Laura, adalah seorang menantu yang harus menerima perlakuan kasar dari suami dan mertuanya.
Suaminya, Andre, kerap bertangan kasar padanya setiap kali ada masalah dalam rumah tangganya, yang dipicu oleh ulah mertua dan adik iparnya.
Hingga disuatu waktu kesabarannya habis. Laura membalaskan sakit hatinya akibat diselingkuhi oleh Andre. Laura menjual rumah mereka dan beberapa lahan tanah yang surat- suratnya dia temukan secara kebetulan di dalam laci. Lalu laura minggat bersama anak tunggalnya, Bobby.
Bagaimana kisah Laura di tempat baru? Juga Andre dan Ibunya sepeninggal Laura?
Yuk, kupas abis kisahnya dalam novel ini.
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab, 32. Resah yang menyergap.
"Pegang tanganku saat rasa ini limbung karena masa lalu. Kangan biarkan jalan ini kususuri sendiri. Karena hati ini adalah milikmu. Biarlah luka itu bersama kita hapuskan."
Laura terbangun dari mimpinya yang melelahkan dan membuat sekujur tubuhnya gemetar. Dia melirik Mark yang yang tertidur pulas disisinya.
Hawa dingin menyergap seluruh ruang hatinya. Ada rasa khawatir yang begitu mencekam saat Laura ingat akan mimpinya itu.
Apakah mimpi itu pertanda buruk? Ataukah karena kejadian semalam terbawa ke dalam mimpinya? Mimpi adalah bunga tidur, kata banyak orang.
Tapi jika mimpi itu terasa membekas dihati, apakah mimpi itu tidak membawa makna apa-apa? Terkadang orang malah bilang, mimpi itu isyarat yang akan terjadi kepada sipemimpi atau orang yang dimimpikan.
Laura meraih jaket hodienya, merapatkan tangannya didada mencoba mengusir dingin.
Masih jam 5:00. Matahari juga masih enggan memancarkan sinarnya. Hembusan angin berlomba masuk lewat kisi-kisi jendela saat Laura menyingkap tirai
Di luar masih sepi, kabut pagi juga masih pekat, meski di luar sudah terdengar aktifitas orang. Kesibukan rutin memulai hari.
Udara dingin dan kabut yang masih berarak tidak menyurutkan langkah beberapa orang lari pagi. Mungkin parq penghuni penginapan ini, yang mencoba membakar kalori.
Laura memalingkan wajahnya ke tempat tidur. Dengkur halus suaminya masih terdengar. Tidurnya begitu damai seperti posisi bayi dalam kandungan.
Laura menarik selimut hingga batas leher suaminya. Sebenarnya dia ingin membangunkan Mark, mengajaknya lari pagi untuk menghalau hawa dingin.
Tapi urung dia lakukan, moodnya seolah terbang. Kejadian semalam dimana dia melihat betapa reaksi suaminya saat bertemu Arumi, istrinya yang telah disangka meninggal. Mau tidak mau menyisakan luka dihatinya. Meski dia bisa mengerti bahwa itu adalah reaksi spontan.
Namun, saat suaminya mengabaikannya beberapa saat tanpa memberi penjelasan terlebih dahulu. Padahal dia sudah bertanya siapa yang dia lihat dan cari. Membuat sukses sebuah duri menancap dihatinya.
Ah,.... Desah hati Laura galau. Mimpi itu kembali melintasi benaknya.
Laura berdiri dipersimpangan, dia tidak tau kemana arah dan tujuannya. Tangannya menggenggam tangan Bobby erat. Diseberangnya Mark berdiri menggenggam tangan Arumi juga. Pandangan mata Laura dan Mark bersirobok. Tatapan itu dingin. Membuat senyum diwajah Laura hilang.
Mark berpaling, menatap Arumi dengan senyum sumringah. Mereka melangkah bersama.
"Mama....!" teriak sebuah suara tiba-tiba. Laura berpaling ke arah suara itu. Begitu juga Mark dan Arumi. Dari arah lain, Carry berlari dan memanggil- manggil mamanya.
Refleks, Laura membuka kedua tangannya hendak menyambut, Carry. Begitu juga Mark dan Arumi. Seketika langkah Carry terhenti. Dia bingung hendak datang pada siapa.
Carry berlari menghampiri Mark dan Arumi. Laura akhirnya berbalik langkah dengan berurai air mata. Diseretnya tangan Bobby.
"Mama, tunggu! Jangan tinggalkan, Carry. Carry mau ikut mama." teriaknya dan berlari mengejar Laura. Laura terjaga dari tidurnya. Sebelum sempat memeluk Carry.
Laura sama sekali tidak mengerti arti mimpi itu. Namun, membuatnya sedih.
Laura mengusap air bening di pipinya. Bergegas dia menuju kamar anak-anak dan mendapati Carry yang tidur nyenyak di kamarnya bersama Bobby.
Laura mengusap pucuk kepala, Carry. Membuat Carry terjaga. Dengan mata setengah terpejam, Carry menatap wajah Laura. Buru-buru Laura memalingkan wajahnya.
