Elisabet Stevani br Situmorang, tadinya, seorang mahasiswa berprestasi dan genius di kampusnya.
Namun, setelah ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi, Elisabet kecewa dan marah, demi menghibur dirinya ia setuju mengikuti ajakan temannya dan kekasihnya ke klup malam, ternyata ia melakukan kesalahan satu malam, Elisabet hamil dan kekasihnya lari dari tanggung jawab.
Karena Ayahnya malu, untuk menutupi aib keluarganya, ia membayar seorang pegawai bawahan untuk menikahi dan membawanya jauh dari ibu kota, Elisabet di kucilkan di satu desa terpencil di Sabulan di Samosir Danau toba.
Hidup bersama ibu mertua yang yang sudah tua dan ipar yang memiliki keterbelakangan mental, Elisabet sangat depresi karena keluarga dan suaminya membuangnya saat ia hamil, tetapi karena kebaikan ibu mertuanya ia bisa bertahan dan berhasil melahirkan anak yang tampan dan zenius.
Beberapa tahun kemudian, Elisabet kembali, ia mengubah indentitasnya dan penampilannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apakah Masih Ada Kesempatan?
Hilang segala rasa capek dan beban dalam hati Vani saat tiba di rumah di sambut orang-orang yang mencintai dirinya.
Nur, masih berjalan ke rumah ke teras, lalu mengintip keluar pagar, ia seperti menunggu gebetan yang ingin ngapel.
Padahal ia sedang menunggu eskrim pesanannya datang, bahkan lebel pakaian baru yang baru ia pakai masih menggantung di pakaiannya.
Saat Vani tiba di rumah, ia membawa beberapa bag belanjaan, mendapat uang transferan dari Bonar Vani selalu membelanjakannya untuk Bu Lisda dan Nur, kali ini pun seperti itu, saat menerima uang dari Bonar, ia beli untuk emas untuk Bu Lisda dan pakaian untuk Jonas.
Sebenarnya ia meminta uang dari Bonar, bukan karena ia tidak mampu menghidupi ibu mertua, Ipar dan Jonas.
Vani, hanya ingin Bonar ingat keluarga, ia tidak mau lelaki tiga puluh lima tahun itu jadi anak durhaka.
“Bou, ini coba dulu bajunya!” panggil Jonas , ia mengangkat pakaian baru yang di beli Vani.
"Mana eskrim Bou?" tanya Nur dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain. Namun, mereka semua sudah mengerti karena sudah biasa, hanya Rati si asisten rumah tangga yang butuh penerjemah jika berkomunikasi dengan Nur.
"Dia lagi di jalan, sabar ya." Jonas memperlihatkan aplikasi gofood di layar ponsel milik sang Ibu
"lihat dia sudah menuju ke sini," ujar Jonas
Sikap yang sangat berbeda dari Bonar, Jonas peduli dan sayang sama Nur, sementara Bonar adik kandung Membenci Nur.
Tanpa memperdulikan rasa malu, Nur ingin melepaskan pakaiannya di depan mereka, itulah kekurangan Nur, ia tidak memiliki rasa malu akan melepaskan pakaiannya di depan siapa saja.
“Eh, jangan di sini, mari sini bou. Rati asisten rumah tangga itu menarik tangan Nur ke balik sofa dan melepaskan pakaiannya.
Lalu ia mencoba pakaian yang baru dibeli Vani, soal pakaian, ia tidak pernah peduli, ia hanya peduli dengan makanan kesukaan. Tetapi Vani wanita yang baik, ia selalu membeli pakaian yang terbaik untuk iparnya, walau wanita itu seorang gadis yang idiot.
“Dari mana uangmu beli ini Nang,” ujar Bu Lisda meneliti cincin emas yang di berikan sang menantu.
“Jangan khawatir Ma, Bang Bonar yang memberikannya”
“Apa lagi yang diminta, kali ini?”
“Jangan pusing Ma, biarkan saja, yang penting aku selalu minta uangnya agar bisa beli emas Mama lagi, biar gak sepele orang lihat mama,” ujar Vani.
“Kalungku sudah sebesar rantai kapal ini,” ujar Bu Lida bercanda , ia menunjukkan kalung emas yang beli Vani dari hasil memalak dari Bonar.
“Gak papa Ma, itu kewajiban Bang bonar menghidupi orang tuanya yang sudah tua” ujar Vani.
“Ya, nanti kalau kita pulang kampung, orang-orang kampung tidak sepele , lihat kita,” ujar Bu Lisda.
Walau sebuah pemikiran yang kolot, tetapi Vani mengikuti kemauan ibu mertuanya, wanita itu dari saat mereka di kampung ingin punya emas, kali ini, Vani mewujudkannya.
Di sisi lain.
Bonar menemani Sudung untuk memenuhi undangan para pengusaha UMKM, dalam acara itu ada pameran lukisan, Bonar terdiam saat melihat sebuah lukisan, rumah yang sangat familiar, dalam lukisan tersebut duduk seorang wanita cantik dengan rambut sebahu, duduk di depan rumah sederhana, ia menatap ke tepi danau toba di samping, duduk seorang anak bersama wanita tua dan seorang gadis tertawa tidak jelas, seperti orang yang kurang waras.
