Aruna yang sedang menikmati masa kuliahnya yang santai tiba-tiba dipaksa pulang ke rumah untuk sebuah "makan malam darurat". Ia mendapati keluarganya di ambang kehancuran finansial. Ayahnya terjerat hutang pada keluarga Gavriel, sebuah klan penguasa bisnis yang kejam. Aruna "dijual" sebagai jaminan dalam bentuk pernikahan politik dengan Damian Gavriel, pria dingin yang mempesona namun manipulatif
bagaimana cara aruna mengahadapi takdirnya?..... yuk, baca selengkapnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Arsila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perang Informasi di Geylang
Mobil van yang dikemudikan Tiara melaju zigzag menembus labirin jalanan Singapura. Aruna, Damian, dan Kira terombang-ambing di kursi belakang di antara tumpukan kardus berisi kabel dan server portabel.
"Tiara! Kamu belajar nyetir di sirkuit mana?! Ini jantungku sudah pindah ke lambung!" teriak Aruna sambil berpegangan pada sabuk pengaman.
"Tenang, Aruna! Di Jakarta aku biasa nyalip truk tronton pakai motor matic, kalau cuma bawa van di jalanan mulus begini sih kecil!"
balas Tiara tanpa melepas pandangannya dari spion.
"Kita akan ke Geylang. Ada sebuah ruko di belakang toko durian yang sudah disewa oleh komunitas 'The Red Hackers'. Mereka adalah teman-temanku saat aku masih hobi main gim daring dulu."
Damian menoleh ke arah Kira. "Seberapa aman jaringan mereka?"
Kira memeriksa laptopnya yang layarnya masih menampilkan barisan kode enkripsi Silas yang terus berubah. "Jika mereka bisa menyembunyikan alamat IP kita dari satelit pengintai Silas selama dua jam saja, aku bisa menyuntikkan virus Trojan ke akun bank utama Silas. Itu akan membekukan asetnya dan membuatnya tidak bisa membayar tentara bayarannya."
Ruko yang dituju Tiara berbau sangat menyengat perpaduan antara bau raja buah dan debu elektronik. Di dalamnya, lima orang pemuda dengan kaos oblong dan mata merah karena kurang tidur duduk di depan belasan monitor yang menyala terang.
"Yo, Tiara! Ini dia tamu 'VVIP' yang kamu bilang?" tanya salah satu pemuda berambut gondrong yang dipanggil Dicky.
"Dengar-dengar mereka lagi dicari sama orang-orang berbaju hitam yang bawa senjata api ya? Seru banget hidup kalian."
"Kurangi bicaranya, Dicky. Langsung kerja," potong Damian dingin. Ia meletakkan tablet data dari Kira di depan mereka. "Aku ingin kalian menjebol gerbang api (firewall) firma keamanan Silas. Gunakan akun Phoenix Global sebagai umpan."
Dicky bersiul. "Ini tantangan berat. Silas pakai enkripsi militer Rusia. Tapi tenang, kami punya 'kunci' yang lebih licin."
Aruna hanya bisa menonton dengan mulut terbuka melihat jemari mereka menari di atas papan ketik secepat kilat. Suasana di dalam ruko menjadi sangat tegang. Di salah satu monitor besar, terlihat sebuah peta dunia dengan titik-titik merah yang melambangkan server Silas.
"Mbak Kira, itu apa yang merah-merah?" tanya Aruna berbisik.
"Itu adalah sistem pertahanan Silas. Setiap kali kita mencoba masuk, mereka akan melacak lokasi kita. Lihat itu," Kira menunjuk ke sebuah garis biru yang mulai mendekati titik Geylang. "Mereka mulai mendeteksi keberadaan kita."
Tiba-tiba, lampu di ruko tersebut berkedip merah. "Peringatan! Seseorang mencoba melakukan counter-hack!" teriak Dicky. "Mereka mematikan jaringan WiFi di blok ini! Mereka tahu kita di sini!"
"Berapa lama lagi?" tanya Damian, tangannya sudah siaga di gagang senjatanya.
"Lima menit! Aku butuh lima menit lagi untuk memindahkan saldo Silas ke rekening penampungan internasional!" seru Kira panik.
Di luar ruko, suara decitan ban mobil terdengar. Dua SUV hitam berhenti tepat di depan ruko berbau durian tersebut. Aruna melihat dari celah gorden sepuluh orang bersenjata turun dengan gerakan taktis.
"Mas Damian, mereka sudah sampai!" Aruna menoleh ke sekeliling, mencari sesuatu yang bisa dijadikan senjata. Matanya tertuju pada tumpukan keranjang durian di pojok ruangan.
