Tutorial membuat jera pelakor? Gampang! Nikahi saja suaminya.
Tapi, niat awal Sarah yang hanya ingin membalas dendam pada Jeni yang sudah berani bermain api dengan suaminya, malah berakhir dengan jatuh cinta sungguhan pada Axel, suami dari Jeni yang di nikahinya. Bagaimana nasib Jeni setelah mengetahui kalau Sarah merebut suaminya sebagaimana dia merebut suami Sarah? Lalu akankah pernikahan Sarah dengan suami dari Jeni itu berakhir bahagia?
Ikuti kisahnya di dalam novel ini, bersiaplah untuk menghujat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lady ArgaLa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32.
Ya Allah, Jeni?" gumam Axel pelan sambil perlahan menepikan motor bututnya menuju ke arah Jeni yang berdiri diam di tepi jalan.
"Jen, kamu ngapain di sini?" tanya Axel setelah berada di hadapan Jeni, masih di atas motornya di pinggiran jalan.
Jeni yang tampak tengah melamun itu sempat tersentak kaget karnsbada seorang pria berhelm yang menegurnya. Tapi melihat motor butut yang di kendarainya tahulah kalau itu adalah Adam, mantan suaminya yang kini bernama Axel.
"Bang Adam?" cicit Jeni sambil cepat-cepat memperbaiki posisinya dan membuat kardus bekas yang dia gantungkan di dadanya dengan tulisan "open b.o".
Axel menatap Jeni miris, betapa sulit hidup perempuan itu sepertinya setelah mereka resmi berpisah.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Axel berpura tak tahu.
"Ng ... nggak ngapa-ngapain kok." Jeni berdalih sambil bersedekap dada dan berdiri angkuh.
Sama sekali tidak ingin tampak kesulitan di depan mantan suaminya itu.
Axel tersenyum kecil karena tadi sempat membaca tulisan di kardus yang di buang Jeni.
"Apa kamu lagi kesulitan? bilang aja, kalau butuh bantuan ... insyaallah Abang bisa bantu walaupun nggak banyak," ujar Axel ramah.
Walau hatinya sudah begitu sakit karna ulah Jeni, tapi sebisa mungkin Axel tidak menyimpan dendam di hatinya. Malah sebaliknya dia ingin membantu Jeni yang kini tampak sangat kesusahan walau masih di tutupinya dengan bersikap angkuh.
"Nggak! Siapa bilang aku kesulitan? kamu kali tuh yang kesulitan, motor masih butut aja, pasti juga kamu mau ke gerobak jualan kamu yang sama bututnya itu kan, Bang? iya kan? hah untung aja ya aku itu udah cerai sama kamu, jadi nggak terus terusan ikut hidup susah sama kamu." Jeni menyindir sepedas yang dia bisa.
Axel menunduk, menghela nafas besar dan tersenyum lebar.
"Yah, begitulah. Tapi setidaknya, Abang bisa lebih tenang karna nggak lagi membuat hidup kamu terkekang bukan?"
Jeni mengangkat sebelah alisnya dan menatap meremehkan pada Axel.
"Yah, baguslah kalo akhirnya kamu sadar.
"Gimana kabar orang tua kamu, Jen?"
Jeni berdecih, berusaha tampak tenang walau kini genangan air itu tampak jelas di pelupuk matanya.
"Buat apa kamu nanyain mereka,Bang? bukannya kamu udah nggak peduli lagi sama orang tua aku ya?"
Axel mendesah, memang sulit rasanya untuk menghilangkan sifat sombong dan angkuh yang tertanam dalam diri Jeni. Padahal dirinya sedang dalam kesulitan tapi masih saja berusaha untuk tampak baik-baik saja agar tidak di kasihani.
Karna tak ingin memperpanjang perdebatan, akhirnya Axel memilih merogoh kantongnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang lembaran merah dari dompet lusuhnya yang tetap dia gunakan.
"Ini buat Abah sama Emak." Axel mengangsurkan uang tersebut ke tangan Jeni, tapi Jeni malah melengos dan seolah tidak membutuhkannya walaupun sesekali matanya melirik uang itu dengan penuh harap.
"Tcih, miskin aja sok sokan mau ngasih orang tuaku kamu, Bang."
Axel tertawa kecil. "Nggak papa, Alhamdulillah kemarin ada rejeki sedikit. Jadi ini bissa ngasih buat orang tua kamu. Di terima ya."
Jeni yang masih terlalu gengsi itu malah membuang muka, namun Axel yang sudah paham akan sifat dan langsung meraih tangannya dan meletakkan gepokan uang itu di sana.