‘Bukankah itu rumah kami?’ tanya Bonar dalam hati, ia menatap lukisan cantik itu.
“Kenapa apa kamu tertarik dengan lukisan itu ? beli saja, biar bapak yang bayar,” ujar Sudung mengangetkan Bonar, ia belum sempat membaca tulisan kecil di sudut lukisan tersebut , nama pelukis itu di beri nama ’NUR’
Bonar tidak tahu kalau lukisan cantik itu, milik sang kakak , wanita malang, yang ia tolak keberadaannya, seorang seniman yang ikut dalam pameran , membeli lukisan Nur untuk menambah lukisan yang ia miliki.
“Tidak Pak, hanya terlihat unik saja, ayo Pak”
Bonar berjalan meninggalkan ruang pameran bersama Sudung, kedua lelaki itu tidak menyadari kalau orang yang ada dalam lukisan tersebut orang -orang terdekat mereka berdua.
“Nanti, saat acara ulang tahun perusahaan , kita akan mengundang pengusaha -pengusaha UMKM, kita akan ajak kerjasama,” ujar Sudung saat mereka dalam mobil.
“Baik Pak”
“Oh, lakukan yang terbaik, aku menyerahkan semuanya padamu,” lagi-lagi lelaki paru baya itu menyerahkan sepenuhnya pada Bonar
“Baik Pak,” jawab Bonar dengan yakin.
Ia sangat bersemangat setelah Pak Sudung kembali ke Indonesia, karena ia akan dilibatkan untuk pekerjaan penting, saat Sudung di rawat di Singapura dulu Bonar tidak dianggap di kantor, bahkan jabatannya di turunkan, jadi kepala kemanan kantor oleh Rosa ibu tiri Vani. Tetapi kali ini, Bonar akan kembali menduduki posisinya sebagai manager pemasaran.
Dalam mobil perjalanan pulang, pikiran Bonar di penuhi banyak pertanyaan, mereka berdua diam.
“Pak Bonar ….”
“Ya Pak.”
“Apa kamu menelepon Vani?”
Dug …
Bunyi detak jantung Bonar, di sini ia dituntut dua hal, berbohong atau jujur.
‘Apa aku terus terang saja kalau Vani sudah di Jakarta? Tapi nanti dia marah, aku sudah berjanji padanya tidak akan memberitahukan’
“Belakangan ini tidak Pak,” jawab Bonar terpaksa berbohong, ia takut juga kalau Vani merepet padanya.
“Kalau kamu menelepon dia lagi, tanyakan apa yang dia butuhkan.”
Bonar terkejut, ia melirik wajah sang bapak mertua.
“Ya Pak”
Bonar mulai merasa tidak nyaman saat pak Sudung membahas tentang Vani, ia takut memintanya lagi untuk bertahan untuk Vani.
“Jangan khawatir Pak Bonar, saya tidak akan memaksamu lagi, untuk bertahan untuk Vani”
“Maaf Pak, kalau saya tidak bisa melakukan permintaan Bapak”
“Baik tidak apa-apa, cinta dan perasaan tidak bisa dipaksakan, saya dulu memaksamu menikah dan bertahan dengan Vani, saya mendengar dari Pak Sofyan supir kantor kita dulu, dia bilang kamu jatuh cinta dengan Vani dan kamu suka, itu yang jadi alasanku memintamu bertahan”
“Maafkan saya Pak”
“Tidak apa-apa , lupakan saja, itu sudah lama, saya dengar kamu ingin menikah. Apa Vani sudah menandatangi surat perceraian?”
Wajah Bonar langsung memerah, saat bapak Vani menanyakan hal tersebut, ia tidak tahu kalau sang ayah mertua menyelidiki dirinya selama ini.
“B-belum Pak,” jawab Bonar terbata-bata.
“Harusnya kamu bicara dengan Vani secara baik-baik dulu, walau kamu tidak mencintai dia, setidaknya kamu berterimakasih karena sudah menjaga orang tuamu,” ujar Sudung dengan nada rendah, tetapi terdengar tegas. Seketika telapak tangan Bonar langsung berkeringat.
Semarah-marahnya orang tua Pada anaknya, sejujurnya mereka tidak akan pernah membenci darah dagingnya, hanya membutuhkan waktu untuk memulihkan perasaannya. Bonar merasa bersalah melihat wajah kecewa Pak Sudung.
Apakah Bonar akan berusaha memperbaiki hubungannya dengan Vani setelah melihat wajah kecewa dari Sudung?
Bersambung
KAKAK BAIK JANGAN LUPA TEKAN TANDA LOVE, BERI LIKE, KOMEN DAN KASIH KOPI ATAU BUNGA KALAU BERKENAN AGAR AUTHORNYA SEMANGAT UPDATE TIAP HARI