"Dicky! Apa durian-durian ini milikmu?"ucap aruna.
"Iya, kenapa? Itu durian paling busuk yang sengaja dipajang buat menutupi bau panas server!"
Aruna tersenyum licik. "Sempurna. Tiara, bantu aku!"
Tepat saat para penjahat itu mendobrak pintu depan, mereka disambut bukan oleh peluru, melainkan oleh "bom" durian yang sudah sangat busuk dan lembek yang dilemparkan Aruna dan Tiara dengan kekuatan penuh.
PLOK! PLOK! PLOK!
"ADUH! APA INI?!" teriak salah satu pengejar saat wajahnya terkena hantaman durian busuk yang aromanya sanggup membuat pingsan gajah.
Bau yang sangat menyengat dan tekstur yang licin membuat para pengejar itu kehilangan fokus. Ada yang muntah di tempat, ada yang terpeleset karena lantai yang mendadak penuh daging buah durian yang lengket.
"Mas Damian, sekarang!" teriak Aruna.
Damian menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan tembakan peringatan ke arah ban mobil mereka, sementara Kira berteriak kegirangan, "BERHASIL! SALDO SILAS NOL! SEMUA REKENINGNYA SUDAH SAYA PINDAHKAN KE YAYASAN AMAL INTERNASIONAL!"
"Cabut semuanya! Kita harus pergi sekarang!" perintah Damian.
Mereka berlari keluar lewat pintu belakang, meninggalkan ruko yang kini berbau seperti neraka buah. Aruna masih sempat menyambar satu buah durian yang utuh.
"Buat apa itu, Aruna?!" tanya Damian sambil menariknya masuk ke dalam mobil.
"Buat jaga-jaga kalau ada yang mau mendekat di pesawat nanti, Mas! Senjata kimia alami ini lebih ampuh daripada pistol!"
Mobil van Tiara melesat pergi, meninggalkan para anak buah Silas yang masih sibuk membersihkan diri dari bumbu durian yang menempel di seragam taktis mereka. Silas mungkin punya teknologi tercanggih, tapi dia tidak pernah memperhitungkan kekuatan kreativitas seorang istri yang dibesarkan di pasar tradisional.
Damian menginjak pedal gas dalam-dalam, menjauhkan van itu dari aroma durian yang kini bercampur dengan bau kekalahan anak buah Silas. Di kursi belakang, Kira tertawa histeris sebuah tawa yang dipicu oleh adrenalin dan rasa lega yang luar biasa.
"Damian, kamu tidak akan percaya ini! Aku tidak hanya menguras saldonya, aku juga mengirimkan email massal ke seluruh daftar kontak gelap Silas atas namanya. Isinya? Surat pengunduran diri yang menyatakan bahwa dia telah menyumbangkan seluruh asetnya untuk pelestarian terumbu karang!"
Kira memukul dasbor dengan bangga. "Dia akan diburu oleh rekan bisnisnya sendiri karena dianggap sudah gila."
"Kerja bagus, Kira," gumam Damian, matanya tetap waspada menatap spion. "Tapi jangan senang dulu. Silas adalah orang yang menyimpan dendam lebih dalam dari samudra. Dia tidak akan membiarkan kita bernapas dengan tenang hanya karena kehilangan uang."
Aruna, yang sedang sibuk membersihkan noda durian di jaketnya, mengangguk setuju. "Benar, Mas. Orang pelit seperti Kakek Silas itu pasti punya tabungan bawah tanah atau emas batangan yang ditanam di kebun. Dan kalau dia sudah tidak punya apa-apa untuk kalah, dia akan jadi lebih nekat."
Tiba-tiba, ponsel Damian yang diamankan dengan enkripsi khusus bergetar. Sebuah video masuk dari nomor rumah mereka di Jakarta. Damian membukanya, dan wajahnya seketika memucat. Di layar, terlihat ruang tengah mansion yang berantakan, dan Ibu Elena duduk di kursi dengan tangan terikat, sementara di belakangnya berdiri seorang pria bertopeng yang memegang sebuah jam pasir yang pasirnya terus mengalir.
"Damian..." suara Ibu Elena terdengar bergetar namun tegar. "Jangan kembali... mereka ingin...."
Video terputus. Aruna merampas ponsel itu dengan tangan gemetar. "Mas... Ibu? Itu Ibu Elena! Mereka berani menyentuh Ibu?!"
Amarah yang tadinya padam kini berkobar kembali di mata Aruna. "Tiara! Putar balik! Kita ke bandara sekarang! Aku tidak peduli soal satelit atau tentara bayaran. Kalau mereka menyentuh ujung kuku Ibu Elena, aku akan pastikan mereka makan durian busuk dari liang lahat!"