15 tahun berlalu, tapi Steven masih ingat akan janjinya dulu kepada malaikat kecil yang sudah menolongnya waktu itu.
"Jika kau sudah besar nanti aku akan mencarimu, kita akan menikah."
"Janji?"
"Ya, aku janji."
Sampai akhirnya Steven bertemu kembali dengan gadis yang diyakini malaikat kecil dulu. Namun sang gadis tidak mengingatnya, dan malah membencinya karena awal pertemuan mereka yang tidak mengenakkan.
Semesta akhirnya membuat mereka bersatu karena kesalahpahaman.
Benarkah Gadis itu malaikat kecil Steven dulu? atau orang lain yang mirip dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiny Flavoi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31 - Ketulusan Vania
Vania terkejut setelah mendapati Rimba berdiri didepan pintu. Perempuan berusia 54 tahun itu tak menyangka, orang yang mengetuk pintu rumahnya di jam 10 malam tersebut ternyata Rimba.
"Rim, ada apa? mana Steve?" tanya Vania sambil mengedarkan pandangannya, mencari mobil Steven yang biasa dimasukkan ke pekarangan rumah.
"Steve nggak ada Bun, nggak usah dicari," sahut Rimba seakan sudah tau siapa yang dicari Vania. "Aku kesini sendiri," ucapnya lalu masuk kedalam rumah begitu saja. Meninggalkan Vania yang masih berdiri diambang pintu dengan tatapan penuh curiga.
Diruang tengah ternyata ada Galang masih asik nonton film box office yang tayang di chanel tv swasta. Ielaki itu pun menoleh kaget dengan kedatangan sang adik yang datang tiba-tiba malam hari begini.
"Film apa nih?" Rimba menjatuhkan tubuhnya duduk disamping Galang. Tak peduli dengan tatapan membunuh dari mata Galang juga Vania yang baru saja menyusulnya masuk. "Yah, Bad Boys for Life. Ini mah udah nonton kale," komen Rimba saat melihat film yang dibintangi oleh Will Smith dan Martin Lawrence itu tengah ditonton sang kakak.
Tak ada yang menanggapi, tatapan Galang juga Vania masih tertuju pada Rimba yang malah fokus ke televisi.
"Dimana suami kamu?" tanya Vania.
"Dirumah," sahut Rimba tak mengalihkan pandangannya dari benda pipih persegi yang memiliki layar 43inc itu.
"Bunda serius, Rim! kalian ada masalah?" tanya Vania curiga melihat sikap Rimba yang seolah tengah menutupi sesuatu darinya.
Kali ini Rimba menoleh ke arah sang bunda yang duduk disebelahnya. "Ada yang mau aku tanyain sama bunda," ucapnya seraya mengubah posisi duduknya jadi menghadap Vania.
"Sepenting apa? sampe malem-malem kamu kemari. Kan bisa lewat telepon," tegur Vania.
"Dulu waktu usiaku 7 tahun, pernah nggak sih pergi ke Tokyo, Bun?" tanya Rimba.
"Hah?" respon Galang cepat. "Tokyo Jepang maksudmu? kebanyakan mimpi," gumamnya terkekeh geli memberi kesan meledek.
Rimba langsung mendelik sinis. "Bisa diem nggak? ini nggak ada urusannya sama kak Galang. So, duduk yang manis kalo masih pengen jadi pendengar setia disini!" titahnya judes.
"Oke," sahut Galang mengambil remote tv diatas meja, lalu menekan tombol power off. Lelaki itu merasa Rimba tengah ada masalah yang membawanya pulang kerumah ini malam-malam tanpa diantar Steven.
"Kamu ngomong apa sih?" Vania bingung, tak paham dengan maksud omongan Rimba.
"Bunda tinggal jujur aja pernah apa nggak aku ke Tokyo saat usia 7 tahun?!" ujar Rimba tak sabar.
Vania menggeleng, "kamu nggak pernah ke sana. emang ada apa? Apa Steven ngajak kamu ke Tokyo?" tanyanya.
"Nggak gitu Bun," Rimba mulai terpancing, ia mengusap wajahnya kasar. "Bunda tau kenapa dia mau nikahin aku?" tanyanya membuat Vania juga Galang jadi bingung, apa yang sedang Rimba bicarakan.
"Kamu sebenarnya mau ngomong apa sih? bunda bingung deh," ucap Vania.
"Laki-laki itu menikahi ku karena mengira aku ini masa lalunya dia Bun. Jadi waktu dulu itu, ia pernah ketemu sama anak perempuan berusia 7 tahun di Tokyo. Anak itu pernah nyelametin dia pas ada tragedi gedung runtuh disana," ujar Rimba lalu menuturkan alur kisah yang Steven ceritakan padanya tadi kepada Vania dan Galang.
"Apa? jadi dia ngira kamu itu anak perempuan yang pernah menolongnya di Tokyo?" respon Galang tak menyangka. "Karena wajahnya mirip kamu? for God sake, Rim! itu terdengar konyol," ucapnya sambil menggelengkan kepala.
"Nah, itu dia masalahnya Kak. Disini ada dua kemungkinan, apa anak itu memang aku, atau orang lain yang mirip aku," ujar Rimba seraya pandangannya ke arah Vania yang sedari tadi hanya diam saja.
"Ya nggak mungkin kamu lah, iya kan Bun?" tanya Galang mengalihkan tatapan ke bundanya itu.
"Kamu nggak pernah ninggalin Indonesia, Rim" gumam Vania.