"Ya udah, Abang pamit ya. Mau ke gerai, assalamu'alaikum," ujar Axel sebelum melajukan kembali motornya menuju tempat tujuan.
"Wa'alaikumsalam, " lirih Jeni sambil menatap uang di telapak tangannya dengan mata berkaca-kaca.
"Kenapa sesal ini selalu datang terlambat sih, Bang?" desis Jeni sambil menatap jauh punggung Axel semakin mengecil dan akhirnya hilang dari pandangan.
****
Sarah berjalan terburu-buru karna pagi ini dia sudah mendapat kabar kalau Axel akan pergi ke gerai untuk mulai berjualan kembali.
Gerakannya tampak gesit karna tak sabar untuk kembali menjalankan rencananya yang sudah dia persiapkan sejak lama.
"Sarah, mau kemana?"sapa Bu Leha yang tengah menjemur pakaian di teras rumahnya.
"Eh, Bu. Ini mau ke tempat temen," sahut Sarah sambil mengenakan sepatu kets nya.
Bu Leha tampak mendekat dan berjalan menuju Sarah.
"Eh, Sarah. Terus si Bima kemaren gimana? mau dia terima syarat dari kamu?" cecar Bu Leha yang tampak sangat penasaran.
Sarah mendesah matanya lurus menatap ke depan. "Yah, pada akhirnya dia memilih mundur, Bu."
Mata Bu Leha sontak membulat sambil menutup mulutnya tak percaya.
"Hah? mundur? berarti ... dia setuju dong cerai sama kamu?"
Sarah mengangguk pelan.
"Terus yang kamu bilang mau nikah lagi itu, kamu serius?" tanya Bu Leha lagi, melanjutkan kekepoannya yang belum tuntas.
Sarah beranjak berdiri di ikuti Bu Leha yang masih belum puas bertanya.
"Sarah pergi dulu ya, Bu. Udah siang, takutnya di tungguin." Sarah beranjak menuju motornya dan memakai helm kucing biru kesayangannya.
"Yah, Sarah. Jawab dulu dong, nanggung nih." Bu Leha berusaha menahan motor sarah.
Tapi Sarah dengan senyum manisnya menepis tangan Bu Leha pelan dan dengan cepat kabur dengan motornya sebelum Bu Leha semakin merecoki paginya.
"Sarah!! Ahhh, otw part 2 deh kalo gitu," desah Bu Leha sambil berjalan masuk ke pekarangan rumahnya sendiri setelah membantu Sarah menutup pagar rumahnya yang masih terbuka.
"Huufff ... akhirnya bisa lolos," ucap Sarah mendesah panjang.
Sarah mengurangi laju motornya agar tidak terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, dan dengan santai melanjutkan perjalanan menuju ke gerai Axel.
Yah, Sarah memang mempunyai janji dengan Axel. Tentunya membahas tentang usaha Axel yang kini naik pesat berkat pertolongan Sarah melalui promosi yang dia lakukan juga karna Sarah mendaftarkan nasi gorengnya di aplikasi ojol sehingga omseet Axel semakin naik setiap harinya.
Axel yang masih belum paham akan cara mengunakan ponsel dan teknologi itupun sangat berterima kasih pada Sarah akan semua bantuannya, dan berusaha menjaga agar pertemanan mereka tetap berjalan.
"Bang!" seru Sarah sembari melepas helm dan turun dari motornya.
"Neng, udah sampe?" sahut Axel yang tampak tengah mengelap meja di dalam gerai yang kini telah di sulap menjadi ruko kecil permanen itu.
"Udah siap ya, Sarah mau nasi goreng ati ampelanya satu ya." Sarah tersenyum sambil duduk di salah satu kursi di sana.
Axel mengangguk dan mengacungkan jempolnya ke pada Sarah, kemudian gegas menuju penggorengan dan mulai meracik pesanan Sarah.
Aroma nasi goreng yang khas begitu memanjakan hidung Sarah, dan tanpa basa-basi lagi dia lekas melahap nasi goreng itu hingga habis tak bersisa.
"Laper apa doyan, Neng?" kekeh Axel sambil meletakkan segelas air putih di atas meja.
Sarah meminum air itu hingga tandas, dan bersendawa saking kenyangnya.
"Alhamdulillah, seperti biasa selalu juara Bang."
Axel berpindah duduk di hadapan Sarah, dan mulai membicarakan tentang usahanya yang rencananya akan membuka cabang kedua.
Tapi Sarah lekas menyela. "Tunggu, Bang. Sebelum kita bahas itu ada yang mau Sarah sampaikan dulu ke Abang. Dan ini penting.
Nb:( jangan komen bertele-tele, lanjutannya langsung sat set wat wet di bab selanjutnya)