Di sebuah sekolah yang lebih mirip medan pertarungan daripada tempat belajar, Nana Aoi—putri dari seorang ketua Yakuza—harus menghadapi kenyataan pahit. Cintanya kepada Yuki Kaze, seorang pria yang telah mengisi hatinya, berubah menjadi rasa sakit saat ingatan Yuki menghilang.
Demi mempertahankan Yuki di sisinya, Ayaka Ito, seorang gadis yang juga mencintainya, mengambil kesempatan atas amnesia Yuki. Ayaka bukan hanya sekadar rival cinta bagi Nana, tapi juga seseorang yang mendapat tugas dari ayah Nana sendiri untuk melindunginya. Dengan posisi yang sulit, Ayaka menikmati setiap momen bersama Yuki, sementara Nana harus menanggung luka di hatinya.
Di sisi lain, Yuna dan Yui tetap setia menemani Nana, memberikan dukungan di tengah keterpurukannya. Namun, keadaan semakin memburuk ketika Nana harus menghadapi duel brutal melawan Kexin Yue, pemimpin kelas dua. Kekalahan Nana dari Kexin membuatnya terluka parah, dan ia pun harus dirawat di rumah sakit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ibadurahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Sepanjang perjalanan dari kontrakan hingga sekolah, Nana terus menggandeng tangan Yuki, ia merasa heran dengan perubahan gadis yang ada di sampingnya. Nana yang judes, Nana dingin, Nana yang di takuti, kini telah hilang, Yuki hanya melihat sebagai sosok gadis yang manja. Begitu sampai di depan sekolah, Yuki langsung mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Nana.
“Eh, lepasin tangan gue.”
Bukannya melepaskan, Nana justru mempererat genggamannya, menarik Yuki lebih dekat. Mereka berjalan di koridor sekolah, membuat semua mata tertuju pada mereka. Sementara itu, Yuki berusaha menahan rasa malu, apalagi dengan tatapan murid-murid yang berbisik-bisik di sekitarnya.
Di depan kelas 1B, Yuna melihat mereka dari jauh juga terkejut dan nerasa jijik. “Dih, jijik banget, pake acara gandengan tangan segala,” gumamnya dengan ekspresi jelek.
Sementara itu, Kazuya, yang sedang berdiri di depan kelas 1A, hanya bisa menatap iri ke arah Yuki.
Saat mereka melewati Yuna, Nana akhirnya melepaskan genggaman tangannya dari Yuki dan berhenti di sana. Yuki ahirnya merasa lega, ia terus berjalan menuju kelasnya tanpa berkata apa-apa.
Di depan kelas 1C, Naoki dan Keisuke sudah berdiri, menunggu Yuki. Begitu melihatnya, Keisuke langsung menyeringai, menepuk bahu Yuki dengan ekspresi penasaran. “Eh, lu pacaran sama Nana?” tanyanya.
Yuki mengangkat bahu, tampak malas menjawab. “Entahlah.”
Naoki memiringkan kepalanya, lalu tanpa peringatan, menarik Yuki masuk ke dalam kelas. Keisuke mengikuti dari belakang. Mereka bertiga duduk di lantai belakang kelas, tempat biasa mereka nongkrong diam-diam.Naoki mendekatkan wajahnya ke Yuki, berbisik dengan nada serius. “Lu udah tahu siapa ayahnya Nana?”
Yuki mengangguk tanpa ragu. Mata Naoki dan Keisuke langsung membulat, jelas mereka terkejut. Meraka tau Nana adalah anak dari ketua Yakuza.
“Lu nggak takut kalau ayahnya tahu anaknya pacaran sama lu?” tanya Keisuke, masih setengah tidak percaya. Yuki menyandarkan punggungnya ke tembok, lalu menjawab santai, “Dia tahu.”
Keisuke dan Naoki membeku. Seakan tidak percaya, Ayahnya Nana tau hubungan Yuki dan Nana, Wajah mereka mengerut jelek, seolah baru saja mendengar hal paling mengerikan di dunia.
“Anjir, Lu kok masih hidup?!” kata Keisuke dengan nada setengah panik.
Yuki hanya tertawa kecil, menikmati reaksi berlebihan teman-temannya. “Kalian ini terlalu ngurusin urusan gue, tau nggak?” katanya.
Naoki mendengus, masih penasaran. “Gua penasaran anjir! Gimana ceritanya lu bisa hubungan dengan Nana yang bahkan, ayahnya Nana tau hubungan kalian?!”
Yuki hanya tersenyum miring, lalu berdiri. “Nanti gua cerita.”
Keisuke dan Naoki saling pandang, masih tak percaya, tapi mereka membiarkan Yuki duduk di bangkunya tanpa mendesaknya lebih lanjut.
Sementara itu, di depan kelas 1B, Nana dan Yuna masih berdiri disana. Yuna menyilangkan tangan, memandangi Nana dengan tatapan penuh selidik. “Lu jadian sama Yuki?” tanyanya to the point.
Nana mengangkat bahu, tampak malas menjawab. “Gak tau, belum jelas.”
Yuna mengerutkan kening. “Lah, tadi lu gandengan tangan segala?”
Nana tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke telinga Yuna, lalu berbisik pelan. “Gua udah dipake sama Yuki.”
Yuna langsung menjauh, menatap Nana dengan ekspresi setengah kaget, setengah geli. “EH?! Lu masih kelas 1, anjir!”
Nana mengangkat bahu, wajahnya santai seolah hal itu bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan. “Bodo amat. Daripada gua keduluan sama si jablay Ayaka.”
