NovelToon NovelToon
Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Romantis / Diam-Diam Cinta / Duda / Romansa
Popularitas:19.7k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

“Fiona, maaf, tapi pembayaran ujian semester ini belum masuk. Tanpa itu, kamu tidak bisa mengikuti ujian minggu depan.”


“Tapi Pak… saya… saya sedang menunggu kiriman uang dari ayah saya. Pasti akan segera sampai.”


“Maaf, aturan sudah jelas. Tidak ada toleransi. Kalau belum dibayar, ya tidak bisa ikut ujian. Saya tidak bisa membuat pengecualian.”


‐‐‐---------


Fiona Aldya Vasha, biasa dipanggil Fio, mahasiswa biasa yang sedang berjuang menabung untuk kuliahnya, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena satu kecelakaan—dan satu perjodohan yang tak diinginkan.

Terdesak untuk membayar kuliah, Fio terpaksa menerima tawaran menikah dengan CEO duda yang dingin. Hatinya tak boleh berharap… tapi apakah hati sang CEO juga akan tetap beku?

"Jangan berharap cinta dari saya."


"Maaf, Tuan Duda. Saya tidak mau mengharapkan cinta dari kamu. Masih ada Zhang Ling He yang bersemayam di hati saya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Namun Fio hanya berdiri kaku. Air matanya menetes perlahan tanpa suara, dan itu membuat suasana seisi rumah mendadak hening.

Darrel menelan ludah, menahan emosi dan rasa takutnya sendiri. Ia lalu maju, menarik lembut tangan Fio dari pelukan Bu Rania. "Ma, biar aku ajak ke kamar dulu, ya. Sepertinya dia butuh istirahat,” katanya pelan tapi tegas.

Bu Rania hanya bisa mengangguk, meski matanya masih sembab. "Ya, tapi... kalau nanti dia baikan, tolong kasih tahu mama, ya, Rel. mama benar-benar takut kalau terjadi apa-apa…'

“Iya, Ma. Aku janji,” jawab Darrel singkat.

Ia kemudian menggandeng Fio masuk ke kamar. Fio masih belum mengucap sepatah kata pun. Langkahnya lambat, tapi matanya sempat menatap sekilas ke arah Bu Rania — tatapan kosong yang seperti berisi sesuatu yang berat dan tak bisa dijelaskan.

Ketika mereka menghilang di balik pintu kamar, Bu Rania bersandar di dinding, menutup wajah dengan kedua tangan.

“Ya Allah... anak itu kenapa, Pa? Tatapannya kayak bukan Fio yang biasa…”

Pak Rendra menghela napas panjang.

“Entah, Ma. Tapi aku rasa, malam ini biar Darrel yang menjaga dia dulu. Kita tunggu sampai besok pagi.”

Darrel menutup pintu kamar pelan-pelan. Suara klik kunci nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat ruangan itu terasa sepi.

Hanya ada mereka berdua.

Fio duduk di tepi ranjang, menatap kosong ke lantai dengan baju yang masih lembap oleh air hujan. Rambutnya acak-acakan, wajahnya pucat.

“Fio…” suara Darrel pelan tapi jelas. Ia mendekat, jongkok di hadapan Fio agar sejajar dengan pandangannya. “Nanti kamu bisa cerita, tapi sekarang ganti baju dulu, ya. Kamu bisa sakit kalau seperri ini.”

Tidak ada jawaban. Fio diam. Matanya bahkan tidak bergerak.

Darrel menarik napas, mencoba sabar. Ia lalu menatap baju Fio yang sedikit basah.

“Mau aku yang bantu gantiin?” katanya setengah menggoda, setengah serius.

Deg!

Fio langsung terlonjak kecil dan menggeleng cepat, pipinya memerah samar. Darrel nyaris tersenyum tipis karena reaksi itu... reaksi pertama setelah beberapa jam tanpa ekspresi.

“Ya sudah,” ujarnya lembut sambil menepuk pundak Fio sekali. “Ganti sendiri, tapi jangan lama-lama, ya. Aku tunggu di luar.”

