Gio.
"Iya deh, yang kesayangan Ayah sama kakek, tau gitu mama gak usah pulang aja." Anggun mengerucutkan bibirnya lalu membalik tubuhnya, hendak pergi namun, Gio memegang tangannya.
"Iya, deh ... Mama sukanya merajuk," ucap Gio sambil memeluk Anggun "Gio kangen mama." Anggun kembali mencubit hidung Gio dengan gemas.
"Ayo pulang, rapihin mainannya," kata Anggun pada Gio.
"Iya, mama." Gio pun bergegas merapikan mainannya dan memasukannya ke dalam keranjang mainan yang sengaja di simpan di rumah Rizki.
"Duduk dulu sebentar, ayah mau ngomong," ucap Asnan pada Anggun.
Anggun mengangguk lalu duduk di depan Asnan. "Ada apa Yah?"
"Nak, kamu gak ada niatan rujuk sama Rizki?"
Degh ...
Jantung Anggun berdebar kencang saat ini, Rizki adalah pria yang baik, sepertinya tak akan ada yang tak jatuh cinta pada pria itu, terlebih Rizki sangat baik dan lembut, hati siapa yang tidak akan tersentuh, tapi untuk rujuk ... Anggun menggeleng.
Asnan menghela nafasnya "Ayah gak tahu, tapi sejak kalian bercerai Rizki seperti menghindari yang namanya perempuan, Ayah harap kalian bisa kembali rujuk, kamu tahu sendiri kan, impian seorang Ayah tentunya melihat putranya menikah."
Anggun menunduk sambil tersenyum "Suatu saat nanti, Mas Rizki akan mendapat yang terbaik," doa Anggun sangat tulus. "Mungkin Mas Rizki cuma mau fokus membahagiakan ayah."
"Perasaan kamu sendiri bagaimana sama Rizki?"
"Mas Rizki baik, bahkan sangat baik, dia sosok lelaki sempurna menurut Anggun ... "
"Lalu kenapa kamu gak mau rujuk?"
"Apa karena kamu tidak mencintai anak Ayah?" Anggun menunduk semakin dalam, justru itu yang membuat Anggun merasa tak pantas untuk Rizki, Rizki adalah pria yang baik, sedangkan Anggun hanya wanita yang sudah ternoda, Anggun bahkan sangat berterimakasih sebab Rizki mau menikahinya dan menyembunyikan kelahiran Gio sebagai aib, meski Anggun tidak pernah menganggap Gio aibnya, hanya saja kehormatan Gio di pertaruhkan andai Anggun tidak memiliki suami saat itu.
"Mas Rizki udah seperti kakak untuk Aku Yah, " ucap Anggun dengan tersenyum, senyum yang justru menyembunyikan kesedihannya.
"Jadi ayah gak bisa maksa dong ya," ucap Asnan lesu.
Anggun terkekeh "Aku yakin mas Rizki akan mendapatkan yang terbaik, dan menantu yang baik juga buat ayah." mungkin saja Rizki sedang menunggu cinta pertamanya, maka dari itu dia tak pernah menggubris wanita lain, tapi apapun itu Anggun selalu berdoa untuk kebaikan pria itu, dan semoga dia selalu bahagia.
Hening, sesaat hingga Gio berjalan kearah keduanya dan berkata jika dia sudah selesai merapikan mainannya, "Ya sudah, kalau gitu, pamit dulu sama kakek."
Anggun dan Gio berpamitan pada Asnan dan keluar untuk menaiki motornya, di saat yang sama mobil Rizki memasuki pekarangan rumahnya. "Udah mau pulang? Mau ayah antar pakai mobil gak?" tanya Rizki yang baru saja turun dan langsung menghampiri Anggun dan Gio.
"Gak usah mas, mas pasti cape ... Istirahat sana." Anggun mengenakan helmnya setelah memastikan Gio duduk dengan benar, dan lengkap dengan helm kecil yang sudah bertengger sempurna di kepalanya.
