FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Kemarahan yang Meluap
°°°
Di tempat lain, seorang gadis masih sibuk dengan pekerjaannya. Langit malam tidak membuat gadis itu menghentikan aktivitasnya. Demi menyambung hidup dan untuk mengirimkan sedikit rejekinya ke panti asuhan tempat ia menghabiskan masa kecilnya hingga remaja.
Karena keluarga ayahnya yang sama sekali tidak menganggapnya ada dan tidak mau keluar biaya, ia lebih memilih menghabiskan waktunya di panti asuhan dekat rumahnya.
Semenjak masuk kuliah gadis itu merantau ke kota untuk kuliah sekaligus bekerja, meski tidak tinggal di panti lagi ia tidak akan melupakan jasa para pengurus panti.
"Lia..."
"Iya Bu bos," jawab Lia pada wanita yang memanggilnya, entah kenapa tiba-tiba perasaannya menjadi tidak enak.
"Cepat kau antarkan makanan ini untuk pelanggan setia kita." Wanita itu menyerahkan beberapa kantong makanan yang akan Lia antarkan.
"Siap Bu bos," jawab Lia seraya menempelkan tangannya di kening seperti sedang hormat.
Lia dengan keceriaan di wajahnya melangkah ke motor matic yang selalu menemaninya selama ini. Mulai menyalakan motornya dan melakukannya menuju tempat si pemesan. Menembus dinginnya malam dan gelapnya cahaya, Lia sama sekali tidak ada takutnya meski melewati jalanan sepi sekalipun.
Seorang Lia lebih takut bila ditagih uang kos dan tidak bisa makan ketimbang pada hantu yang tak kasat mata.
"Oh iya aku lupa belum melihat alamat si pemesan makanan," gumamnya.
Lia menepikan motornya di depan minimarket di pinggir jalan, melihat alamat yang tertera di kertas nota.
Bola matanya membulat setelah membaca alamat yang akan ditujunya. Alamat yang sudah sangat ia hapal karena seringnya orang itu memesan makanan di tempatnya bekerja, ditambah nama pemesan yang tertera di sana membuat Lia sangat yakin.
Padahal Lia sudah bertekad untuk menghindari orang itu tapi ternyata pekerjaan membuatnya harus berhadapan dengan orang itu lagi.
Kenapa harus dia lagi.
Mau tak mau Lia melanjutkan perjalanan karena tidak mungkin ia berbalik atau membatalkan pesanan, ia tidak mempunyai cukup uang untuk menggantinya. Pekerjaan yang sudah membuatnya nyaman juga bisa hilang begitu saja jika ia tidak mengantarkan pesanan itu.
Sampai ia di sebuah apartemen kawasan elit, Lia memarkirkan motornya. Ia lebih mudah masuk tanpa harus memperlihatkan kartu identitas,karena scurity nya hampir sudah hapal dengan wajahnya.
Langkahnya terasa berat saat ini.
Lia menarik nafasnya panjang dan menghembuskan perlahan.
"Ayo Lia, apa yang kamu takutkan."
Berulangkali ia mengulang kata-kata yang membuatnya berani.
Sampai ia di depan pintu apartemen orang itu. Lia membenarkan topinya lagi, agar lebih menutupi wajahnya. Berharap orang yang ingin ia hindari tidak mengenalinya.
Di dalam apartemen, sepasang manusia berbeda jenis sedang bergumul dengan keringatnya, tidak puas hanya sekali. Si pria berkali-kali melakukan pelepasan yang membuatnya melayang.
Ting tong...
Suara bel pintu berulangkali tidak membuat mereka menghentikan aktivitas panasnya.
Ting tong...
"Sayang, ada orang..." Si wanita terganggu.
"Biarkan saja, sedikit lagi."
Si pria terus memacu tubuhnya, bunyi bel sama sekali tidak mengganggunya. Gerakannya semakin cepat mengobrak-abrik milik lawan jenisnya.
Erangaaann panjang kedua orang itu mengakhiri kegiatan itu. Si wanita terkulai lemas bahkan tidak bisa menggerakkan tubuhnya lagi, berbeda dengan si pria yang seakan tidak pernah habis tenaganya.
"Kau tunggu di sini." Suara berat itu memerintahkan wanita yang telah memuaskan hasratnya untuk diam di tempat. Sementara ia sudah memakai celana pendeknya dan tetap membiarkan dadanya terekspos.
Di luar.
Lia sedang menahan emosinya yang sebentar lagi serasa akan meledak. Hampir tiga puluh menit lebih ia menunggu di depan pintu, kakinya bahkan sudah pegal karena terlalu lama berdiri. Akan tetapi, orang yang ada di dalam apartemen itu tidak juga keluar.
Kalau saja dia bisa meletakkan makanan itu dan pergi pasti ia sudah pergi sejak tadi. Umpatan kekesalan sudah berulangkali ia layangkan untuk penghuni apartemen itu.
