Gendhis harus merelakan pernikahan mereka berakhir karena menganggap Raka tidak pernah mencintainya. Wanita itu menggugat cerai Raka diam-diam dan pergi begitu saja. Raka yang ditinggalkan oleh Gendhis baru menyadari perasaannya ketika istrinya itu pergi. Dengan berbagai cara dia berusaha agar tidak ada perceraian.
"Cinta kita belum usai, Gendhis. Aku akan mencarimu, ke ujung dunia sekali pun," gumam Raka.
Akankah mereka bersatu kembali?
NB : Baca dengan lompat bab dan memberikan rating di bawah 5 saya block ya. Jangan baca karya saya kalau cuma mau rating kecil. Tulis novel sendiri!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
POV Raka
.
.
"Apa lagi yang kamu inginkan? Bukankah tidak ada yang dimulai di antara kita!" Gendhis mendorongku sekuat tenaga.
Aku tidak ingin memaksanya, hingga aku memilih untuk mendengarkan ucapannya. Amarah sepertinya menguasai diri Gendhis. Tanpa sadar, dia mengelus perutnya yang masih rata.
"Tolong pergilah, aku sudah mengurus perceraian kita. Kamu bisa dengan tenang mengejar Silvia. Itu pun bila Silvia ingin meninggalkan keluarganya,"ucap Gendhis dengan sinis.
Wanita di depanku ini sangat berbeda dengan istriku yang telah menemaniku selama dua tahun. Pandangannya begitu tajam dan menusuk relung hatiku.Tidak pernah aku menyangka kalau hubungan kami akan berakhir seperti ini.
Aku memandang sendu Gendhis, wanita yang telah aku sakiti begitu dalam. Aku menatap Gendhis yang mengusap perutnya. Aku khawatir dengan keadaannya. Takut kalau hal yang telah aku lakukan padanya membuatnya terkejut.
"Apa terjadi sesuatu padamu, perutmu sakit, Sayang?" tanyaku menatap Gendhis.
"Itu bukan urusanmu, tidak perlu kamu tanya keadaanku. Hentikan memanggilku dengan panggilan sayang. Semua sudah berakhir, aku sudah mengurus perceraian kita. Mungkin panggilan sidang akan segera dikirim ke rumahmu. Jadi, aku berharap agar kamu tidak perlu repot-repot bertemu denganku karena tidak ada artinya," jawab Gendhis.
Aku menggeleng kemudian menggenggam tangan Gendhis. Aku memutuskan untuk bersikap egois dengan terus mengikat wanita itu pada pernikahan ini. Aku berjanji pada diriku sendiri kalau aku akan berubah.
"Maafkan aku, Dhis. Aku sudah menyadari betapa berartinya dirimu untukku. Aku tidak ingin pernikahan kita berakhir. Tolonglah, demi bayi yang ada dalam kandunganmu," ucapku memohon pada Gendhis.
Mata Gendhis membelalak, dia begitu terkejut mendengar ucapanku. Sepertinya, dia berniat untuk menyembunyikan kehamilannya dariku. Tidak akan aku biarkan itu terjadi, dia dan bayinya adalah milikku.
Egois, ya aku akan bersikap egois demi keutuhan rumah tangga kami. Gendhis dan bayi kami harus terus bersama. Anakku harus merasakan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya.
"Dari mana kamu tahu kalau aku..."
"Tentu aku tahu kehamilanmu, Gendhis. Aku merasakan apa yang kamu alami, Dhis. Aku mengalami kehamilan simpatik karena itulah aku mengetahui kalau kamu hamil. Tolong maafkan semua kesalahanku, Dhis. Aku ingin memperbaiki pernikahan kita," tukasku.
Gendhis menggeleng, dia tidak mempedulikan ucapanku. "Aku tidak peduli apa yang kamu rasakan. Lebih baik kamu pergi dari sini, aku membutuhkan ketenangan untuk melalui masa kehamilanku. Tidak ada yang perlu diperbaiki dalam pernikahan kita. Dari awal, pernikahan ini tidak berarti untukmu," ujar Gendhis kemudian berjalan melewatiku begitu saja.
