Fatharani Hasya Athalia, atau biasa disapa Hasya oleh teman-temannya itu harus terjebak dengan seorang pria di sebuah lift Mall yang tiba-tiba mati.
Hasya yang terlalu panik, mencari perlindungan dan dengan beraninya dia memeluk pria tersebut.
Namun, tanpa diketahuinya, ternyata pria tersebut adalah seorang CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Hasya sendiri bekerja subagai Office Girl di perusahaan tersebut.
Pada suatu hari, Hasya tidak sengaja melihat nenek tua yang dijambret oleh pemotor saat dirinya akan pergi bekerja. Karena dari perangai dan sifatnya itu, nenek tua tersebut menyukai Hasya sampai meminta Hasya untuk selalu datang ke rumahnya saat weekend tiba.
Dari sanalah, nenek tua tersebut ingin menjodohkan cucu laki-lakinya dengan Hasya.
Akankah Hasya menerima pinangan itu? Sedangkan, cucu dari nenek tua tersebut sedang menjalin kasih bahkan sebentar lagi mereka akan bertunangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
"Aku mau berangkat kerja, Bang." ucap Hasya. Ya, yang menghubunginya adalah Haikal, kakak laki-lakinya.
"0on! Ya, pulang kerja, lah. Sekalian lo bawa makanan ke rumah!" Haikal juga sama, sebagai seorang kakak yang harus menjaga adik perempuannya, tapi Haikal samanya dengan orangtua dan keluarga besarnya yang lain. Dia tidak menyukai Hasya karena diwaktu melahirkan Hasya, Haikal juga terabaikan oleh keluarganya yang lain.
"Sorry Bang, gue lagi gak ingin pulang." Hasya menitikan air matanya mendengar ucapan Haikal. Hatinya begitu tersayat-sayat dengan ucapan yang menurutnya kasar. Dan dia pun tidak peduli lagi kalau cara bicaranya ia rubah.
"Lo, mau gue s3ret di tempat kerja lo atau meminta Papa untuk mengeluarkan paksa lo dari perusahaan itu?!" Haikal benar-benar menekannya.
Deg!
Jantungnya berdegup kencang, jangan sampai Hasya keluar dari perusahaan tempatnya bekerja apalagi keluar paksa dari perusahaan itu. Dirinya pastinya akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan lagi.
"Memangnya untuk apa abang meminta gue pulang?" akhirnya Hasya bertanya. Selama lebih dari dua tahun juga mereka tidak ada yang memintanya untuk pulang, beruntung ada bunda Dewi dan Aurel yang menjadi keluarganya.
"Ya, pentinglah...lo kan, anak pembawa sial. Jadi lo mau dibuang. Tapi harus lo tanda tangan surutnya dulu." dengan Entengnya Haikal berkata yang membuat Hasya kembali seperri menelan pil pahit dengan bulat-bulat.
Deg
Jantungnya kembali berdenyut perih. Hasya berpikir, apa benar, dia mau dibuang begitu saja sampai-sampai dia harus tanda tangan segala?
"Oke, gue pulang." jawab Hasya mantap. Dia ingin tahu, apa benar keluarganya itu akan membuangnya.
"Lo gak nangis-nangis seperti tahun-tahun lalu?" ya, dulu Hasya memang sempat berontak saat pengusiran terjadi. Tapi setelah bunda Dewi menguatkan, dia sudah terbiasa lagi walaupun tetap harus tertatih untuk menghidupi dirinya sendiri.
"Gue lebih bersyukur." jawabnya dengan suara yang mulai bergetar.
"Lo, benar-benar ya..."
"Kalian juga memangnya menghargai gue? Gue yang gak tahu apa-apa juga kalian benci. Lalu sekarang gue harus mengemis-ngemis lagi? Cukup untuk gue selama ini! Dan terimakasih atas apa yang sudah kalian lakukan ke gue, termasuk menyekolahkan gue sampai SMA dan terimaksih juga untuk Mama yang sudah menunggu kehadiran gue walaupun akhirnya gue dibenci dan dibuang sama kalian!" suara Hasya tercekat di tenggorokan. Dia sudah tidak ingin peduli lagi dengan keluarganya, tapi kenapa Haikal harus menghubunginya.
Hasya menarik napasnya panjang, kemudian dia menghembuskannya perlahan untuk mengurangi sesaknya di dada. "Udah dulu ya, gue mau siap-siap kerja dulu." Hasya lebih baik mengakhiri panggilannya dari pada dia harus menangis di rumah orang lain.
"Jangan lupa lo pulang." ucap Haikal lagi.
Tut
Hasya langsung mematikan panggilannya. Hatinya benar-benar terasa sakit mendapatkan perlakuan begitu dari Haikal. "Apa kalian benar-benar ingin membuangku? Sebegitu benci kah kalian sama aku? Ya Tuhan... Apa salahku, sehingga mereka membenci aku begini? Jika memang akhirnya akan begini, kenapa gak sekalian dibuang aja saat aku masih di dalam perut. Kenapa harus diperjuangkan sampai besar begini?" ingin sekali Hasya berteriak, tapi ia sadar kalau sekarang dia sedang berada di mana.
