Karena dendam pada Seorang pria yang di yakini merebut wanita pujaannya sejak kecil, Alvino Maladeva akhirnya berencana membalas dendam pada pria itu melalui keluarga tersayang pria tersebut.
Syifana Mahendra, gadis lugu berusia delapan belas tahun yang memutuskan menerima pinangan kekasih yang baru saja di temui olehnya. Awalnya Syifana mengira laki-laki itu tulus mencintainya hingga setelah menikah dirinya justru mengetahui bahwa ia hanya di jadikan alat balas dendam oleh sang suami pada Kakak satu-satunya.
Lalu, apakah Syifana akan terus bertahan dengan rumah tangga yang berlandaskan Balas Dendam tersebut? Ataukah justru pergi melarikan diri dari kekejaman suaminya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurma Azalia Miftahpoenya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman Vino
Alvino terpaksa membawa sang ibu ke mansion pribadinya. Mau sepintar apapun dirinya mengelak, sang ibu tidak akan mudah di bohongi.
Pria itu berjalan di belakang wanita paruh baya yang sejak di telfon bicara bahwa sedang tidak enak badan, akan tetapi dari gaya berjalannya sekarang bukan seperti orang yang sedang tidak sehat.
Saat melihat sang ibu begitu semangat menaiki satu persatu anak tangga, Alvino mendengus kesal. Pria itu bahkan lupa bahwa sang istri sedang berada di kamar yang terpisah dengannya.
Wanita berusia lebih dari setengah abad itu berjalan tergesa menuju kamar utama di lantai tiga. Saking semangatnya, wanita itu sampai tidak merasa lelah sekalipun sudah menaiki banyak anak tangga hingga sampai di depan kamar utama di mansion itu.
Kini Alvino tidak mengikuti langkah sang ibu, pria itu justru masuk ke kamar sederhana sang istri tanpa mengetuk pintu lebih dulu.
Ketika Alvino masuk ke dalam kamar, bersamaan dengan Syifana yang baru saja keluar dari kamar mandi. Perempuan itu hanya menggunakan handuk tipis yang hanya menutupi dad* hingga pahanya.
Alvino menelan ludah kasar saat melihat tubuh mungil istrinya yang terbuka. Di bagian d*da hingga leher perempuan itu bahkan masih terdapat kiss Mark yang di buatnya dengan paksa.
Sementara Syifana diam mematung saat melihat suaminya masuk ke dalam kamar miliknya. Perempuan itu tidak bereaksi apapun, hanya sedikit merasa takut jika sang suami akan kembali melakukan hal yang membuatnya ketakutan.
Alvino melangkah mendekati sang istri yang masih memegang handle pintu dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan meremas handuk yang di pakainya.
Langkah pria itu semakin dekat, karena merasa trauma dengan kejadian yang menimpanya kemarin, Syifana memejamkan matanya dengan tangan kanan meremas kuat-kuat handuk bagian bawahnya. Perempuan yang merupakan istri sah Alvino itu bahkan berusaha menahan napasnya.
Ketika mendekati perempuan itu, Alvino memang begitu ingin menyentuh satu-satunya tub*uh yang pernah dia sentuh, bahkan menikmatinya. Namun, niat itu terungkap begitu pria itu melihat bekas luka lebam di tangan kiri sang istri.
Walaupun tidak bisa mengingatnya dengan jelas, akan tetapi Alvino cukup sadar bahwa luka itu tercipta akibat dari kekejamannya.
"Fana, cepat pakai bajumu. Mamaku datang kesini, dia ingin melihatmu," ujar Alvino yang berada tepat di hadapan sang istri.
Syifana reflek membuka mata, kini perempuan itu bisa bernapas dengan lega. Pikiran buruknya tidak terjadi kali ini. Syifana tidak menjawab perintah sang suami dengan kata-kata, hanya saja kepalanya mengangguk dua kali.
Melihat sendiri respon sang istri yang terlihat sangat ketakutan, membuat Alvino sedikit merasa bersalah. Pria itu berpikir bahwa istrinya itu mungkin takut jika dia akan kembali menghukumnya. Walaupun sebenarnya dia sudah tidak ingin melakukan hal itu.
Alvino membalikkan tubuhnya, berjalan keluar dari kamar itu dengan langkah lebarnya. Ketika sudah keluar dari kamar sang istri, Alvino segera menutup pintu itu rapat-rapat. Punggung tegap itu kini bersandar pada pintu yang menjadi pembatas antara dirinya dan sang istri.
Bayang-bayang ketika perempuan itu pertama kali menolongnya kembali berputar di ingatannya. Cara yang dia gunakan untuk mendekati perempuan itu mungkin bisa di katakan konyol, dia sampai berpura-pura amnesia demi melancarkan rencana balas dendamnya.
