Arga, menyandang gelar casanova dingin yang tidak suka terikat hubungan, apalagi pernikahan. Maka diusianya yang sudah matang belum juga menikah.
Namun, kematian Sakti membuat dia harus menikahi Marsha. Wanita yang sedang mengandung benih milik sang adik.
Menikahi wanita yang tidak dia cintai, tidak mengubah kelakuan Arga yang seorang casanova suka bersenang-senang dengan para wanita.
Kebaikan, perhatian, dan keceriaan Marsha mengubah Arga secara perlahan sampai dia merasa tidak tertarik dengan para wanita diluar sana.
Namun, semua berakhir saat Valerie bangun dari koma panjang. Arga lebih mementingkan sang kekasih dari pada Marsha yang sedang hamil besar.
Arga merasakan penyesalan saat Marsha mengalami koma setelah melahirkan. Ketika sadar sang istri pun berubah menjadi sosok yang lain. Tanpa Arga duga Marsha kabur membawa Alva, bayi yang selama ini dia besarkan.
Akankah Arga bisa mendapatkan Marsha dan Alva kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Ayo, kita cerai!
Bab 32
Arga duduk di samping Marsha. Dia menatap sang istri dengan lembut. Digenggamnya tangan yang jauh kurusan dibandingkan dengan waktu dulu.
"Marsha, aku mohon kamu berobat di sini, ya?" rayu Arga dengan suaranya yang lembut.
Wanita itu diam saja. Menatapnya pun enggan. Seakan laki-laki yang duduk di sampingnya itu hanya manekin.
"Aku tidak mau jauh darimu dan juga Alva," lanjut Arga.
Laki-laki itu gemas sama tingkah istrinya yang sejak tadi diam saja. Rasanya dia ingin memeluk dan menangis menumpahkan perasaannya selama ini.
"Kamu masih marah sama aku? Aku setiap hari meminta maaf kepadamu. Jika itu masih kurang, aku bersedia meminta maaf kepadamu seumur hidupku," tambah Arga dengan suara yang bergetar.
Marsha masih tidak menunjukkan reaksi kepadanya. Dia tidak merasa kasihan atau iba kepada laki-laki yang menjadi suaminya ini. Selain itu dia juga tidak peduli apa pun kepadanya.
"Katakan apa yang kamu inginkan? Insha Allah akan aku penuhi keinginan kamu itu," tukas laki-laki berusia hampir 35 tahun.
"Benarkah? Untuk pertama kali Marsha mau membalas ucapan Arga.
Laki-laki itu mengangguk dengan cepat beberapa kali. Senyumnya pun mengembang.
"Ayo, kita cerai!" pinta Marsha.
Bagaikan tersambar petir, Arga diam mematung tidak bisa berkata apa-apa. Sakit, itulah yang dirasakan perasaannya saat ini. Dia tidak mau berjauhan apalagi berpisah dengan sang istri.
"Tidak mau!" Akhirnya keluar juga ucapan itu keluar dari mulutnya setelah lebih dari lima menit terdiam.
"Kenapa?" tanya Marsha dengan nada mengejek.
"I–tu, karena …." jawab Arga dengan gugup dan malu-malu.
Marsha masih melihat kearahnya dengan kesal. Sekarang wanita itu menjadi benci kepada sosok laki-laki yang pernah dia kagumi.
"Bukannya ini akan bagus untuk kamu juga untuk aku?" Marsha masih suka bicara ketus kepada laki-laki yang sudah menyakiti hatinya.
"Tidak. Pokoknya aku tidak mau berpisah dengan kamu juga dengan Alva. Kamu istriku dan Alva adalah anakku!" tegas Arga sambil memegang kedua bahu Marsha.
Wanita itu melepaskan kedua tangan Arga di bahunya. Dia merasa enggan untuk disentuh laki-laki itu.
"Istri? Anak?" Marsha senyum mengejek.
"Ingat, Alva itu bukan anak kamu! Lalu, aku … kamu bilang istri? Bukannya kamu sejak dulu tidak pernah menganggap aku sebagai istri kamu?" Marsha memang hina kepada laki-laki yang sedang terdiam terpaku, hanya bola matanya yang berkaca-kaca.