"Tuh, kan bener? kita nggak pernah pergi keluar negeri. Jangankan ke Jepang, ke Sarawak Malaysia yang sepulau sama Kalimantan saja nggak pernah," ujar Galang.
"Ternyata bener, dia salah orang," gumam Rimba lemah. Ia menghela napasnya dalam-dalam, perasaannya kini kacau, dan tak tau harus bagaimana.
"Ada fotonya? bunda mau liat, segimana miripnya anak itu sama kamu," tanya Vania dengan raut wajahnya yang terlihat mencemaskan sesuatu.
Rimba lalu mengeluarkannya dari dalam tas. Tadi sebelum pergi, ia diam-diam mengambil foto itu dari dalam dompet Steven yang tergeletak begitu saja bersama ponselnya diatas nakas.
"Ini Bun, mirip aku banget kan?" ucapnya sambil menyerahkan foto usang itu. Vania dan Galang langsung tercengang melihatnya. Bagaimana tidak, mereka seperti melihat Rimba disana. Begitu mirip, sangat mirip.
"Ini mirip banget Bun, jangan-jangan Rimba emang punya kembaran," ucap Galang asal.
"Sembarangan kalo ngomong, ya nggak mungkin lah aku punya sodara kembar. Yang ada punya Kakak rese kaya kamu itu," ujar Rimba memanyunkan bibirnya kehadapan Galang.
Vania tak menanggapi ocehan kedua anaknya. Tatapan perempuan itu kini sedang kosong, ingatannya kembali ke saat itu.
******
Flashback, 22 tahun yang lalu.
"Kita mau kemana, Mas? siapa yang sakit?" tanya Vania kepada suaminya yang tiba-tiba membawanya ke rumah sakit.
"Seseorang butuh bantuanmu, sayang" sahut Fabian sambil menunjuk ke seseorang yang tengah terbaring lemah di ICU.
"Siapa dia?" Vania mengernyit bingung. merasa tidak kenal dengan perempuan yang tengah dirawat intensif diruangan itu.
"Dia baru saja melahirkan bayi kembar perempuan. Tiba-tiba mengalami pendarahan hebat dan kondisinya sangat lemah. Dia membutuhkan transfusi darah jenis golongan O-. Kebetulan dibank darah sedang kosong karena langka. Kau mau membantunya kan?" ujar Fabian dengan nada rendahnya.
"Tapi dia siapa Mas?" tanya Vania masih penasaran.
"Aku jelasin nanti, sekarang nggak ada waktu lagi, Van. Tolonglah," kata lelaki yang sudah menikah dengan Vania selama 8 tahun itu.
Atas dasar kemanusiaan akhirnya Vania pun menyetujuinya, tanpa ada curiga apa-apa ia menyumbangkan darah langkanya kepada perempuan yang sudah melahirkan anak kembar darah daging suaminya.
Setelah selesai melakukan transfusi darah, Vania menuntut jawaban dari Fabian. Tak disangka jawabannya benar-benar membuat Vania bak disambar petir disiang bolong. Fabian mengakui telah mengkhianati cinta Vania dengan menikahi perempuan lain.
"Jadi, tadi aku menyumbangkan darah berhargaku ini buat istri kamu yang lain Mas? keterlaluan!" tangis dan emosi Vania pun meledak disebuah ruangan dirumah sakit itu.
"Tenang dulu Van, aku bisa jelasin semuanya."
"Jelasin apa lagi Mas? semua udah jelas, dia istri kamu, dan bayi kembar itu anak kamu, iya kan?" Vania geram, lalu mendorong tubuh Fabian sekuat tenaga hingga kepalanya kebentur sudut pilar dan terluka di keningnya.
"Aku minta maaf, Van. Aku khilaf, aku sungguh-sungguh minta maaf," Fabian memohon dan bertekuk lutut dihadapan Vania dengan darah yang bercucuran dari keningnya.
Vania terus menangis, hatinya benar-benar terluka begitu dalam. "Aku mundur Mas, dan aku akan bawa Galang pergi bersama ku," ucapnya.
"Tidak Van, jangan pergi! aku mohon," lirih Fabian.
"Setelah apa yang udah kamu lakuin ke aku, Mas?" Vania memilih pergi tanpa memperdulikan Fabian yang sudah berlutut dihadapannya meminta maaf.
Namun baru saja Vania melangkah pergi, tubuh Fabian ambruk ke lantai. Lelaki itu terkena serangan jantung tiba-tiba. Karena masih berada diarea rumah sakit, Fabian langsung mendapat penanganan medis dengan cepat dan terselamatkan.
Vania merasa tidak tega, cintanya kepada Fabian begitu besar hingga akhirnya memaafkan kesalahannya. Vania pasrah, dan mengikhlaskan suaminya berpoligami.
Tapi setelah bayi kembar itu berusia 1 tahun, Fabian akhirnya menceraikan istri keduanya. Mereka sepakat membawa 1 anak masing-masing. Mantan istri Fabian yang berasal dari negeri sakura itu pun pulang ke negaranya. Sementara Fabian kembali pada Vania dengan membawa satu anak dari hasil hubungannya dengan perempuan asal Jepang bernama Akiyo.
Flashback end.
.
.
.
Kesalahan terburuk yang bisa dilakukan pria adalah mengkhianati seorang wanita yang benar-benar memperjuangkan dunia untuknya, berdiri di sisinya, dan mendukungnya ketika dia sedang mengalami yang terburuk dalam hidupnya.