Tok tok tok
Hasya terperanjat, dia langsung mengusap air matanya dengan kasar.
"Hasya, kamu sudah bangun?" hanya basa-basi karena sebenarnya Bara sudah mendengar semua percakapan Hasya dengan Haikal.
"Ya, pak. Sudah. Tapi saya belum mandi." jawab Hasya. Dia mencoba untuk menghapus air matanya terlebih dahulu supaya Bara tidak mencurigainya. Dia membukakan pintunya dan menatap Bara yang sudah rapi.
"Kamu mandi saja dulu. Ini bajunya." Bara menyerahkan satu pasang baju seragam Office Girl di kantornya.
"Baju siapa?" kening Hasya berkerut.
"Baju kamu lah, saya ambilkan yang baru, tapi sudah dilaundry."
Hasya terbelalak mendengarnya. "Sudah di laundry? Kapan dilaundrynya?" Lalu Hasya menatap baju yang dibungkus plastik khas laundry itu lamat-lamat. Kemudian ia kembali menatap Bara. "Kenapa bapak repot-repot?" tanyanya.
"Kenapa panggilannya berubah lagi? Saya gak merasa direpotkan karena yang mengerjakan juga bukan saya."
"Entah, Pak. Ya sudah terimakasih banyak." jawab Hasya. Ia menunduk karena merasa tidak enak hati sudah banyak merepotkan.
"Em...." Bara hanya berdehem dan diam memerhatikan Hasya yang dari tadi hanya memainkan jarinya.
"Em... Pak." Hasya mendongak, menatap Bara yang ternyata sedang menatap ke arahnya. Mengetahui itu, Hasya kembali menundukkan kepalanya.
"Mau bicara apa? Silahkan." ucap Bara dengan tatapan tidak lepas dari wajah Hasya yang menurutnya cantik alami tanpa riasan make up.
"Em... Saya mau berterimakasih atas semuanya." Bara mengernyitkan dahinya.
"Tapi, saya juga mohon maaf sebelumnya. Saya minta kepada bapak untuk tidak mempelakukan saya seperti ini terus-menerus. Karena saya bukan siapa-siapa bapak. Dan saya juga tidak ingin dikatakan sebagai orang ketiga diantara hubungan bapak dengan Nona Laura. Saya ingin hidup damai dan tidak terlibat dengan hal yang bisa saja menjerat saya. Saya tidak ingin hal itu terjadi karena saya tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini. Saya mohon, bapak mengerti dengan keadaan saya." ucap Hasya berterus terang. Ia mencoba untuk tegar menghadapi semua yang terjadi kepadanya.
"Ada masalah apa?"
"Mohon maaf, Pak. Saya tidak bisa menjawabnya, karena itu masalah keluarga besar saya." jawab Hasya. Dia tidak mungkin menceritakan detail masalahnya kepada Bara yang bukan siapa-siapanya.
"Terimakasih banyak juga sebelumnya, Pak. Tapi saya tidak ingin terlibat dalam kehidupan bapak, mengingat, bapak ini sedang mempunyai hubungan denga Nona Laura. Bagi saya, masalah dengan keluarga saya sudah cukup dan saya tidak ingin menambah masalah lagi dengan menjadi orang ke tiga diantara kalian."
"Baik kalau begitu. Sekarang bersiap dulu. Sarapannya sebentar lagi sampai." Hasya kembali mendongak, menatap Bara sekilas, lalu ai kembali menundukan kepalanya.
"Terimakasih atas pengertiannya." Bara hanya mengangguk dan membiarkan Hasya untuk bersiap.
"Di kantor tetap bekerja di rungan saya." ucap Bara. Setelah ia menghabiskan sarapannya.
"Baik, Tuan. Saya akan lakukan itu karena itu pekerjaan saya." jawab Hasya. "Saya cuci dulu piringnya." Hasya mengambil piring kotor di depannya. Bekas dieinya sarapan dan juga Bara.
"Biarkan saja, nanti ada orang yang membersihkan." ucap Bara.
"Tidak masalah, Pak." Hasya melanjutkan cuci piringnya. Setelah itu ia mengambil tas nya dan siap untuk bekerja.
"Masuk!" Bara meminta Hasya untuk masuk ke dalam mobilnya.
"Saya akan naik angkot di depan, Pak."
"Kamu akan kesiangan lagi, Hasya."
Hasya mengerjapkan matanya dan itu membuat Bara melongo. Karena saat Hasya mengerjapkan
matanya, sangat menggemaskan menurut Bara.
"Tapi..."
"Jangan membantah!" lagi-lagi Hasya tidak bisa menghindarinya. Dia tidàk bisa lepas dari Bara.
***
Tut tut tut
"Hasya, lo kemana?"
Bersambung
tetap semangat terus thorr
tetap semangat terus thorr