Kedua mata Alvino terpejam, menikmati rasa sakit yang menghujam hatinya ketika ingatan tentang saat pernikahannya dengan sang istri. Betapa hancurnya perempuan itu ketika hari pernikahannya juga menjadi hari pemakaman sang ibu.
Tanpa terasa air mata menetes dari kedua sudut mata tajam pria itu. Pintu kamar terbuka dari dalam, hingga Alvino yang masih bersandar di pintu itu hampir terjungkal ke belakang. Jika saja kakinya tidak sigap menyeimbangkan diri. Alvino buru-buru menghapus air mata yang keluar dari kedua matanya tanpa permisi.
"B-bang Vino masih disini? Ibu dimana, Bang?"
Perempuan itu jelas bertanya dengan nada ketakutan. Jika dulu ketika awal pertemuan perempuan itu banyak bicara, dan di awal pendekatan sering bersikap malu-malu, kini tidak ada kedua sikap itu di dalam diri Syifana. Alvino bahkan sadar akan hal itu.
"Mama ada di kamar utama, kamu kenapa memakai baju seperti ini?" tanya Alvino heran.
Alvino merasa bingung karena melihat sang istri memakai sweeter dan rok panjang yang menutupi seluruh kakinya, bahkan ada syal yang melingkar di leher perempuan itu.
"Maaf, Bang. Fana sedang tidak enak badan," ucap Syifana jujur.
Pria itu mengangguk, mungkin istrinya itu juga ingin menutupi bekas-bekas cup*Ng yang di buat olehnya. Pikir Alvino mencoba mengerti dengan alasan sang istri. Padahal yang terjadi sebenarnya, perempuan itu memang sedang dalam keadaan tidak sehat.
"Ya sudah, ayo kita temui Mama." Alvino menggandeng bahkan menggenggam tangan Syifana dengan erat.
Perempuan itu menatap tangan Alvino yang bertaut dengan tangannya. Merasa tidak nyaman dengan apa yang di lakukan oleh sang suami saat ini. Jika saja kejadian itu tidak pernah terjadi, mungkin dia akan dengan senang hati menggandeng tangan suaminya itu.
"Maaf, Bang. Bisa kita berjalan sendiri-sendiri?" tanya Syifana memberanikan diri.
Namun, permintaan Syifana tidak di tanggapi oleh Alvino. Pria itu enggan melepaskan tautan tangan keduanya. Suami kejam itu justru melangkah, membuat Syifana mau tidak mau ikut tertarik.
Kali ini Syifana semakin ketakutan, bayang-bayang Alvino menarik dan melemparkannya ke atas ranjang berputar di ingatan perempuan muda itu.
Rasa trauma yang kini melekat di ingatannya membuat Syifana berani. Perempuan itu menyentak kasar tangan Alvino hingga terlepas dari tangannya.
"Maaf, tapi Syifa tidak bisa." Syifana berbalik untuk melarikan diri dari sana.
Perlawanan Syifana sia-sia, karena Alvino dengan cepat kembali meraih tangannya, bahkan kali ini mencengkram pergelangan tangan perempuan yang kini semakin ketakutan tersebut.
"Menurut dengan perintahku, atau kamu akan aku kurung di gudang lagi!" ancam Alvino dengan nada mengintimidasi.
Perempuan itu membulatkan matanya ketika mendapat ancaman itu. Ingatannya kembali pada keadaan di dalam ruangan itu. Berjejer tub*h yang mungkin di anggap manekin oleh orang yang memasangnya dan banyaknya ular yang mengejarnya.
Syifana bahkan belum tahu siapa yang membawanya keluar dari tempat menyeramkan itu. Akan tetapi sekarang suaminya itu kembali akan mengurungnya di tempat yang membuatnya sampai kehilangan kesadaran tersebut.
Alvino kembali menarik perempuan itu untuk mengikutinya. Pria itu berjalan dengan langkah lebar membuat Syifana sampai kewalahan menyamakan langkahnya dengan pria yang sekarang berubah sifatnya dengan ketika pria itu meminta perempuan itu untuk menjadi istrinya.
Saat Alvino dan Syifana berjalan, dari arah belakang muncul suara yang membuat langkah sepasang suami istri itu berhenti seketika.
"Al, kenapa menarik istrimu seperti itu?"
Alvino membalikkan tubuhnya, sang ibu menatapnya dengan tajam. Tatapan itu bahkan membuat bulu kuduk Alvino meremang. Sementara Syifana hanya diam menunduk, perempuan itu enggan untuk membalikkan tubuhnya.
Bersambung...