Menyesal, itu yang selalu menghantui perasaan Arga dari dulu sampai sekarang. Dia akui kalau sudah sangat keterlaluan kepada Marsha. Namun, dia tidak menyangka kalau wanita itu akan sampai sebenci dan selama ini menyimpan perasaan itu kepadanya.
"Apakah kamu benar-benar tidak bisa memaafkan kesalahan aku itu? Sungguh aku menyesal! Jika aku bisa memutar waktu aku tidak akan memperlakukan kamu seperti itu," ucap Arga dengan suara yang bergetar.
"Mungkin untuk saat ini belum bisa. Entah kalau nanti," tukas Marsha sambil memalingkan wajahnya.
Wanita itu tahu tidak baik memendam rasa benci atau dendam. Untuk dendam, dia tidak punya perasaan itu kepada Arga. Hanya benci saja yang dia rasakan untuk laki-laki itu.
"Aku tidak mau berpisah dengan Alva. Kamu dan Alva adalah separuh nyawaku. Jika kalian pergi sama saja dengan membunuh aku secara perlahan," kata Arga berharap sang istri mau memaafkan dirinya dan tetap berada di sisinya.
"Jika kamu tidak mau menceraikan aku, biar aku saja yang menggugat perceraian itu," tutur Marsha lalu membaringkan dirinya karena tidak mau berdebat lagi.
Jika Arga masih bersikap seperti dulu, sekarang pasti dengan tidak tahu malu akan ikut berbaring di samping Marsha. Namun, saat ini dia sudah kembali menerapkan adab dan etika. Jadi, saat Marsha membaringkan badannya, dia pun turun dari brankar itu lalu duduk di sampingnya.
Mungkin karena sudah kebiasaan selama dua tahun ini, Arga mengusap-usap kepala Marsha agar cepat tidur. Selain itu tangan kurus sang istri juga dia genggam dengan lembut.
Awalnya Marsha hendak protes, tetapi akhirnya dia memilih membiarkan saja Arga berbuat semaunya. Tanpa wanita itu sadari sudah jatuh ke alam mimpi, padahal baru lima menit sang suami melakukan hal itu.
***
Pagi hari Arga pulang ke apartemen karena akan ada pertemuan dengan presiden direktur dari perusahaan tempat dia bekerja. Dia pun menyempatkan diri untuk mandikan dan menyuapi Alva. Bocah itu bukan tipe anak yang suka penuh drama ketika mandi atau makan. Sang anak justru suka menuruti apa yang diminta atau di suruh kepadanya.
"Alhamdulillah sudah selesai makan. Mau mau di apartemen atau menjenguk Bunda?" tanya Arga kepada Alva.
Tentu saja bocah itu akan memilih menemui Bundanya. Alva sangat suka sekali saat bersama dengan ibunya. Dia bebas mengatakan apa pun atau makan yang dia mau.
Saat Arga sampai ke parkiran rumah sakit dia bertemu dengan Valerie. Wanita itu pun berlari ke arahnya dengan senyuman lebar. Terlihat jelas sekali kalau wanita itu dalam suasana bahagia saat ini.
"Arga!" Valeri menghambur memeluk tubuh laki-laki yang sedang menuntun bocah kecil.
"Apa-apaan kamu, Valerie! Lepaskan!" perintah Arga dengan penuh amarah sambil mendorong kuat tubuh wanita itu. Dia enggan dan merasa jijik kepadanya dirinya kenapa dahulu begitu mudahnya dia jatuh ke dalam dosa zina.
"Sedang apa kamu, Arga! Jadi, kamu diam-diam berselingkuh dibelakang Marsha?"
Bagas berdiri di belakang punggung Arga. Baik laki-laki itu maupun Valerie melihat ke arah Bagas yang menatap dengan penuh kemarahan.
***
Apakah Bagas akan membawa Marsha pulang ke kampung sesuai dengan keinginannya? Bagaimana dengan Alva? Ikuti terus kisah mereka, ya!