Yuna menghela napas panjang, menatap Nana dengan ekspresi setengah kesal, setengah tidak percaya. “Terserah lu ajalah.”
Nana menyeringai, lalu melirik Yuna dengan tatapan menggoda. “Lu cemburu ya?” godanya.
Yuna mendecak kesal. “Taik lu. Bilang nggak suka sama Yuki, tapi ujung-ujungnya dipake juga.”
Nana tertawa kecil, lalu dengan nada bercanda berkata, “Kalau lu mau, lu boleh pinjem dia.”
Yuna langsung meringis jijik.“Ih, najis. Bekas lu.”
Nana hanya tertawa semakin keras, menikmati reaksi Yuna yang terlihat sedikit risih. Saat itu, bel masuk berbunyi, menandakan jam pelajaran akan segera dimulai. Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka masuk ke kelas masing-masing.
**
Saat Jam istirahat tiba. Yuki, Keisuke, dan Naoki pergi ke kantin bersama, mencari tempat duduk di sudut yang agak sepi. Keisuke, yang masih penasaran sejak tadi pagi, tidak bisa menahan diri lagi. “Oi, jadi gimana ceritanya? Lu bisa dekat dengan Nana?” tanyanya sambil menyendok makanannya.
Yuki mengangguk santai, lalu mulai menceritakan pengalaman gilanya, diculik, dibawa ke markas Yakuza, dan bertarung satu lawan satu dengan seorang anggota mereka. Naoki dan Keisuke yang awalnya santai, kini membeku. “Serius lu ngalahin Yakuza?!” seru Naoki, hampir berteriak. Tanpa ragu, Keisuke menepuk kepala Naoki, membuatnya meringis kesakitan. “Pelan-pelan, anjir ngomongnya ?” omel Keisuke sambil melirik ke sekitar.
Naoki mengusap kepalanya, mendengus kesal. “Ya sorry, kaget anjir!”
Yuki hanya tertawa kecil, menikmati ekspresi keterkejutan mereka.
Sementara itu, di kelas 1F, seorang gadis tampak gelisah. Yui duduk di bangkunya, tangannya mengepal erat, matanya tajam menatap kosong ke depan. Sejak pagi tadi, berita tentang kedekatan Nana dan Yuki sudah menyebar di sekolah. Dan itu membuatnya jengkel. Yui menyukai Yuki, meskipun selama ini ia tak pernah berani mengatakannya. Tiba-tiba, suara dingin dan penuh ejekan terdengar di dekatnya.
“Lemah.”
Yui menoleh tajam. Di sampingnya, seorang siswa bersandar di jendela dengan tangan terlipat.
“Kai Takashi?”
Kai Takashi adalah pemimpin kelas 1G, orang paling ditakuti di angkatan mereka. Sangat bengis. Sangat kejam. Tidak segan membunuh musuhnya. Bahkan Nana, yang dikenal tak kenal takut, tidak sembarangan menantangnya.
Yui menjadi lebih waspada. “Mau apa lu ke sini?” tanyanya hati-hati.
Kai menatap Yui dengan ekspresi datar, seolah bisa membaca isi hatinya. “Lu menyukai anak baru itu, kan?”
Yui terdiam sesaat, ekspresi wajahnya berubah, sedikit terkejut karena Kai dapat menebaknya dengan mudah.
"Sekarang dia pacaran sama Nana.” ucap Kai.
Yui menggigit bibirnya, tidak menyangkal. Kai tersenyum kecil, tatapannya tajam dan penuh arti.
“Bagaimana lu tahu, gue suka sama Yuki?” tanya Yui akhirnya.
Kai melipat tangannya, menyandarkan tubuhnya, lalu menjawab santai. “Waktu di belakang sekolah, lu langsung narik dia menjauh dari kami. Itu udah cukup buat buktiin kalau lu tertarik sama dia.”
Yui mengingat kembali kejadian itu, saat Yuki tidak sengaja masuk ke area tongkrongan anak kelas 1G, dan Yui langsung menariknya pergi sebelum sesuatu terjadi. “Lalu apa mau lu?” tanya Yui, suaranya dingin dan tajam.
Kai menyeringai, matanya berkilat penuh niat tersembunyi. “Hancurkan mereka.”
Yui mengernyit, tidak langsung mengerti maksudnya.
Kai melanjutkan dengan nada santai, seolah ini bukan sesuatu yang besar. “Selama ini gua gak pernah peduli sama anak-anak 1C karena ada Nana di sana.”
Yui melihat sesuatu dalam tatapan Kai, sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya. “Lu menyukai Nana?” tanyanya tajam.
Kai tidak menjawab, hanya tersenyum samar. “Karena itu, sekalian aja hancurkan mereka.” lanjutnya.
Yui terdiam beberapa saat, otaknya berpikir cepat. Kai ingin memanfaatkan situasi ini, mungkin karena persaingan antara Nana dan dirinya, atau mungkin karena dia merasa cemburu. Tapi ada satu hal yang harus dipastikan Yui. “Gue gak mau kalau Yuki sampai terbunuh.” katanya dengan nada tegas.
Kai mencibir, seolah mengejek kepolosan Yui. “Bodoh. Dia milih Nana, tapi lu masih peduli sama dia?”
Yui menggigit bibirnya. Itu benar. Yuki sudah memilih Nana.Dan di saat itu juga, ada sesuatu dalam dirinya yang retak. Setelah beberapa detik hening, Yui akhirnya mengambil keputusan. “Baiklah... Gua ikut dengan lu.”
Kai tersenyum puas. "Pilihan tepat".