"Bagaimana rasanya jatuh cinta dengan wali yang ditugaskan oleh ayah saya?"
Amara yang muda dan cantik memiliki kehidupan yang bahagia dan sempurna; ia dicintai oleh orang tuanya, sukses dalam studinya, dan telah menjadi direktur perusahaan sejak usia sembilan belas tahun.
Namun, di balik permukaan yang di irikan semua orang itu, ada sesuatu yang membuatnya sedih. Melihat pria yang dikaguminya sejak kecil menikah dengan wanita lain, Amara yang sombong hampir tidak bisa menyembunyikan rasa sakit dan kesedihan di hatinya.
Di sisi lain, Akmal yang tahu dirinya tidak boleh jatuh cinta, namun tanpa sadar dirinya terus memperhatikan Amara. Saat melihat Amara bersama pria lain, ia peduli dan cemburu...
Akankah roda takdir menuntun keduanya untuk saling mencintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus memilih
"Ngomong-ngomong kenapa kali ini bunga beneran." Ucap Amara sambil mengambil buket bunga di atas mejanya.
"Ngak tau, tanya aja sendiri." Jawab Evan acuh tak acuh.
"Ish, kamu itu sebenarnya kerja untuk dia atau aku." Kesal Amara sambil melirik Evan sinis.
"Siapa saja yang mau membayar ku lebih tinggi."
"Mata duitan, kepercayaan mu ternyata bisa dibeli dengan uang." Ketus Amara sambil duduk di kursinya.
Brak
Keduanya menatap Akmal yang masuk tiba-tiba, pria itu menatap Evan dengan tatapan tak biasa.
"Siapa dia," Gumamnya dalam hati, namun karena ada yang lebih penting Akmal tidak peduli ia mendekati Amara yang sudah sibuk dengan berkasnya.
"Amara, aku ingin bicara." Katanya sambil berdiri di sisi Amara duduk.
"Bicara saja, aku masih bisa mendengar." Jawab Amara santai tanpa mengalihkan tatapannya dari berkas yang ia pegang.
Ehem
Akmal berdehem sambil melirik Evan, ia tidak mungkin bicara masalah pribadi didepan orang asing seperti Evan bukan.
Evan yang mengerti hanya diam, namun ia memilih pergi sebelum diusir langsung.
Setelah Evan pergi Akmal langsung meraih tangan Amara dan menggenggamnya, membuat Amara mau tidak mau menatap wajah Akmal yang menatapnya penuh kerinduan.
"Maaf aku untuk masalah pribadi kita, kedepannya aku akan lebih profesional lagi." Jelasnya dengan tatapan sendu.
"Kalian begitu dekat bukan," Tanya Amara yang tanpa ragu di angguki oleh Akmal.
"Biar bagaimanapun Astrid tidak memiliki siapapun, hanya aku yang ia kenal." Katanya tanpa ada rasa bersalah jika ucapanya bisa menyakiti perasaan wanita didepanya.
Amara hanya mengangguk, "Kalau begitu nikahi saja dia, dengan begitu kamu bisa leluasa bertanggung jawab penuh atas mereka." Katanya dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Akmal membelalakan. "Kamu bicara apa Amara, aku tidak mungkin-"
"Kenapa tidak mungkin!" Amara berdiri dari duduknya melepaskan genggaman tangannya dan berjalan menuju jendela kaca besar yang memperlihatkan bangunan gedung tinggi.
"Selama ini aku hanya diam bukan berarti aku tidak merasa cemburu atau sakit hati, kamu tidak mengerti bagaimana sebuah hubungan yang selalu direcoki bahkan kamu sendiri merasa biasa saja membantunya, aku yakin Tante Astrid ingin memiliki mu."
"Amara! kamu hanya salah paham, kami tidak memiliki hubungan apapun setelah perceraian itu, aku hanya ingin membantunya saja tidak lebih." Akmal berdiri di belakang Amara ia peluk wanita itu yang sejak tadi menahan tangis.
"Kamu kasihan dengan mereka, tapi Tante Astrid dan Kayla tidak kasihan dengan hubungan kita."
"Sayang, kamu terlalu berpikir jauh, Astrid tidak mungkin seperti itu."
Amara tersenyum getir, "Ya dia itu wanita baik di mata mu, maka dari itu nikahi dia dan aku tidak akan sakit hati setiap waktu saat mereka selalu menganggu dimana saat kita bersama."
Amara melepaskan tangan Akmal yang melingkar di perutnya, ia meninggalkan Akmal dengan wajah bercucuran air mata, sejak tadi ia menahan tangisnya.
"Amara, sayang!" Akmal mengejar Amara yang sedang marah, tidak bisanya Amara begini Amara adalah gadis yang sangat pengertian, mungkin karena ia telat datang makanya dia marah. Pikir Akmal.
Menuju lift dan pergi ke rooftop Amara mengusap air matanya yang terus mengalir, tidak pernah ia menangis hanya karena masalah seperti ini, namun saat melihatnya langsung kok hatinya begitu sakit. jika dirinya di Aussie mungkin tidak ada kata menangis untuknya.
"Sebenarnya dia itu bodoh atau apa, begitu mudah di bodohi." Kesalnya sambil memijit hidungnya yang tiba-tiba mampet.
"Om Papa benar, aku tidak akan bahagia jika terus begini, Akmal harus bisa memilih." Katanya lagi sambil menatap lurus.
*
*
Fiks deh, Amara belum punya nama pajang, soalnya kalau ijab kabul kan kudu nyebut nama panjang 🤭
menunggu lama ternyata dpt bekas siapa tuh
akhirnya jika org yg berjuang tk mu menyerah maka kamu sendiri yg mengalami penyesalan