Aku tidak menyerah sampai situ saja, tidak setelah aku menemukan keberadaan istriku.Suka atau tidak suka. Gendhis seharusnya memberikan kesempatan kedua padaku.
"Kamu begitu egois,Dhis! Kamu membiarkan anak kita akan terlahir tanpa ayahnya.Setega itukah kamu padaku memisahkan aku dengan anak kita!" tukasku memancing emosi Gendhis.
"Ini anakku! Hanya anakku, kamu tidak berhak atas dirinya. Kamulah yang egois dengan menikahiku. Cukup sudah pernikahan tanpa cinta yang aku rasakan. Anakku tidak perlu merasakan betapa dinginnya sikapmu. Sebenarnya apa yang kamu inginkan?" tanya Gendhis dengan berapi-api.
Aku terdiam belum bisa menerima kalau Gendhis berubah sangat drastis. Bahkan, Silvia yang dicampakkan oleh James dapat luluh dengan cepat ketika James datang dan menyatakan perasaannya.
Mata Gendhis menyiratkan kekecewaan yang mendalam. Aku tahu, saat aku mengikatnya dengan pernikahan seharusnya aku melupakan Silvia. Setelah dia menyerah, aku baru menyadari betapa berarti Gendhis bagi dirinya.
Wanita dihadapannya ini dengan setia mendampinginya. Menjadi penyembuh luka, bahkan bersedia menikah walau sudah mengetahui perasaanku pada Silvia yang belum berakhir. Aku begitu menyesal atas semua yang terjadi. Aku ingin memperbaiki semuanya.
"Kamu mengikatku tapi tidak mencintaiku. Setelah aku ingin pergi dari hidupmu, kamu melarangku. Aku lelah, Raka. Aku sangat lelah dengan semua ini," ucap Gendhis dengan menitikkan air mata.
Aku memeluknya, merengkuh tubuh Gendhis dalam dekapanku. Memilih untuk diam dan menenangkan dirinya. "Maafkan aku, Sayang. Maaf, tolong berikan aku kesempatan sekali saja, Sayang," ucapku sambil membelai rambutnya yang lembut.
"Ah, perutku sakit, Mas! Aku..."
Gendhis terkulai lemah di dalam pelukanku. Seketika aku terkejut dengan keadaan Gendhis. "Sayang, bangun! Tolong bangunlah!"
Aku segera menggendong tubuh Gendhis menuju mobilku. Kehadiranku rupanya begitu membuatnya shock. Ketika aku berjalan dengan Gendhis yang ada daam gendonganku. Seorang pria yang mendekatiku dan tampak terkejut melihatku dan Gendhis.
"Siapa kamu? Apa yang terjadi pada Gendhis?" tanya pria itu.
Ternyata tidak hanya pria itu yang ada di hadapanku. Aku melihat wanita yang merupakan teman baik Gendhis menatapku dengan nyalang. Dia menghalangi langkahku yang ingin segera membawa istriku ini ke rumah sakit.
"Aku suaminya. Tolong jangan banyak bertanya, aku harus segera membawa Gendhis ke rumah sakit. Bila kalian ingin ikut, silakan," ucapku kemudian teman baik Gendhis tanpa kata membuka pintu mobilku dan membantuku meletakkan tubuh Gendhis di dalam mobil.
"Cepat jalan!"ucapnya padaku. "Pandu kamu ikuti mobil ini dari belakang, ya. Aku akan berada di mobil ini untuk menemani Gendhis," ucap wanita yang menatapku dengan pandangan tidak bersahabat.
Aku menghela napas, merasa sangat bersalah dengan kejadian ini. Tidak ingin terjadi apa pun pada Gendhis dan janin yang ada dalam kandungannya, aku memilih untuk segera melajukan mobilku.
"Bertahanlah, Sayang," gumamku sambil melirik keadaan Gendhis.
***
Bersambung...
Terima kasih telah membaca.
Ambisinya bikin otaknya jd gk waras.. mending jd ja* lang aja sekalian..