"Dasar gilaa, tidak punya perasaan, bukan manusia...!!!"
Lia yakin jika orang itu pasti mendengar bunyi bel yang ia tekan, tapi kenapa tidak juga keluar.
Klek.
Akhirnya pintu apartemen itu terbuka juga, Rara segera menyerahkan makanan itu pada pemiliknya. Ia harus berusaha keras menahan amarahnya atau dirinya akan ketahuan nantinya.
"Pesanan anda tuan," ujar Lia seraya menundukkan kepalanya agar wajahnya tidak terlihat tapi tindakannya itu justru membuat ia harus menelan salivanya sendiri. Kepalanya yang menunduk membuat matanya berhadapan pada liatnya otot perut pria itu.
"Terimakasih."
Lia segera berbalik setelah menyerahkan makanan itu.
"Tunggu..."
"Iya tuan." Rara berbalik kembali.
Pria itu menyodorkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah.
"Maaf karena kau menunggu lama tadi, ini untukmu," ujarnya dengan entengnya.
Lia mengepalkan tangannya, amarahnya kembali membuncah saat pria itu dengan entengnya menganggap semuanya bisa diselesaikan dengan uang. Bahkan, meskipun ia sangat membutuhkan uang, ia tidak akan sudi menerima uang itu.
"Tidak apa-apa taun, saya permisi."
Lia berbalik dengan cepat, ingin segera pergi dari tempat itu.
"Hai tunggu, tips mu..." teriak pria itu.
Namun, sama sekali tidak dihiraukan oleh Lia.
"Sayang, kenapa lama sekali. Aku sudah lapar."
Wanita yang tadi disuruh menunggu pun keluar juga karena ia membutuhkan asupan makanan untuk mengembalikan tenaganya.
Lia melirik sekilas mendengar suara perempuan yang terdengar manja. Tubuhnya mendidih seketika, ia tau sekarang apa penyebabnya tadi harus menunggu selama itu. Melihat pakaian wanita itu sekilas terlihat jika wanita itu memakai lingerie kurang bahan, sudah bisa ditebak apa yang sudah terjadi di dalam.
Lia segera pergi setelah pintu lift terbuka, tidak ingin sampai meluapkan emosi di tempat itu.
Dasar buaya gilaa semoga aku tidak bertemu lagi dengannya.
"Sayang... Sakka..." panggil wanita berpakaian lingerie itu.
"Ha..." Pria yang ternyata adalah Sakka tersentak.
"Kau kenapa?"
"Tidak, aku seperti mengenal orang itu. Bentuk tubuhnya mirip seseorang tapi entah siapa." Sakka mencoba mengingat siapakah orang yang mirip dengan petugas take away tadi, tapi tidak juga mengingatnya.
Sementara wanita itu mencebikkan bibirnya, ia sudah berpakaian minim dan berbadan bak gitar spanyol tapi Sakka malah memikirkan orang lain.
"Ayo masuk aku sudah lapar," ajak wanita itu.
,,,
Lia mengendarai motornya dengan perasaan kesal, entah kenapa kebencian perlahan tumbuh di hatinya pada laki-laki yang bernama Sakka. Padahal sebelumnya ia tidak peduli dengan urusan orang lain dan tidak ingin tau.
Laki-laki gilaa, sok ganteng, sok kaya, dia kira semuanya bisa diselesaikan pakai uang, aku disuruh nungguin orang yang lagi enak-enakan.
Dasar sinnnttiiinngg!!!
Gak waras!!!
Gak punya pikiran!!!
Gak punya otaakkk!!!!
Aku sumpahin keluarga kamu tiba-tiba miskin, biar kamu nggak bisa sok lagi.
Berbagai umpatan kekesalan Lia layangkan pada Sakka, sepertinya kebenciannya sudah benar memenuhi pikirannya saat ini.
,,,
Di sebuah rumah mewah kediaman keluarga Herwaman.
Tidak beda jauh dengan Lia yang sedang kesal pada Sakka, Rara pun saat ini sedang diliputi sesuatu yang membuatnya belum juga dapat memejamkan matanya. Kejadian dimana ia tertidur di kamar mandi terus berputar di kepalanya.
Rasa malu membuatnya tidak tau harus bersikap bagaimana saat berhadapan dengan suaminya.
Klek.
Suara pintu membuat Rara buru-buru menenggelamkan tubuhnya dalam selimut, hingga menutupi seluruh tubuhnya.
to be continue...
°°°
...Yuk tinggalkan jejak. Jangan lupa favoritkan juga. Komenin author apa saja yang kalian mau....
...Salam goyang jempol dari author halu yang hobinya rebahan....
...Like, komen, bintang lima jangan lupa yaa.....
...Sehat selalu pembacaku tersayang....