Melihat Anggun yang kesulitan, tangan Rizki bergerak mengaitkan kaitan helm Anggun. "Gak cape kok, lagian dari sini ke bengkel sebenernya deket." Anggun terpaku dengan perlakuan Rizki. Lihat betapa lembutnya pria ini, bagaimana mungkin setiap wanita tidak jatuh cinta.
"Sudah," katanya setelah memastikan helm Anggun terpasang sempurna.
Anggun tersenyum, baru saja akan menyalakan motornya tiba- tiba Anggun teringat sesuatu ... "Eh mas, minggu ini sibuk gak?"
Rizki mengerutkan keningnya, nampak berpikir "Kayaknya enggak."
"Hm ... Mau gak temenin aku ke acara reuni sekolah?"
...
Nizar duduk termenung di kursi yang terletak di balkon kamarnya, tatapannya menerawang dan mengingat sosok Anggun saat dia melihatnya tadi, hati Nizar lagi- lagi berdesir hebat. Tangan Nizar bergerak untuk meraba jantungnya yang berpacu sangat cepat, apa ini yang dinamakan cinta?
Semakin matang usia seseorang, tentu saja akan semakin peka dirinya pada perasaan yang mereka alami, seperti rasa marah dan cemburu saat mendengar Anggun sudah menikah dan punya anak, membuat darahnya serasa bergejolak, Nizar kira dia memiliki kesempatan untuk bertanggung jawab atas kesalahannya di masa lalu, tapi rupanya Anggun sudah memiliki keluarga, yang bahagia.
Nizar meremas rambutnya frustasi, kenapa saat dirinya menyadari perasaannya, Anggun sudah menjadi milik orang lain, ya .. Kali ini Nizar menyadari harinya yang setiap saat tak bisa melupakan Anggun dan bayangannya tentang Anggun selama ini adalah perasaan cinta, bukan hanya sekedar mengingat kesalahan besar yang sudah dia lakukan, untuk perasaannya itu Nizar bahkan menjalani harinya selama di luar negeri tanpa wanita yang biasa di sebut pacar, sekali pun, dan kini Anggun telah menikah?
Lalu bagaimana pun Nizar tak mungkin berlaku semakin brengsek dengan merebut Anggun dari suaminya, bukan?
Nizar merasa gila, tiba- tiba sekarang dia ingin tahu siapa, dan seperti apa suami Anggun, apakah dia lebih baik darinya? Lebih tampan? Lebih kaya?
"Akh ... Lo gila Zar, benar- benar gila," ucapnya dengan tak percaya.
Nizar menoleh saat mendengar pintu kamarnya di ketuk, Nizar beranjak dari duduknya untuk membuka pintu kamarnya dan menampakan pelayan yang menyapanya "Malam, Den."
"Ada apa Bi?" tanya Nizar, tidak mungkin bibi dirumahnya ini datang tanpa alasan, jadi sudah pasti dia punya tujuan.
"Di tunggu bapak di ruang kerja." Nizar mengangguk dan bergegas keluar kamar untuk segera menemui sang papa.
Nizar mengetuk ruangan kerja Pramono lalu segera masuk setelah mendengar suara sang papa memintanya untuk segera masuk.
"Papa panggil aku?" tanya Nizar saat berhadapan dengan Pramono.
"Kamu tahu papa mau akusisi perusahaan penerbitan kan?" Nizar mengangguk, papanya yang selalu perfeksionis ini memang sedang mengincar salah satu perusahaan penerbit buku yang terkenal di Indonesia.
"Luangkan waktu untuk melakukan pengecekan kesana."
Nizar mengangguk "Baik pa," ucap Nizar tanpa bantahan. Nizar belum beranjak sebab sang papa yang belum memintanya pergi, hingga suara Pramono kembali terdengar, dan Nizar mendongak dengan mata mendatar sempurna.
"Akhir pekan ini, kosongkan jadwal kamu, temani putri Pak Bagas makan malam."