"Ada apa, Ma?"
"Tidak apa-apa, mama cuma mau memastikan apakah kalian sudah bangun. Eh, gak taunya masih ngorok." Laura merapikan selimut, Carry.
"He eh, cuacanya dingin, Ma. Jadi malas bangun cepat." kekeh Carry malu.
"Ya, udah. Lanjutin saja bobonya. Mama balik dulu." Laura mencium kening Carry, lalu kembali kekamarnya.
Sepeninggal Laura, Carry tercenung. Merasa aneh saja dengan perlakuan mama sambungnya.
"Mama kenapa, ya? Ah, sudahlah. Kali aja mama kengen sama aku." bisik hatinya senang atas perhatian Laura. Carry memang suka dan sayang pada Laura. Meskipun bukan ibu kandungnya . Tapi Carry bisa merasakan ketulusan Laura menyayanginya.
Carry kembali mencoba tidur, karena tidak tahan dengan cuaca dingin.
Sementara itu saat Laura kembali ke kamar dia melihat, Mark masih tertidur pulas. Tidak biasanya Mark, terlambat bangun. Biasanya dia yang lebih dulu bangun dan heboh membangunkannya.
Sepertinya suaminya terlambat bangun karena semalaman tidak bisa tidur. Pasti karena pertemuan dengan Arumi yang menyisakan banyak tanda tanya.
Akhirnya Laura memutuskan ke luar dari kamar dan jalan-jalan di pantai danau yang hanya berjarak puluhan meter dari penginapan.
Laura merasakan dinginnya pasir saat telapak kakinya menyusuri pantai. Dirapatkannya jaketnya dan tangan bersidekap di dada mencoba menghalau rasa dingin yang kian menyergap.
Laura berhenti dan memandang air danau dan deru ombaknya yang memecah di pantai. Beberapa kali, Laura menghela napas berat.
Deru ombak itu seolah seirama dengan deru hatinya yang sedang bergolak.
Jika benar dia adalah Arumi? Apa yang akan terjadi dengan rumah tangganya yang baru berusia hitungan minggu.
Mengapa dia muncul sekarang? Mengapa tidak jauh-jauh hari sebelum pernikahan mereka. Padahal Mark, menduda selama sepuluh tahun. Kenapa tidak ada titik terang atas kematian Arumi?
Mengapa ada kekeliruan seperti ini. Bukankah jika kematian seseorang terasa janggal apalagi karena kecelakaan polisi akan menyelidikinya dulu. Korban akan di visum biar tidak ada kekeliruan saat dikembalikan pada keluarganya? Berpuluh tanya berkecamuk didada Laura.
Tiba-tiba, sebuah sentuhan mendarat di bahu Laura. Hampir saja Laura menjerit jika tidak mendengar suara berat, Mark.
"Ma, ngapain disini. Anginnya kuat, nanti alergi lagi. Badannya biluran." Mark merengkuh tubuh Laura dari samping. Laura melihat sekilas, dia tidak mau matanya terperangkap oleh suaminya.
"Mama suka dengar deburan ombaknya, Pa," ucap Laura lirih.
"Dari kamar juga jelas terdengar. Kenapa harus menyiksa diri menahan dingin. Lihat tuh bibirnya udah membiru." Tangan Mark membingkai wajah Laura, yang dingin.
Bibir istrinya nampak menggigil, suara giginya yang gemeletuk jelas sekali terdengar. Entah sudah berapa lama istrinya berada di pantai ini terpapar angin.
Saat ngomong saja napas mereka terlihat, membentuk asap. Kenapa istrinya malah nekad keluar hanya untuk sekedar mendengar suara ombak? Dengan pakaian seadannya, pula!
"Ma, ayo masuk. Udaranya terlalu dingin." Laura menurut saja saat suaminya menuntunnya kembali ke penginapan.
Setiba di kamar, Mark mengambil selimut. Membungkus Laura agar hawa dingin itu hilang. Mark juga menggosok- gosokkan telapak tanganya, dan menempelkannya ke wajah, Laura.
Melihat perhatian Mark, Laura terharu. Tanpa sadar bulir bening jatuh dipipinya.
"Mama kenapa malah nangis? Ada apa sayang?" Mark kaget dengan sikap Laura. Mark, memeluk istrinya dengan benak dipenuhi tanya. Mendapatkan perlakuan lembut itu, membuat tangis Laura makin sesak.
"Sayang, ada apa? Kenapa kamu tiba- tiba berubah seperti ini?" Mark mengurai pelukannya. Menatap Laura penuh selidik.
"Aku takut. Aku takut Papa akan meninggalkan Mama." Tangis Laura makin pecah. Membuat Mark makin panik.
"Kenapa Papa meninggalkan, Mama. Aduh, pikiran buruk apa yang telah merasuki hati, Mama? Karena Arumi,ya?" Laura menganggukkan kepalanya. Air mata makin membanjir diwajah oval itu.
"Hahaha...." tiba-tiba Mark tergelak keras. Membuat Laura heran dan kesal.
"Mama cemburu ya?" ****