Fio hanya mengangguk pelan. Ia lalu berjalan ke kamar mandi dengan langkah pelan, tanpa membawa pakaian ganti.

Begitu pintu tertutup, Darrel duduk di tepi ranjang, menunduk, dan mengusap wajahnya kasar.

Waktu berlalu. Lima menit. Sepuluh menit. Dua puluh.

Tidak ada suara air, tidak juga tanda-tanda pintu akan terbuka.

Darrel menatap jam di pergelangan tangan. Dadanya mulai terasa sesak.

Jangan-jangan dia kenapa-kenapa di dalam?

Akhirnya, ia berdiri, melangkah ke arah pintu kamar mandi.

“Fio…” panggilnya pelan sambil mengetuk satu kali.

Tidak ada jawaban.

“Fio?” suaranya sedikit lebih keras.

Masih sunyi.

Darrel mengerutkan dahi. Ia menempelkan telinga ke daun pintu, dan di situlah ia mendengar suara lirih — isakan yang tertahan, pelan, tapi memilukan.

Deg.

Tangannya refleks mengepal. Ia ingin membuka pintu, tapi menahan diri.

“Fio…” ucapnya dengan nada yang benar-benar lembut kali ini. “Aku di sini. Gak usah di tahan, kalau mau nangis, nangis aja. Aku gak akan pergi.”

Suara air tiba-tiba terdengar, bercampur dengan tangisan yang makin jelas. Darrel menatap pintu itu lama, matanya meredup. Ia menahan napas dalam-dalam... antara ingin menerobos masuk dan memilih menunggu.

“Fio…” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar, “aku nggak tahu apa yang terjadi, tapi mulai malam ini, kamu jangan takut. Aku di sini.”

Pintu kamar mandi tetap tertutup rapat, tapi tangisan Fio terdengar semakin nyata... seperti tanda bahwa luka yang ia simpan terlalu dalam untuk diucapkan.

Setelah sepuluh menit.

Fio keluar perlahan dari kamar mandi, rambutnya masih meneteskan air, pipinya tampak kemerahan entah karena air hangat atau perasaan canggung. Begitu ia melangkah keluar, matanya langsung menangkap sosok Darrel yang sedang sibuk di meja kecil, menata baju-bajunya.

“Sudah selesai?” suara Darrel datar tapi terdengar lembut malam itu.

“Iya…” jawab Fio pelan. Tapi begitu pandangannya jatuh pada baju yang disiapkan, wajahnya sontak memerah... di atas tumpukan pakaian bersih, tampak pakaian dalam miliknya ikut terlipat rapi.

“Tu-tuan Duda! Kamu… ini…” Fio menunduk, matanya membulat panik.

Darrel menatap sekilas, wajahnya tanpa ekspresi. “Aku cuma ambil semua yang ada di lemari. Aku nggak tahu urutannya,” katanya dingin tapi nada suaranya terdengar sedikit canggung.

“Ya Tuhan, kamu itu…” Fio menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menahan tawa malu.

Darrel berdeham, lalu mengalihkan topik cepat-cepat. “Makan dulu. Aku udah pesen bubur. Kamu belum makan dari sore, kan?”

“Aku nggak lapar.” Fio kembali ke kamar mandi untuk memakai bajunya.

“Ayo makan dulu. Jangan keras kepala.” Darrel menuntun Fio setelah ia memakai baju.

“Aku nggak keras kepala. Aku cuma… belum mau makan.”

Darrel menatapnya lama. Lalu tanpa banyak kata, ia mengambil sendok, duduk di hadapan Fio, dan menyuapkan bubur itu langsung ke depan mulutnya.

“Buka mulutmu,” perintahnya pendek.

Fio mengerjap. “Aku bisa makan sendiri.”

“Buka.”

Akhirnya Fio menurut, menerima dua suapan. Tapi setelah itu, ia menggeleng cepat-cepat sambil menunduk. “Udah. Aku beneran nggak bisa. Rasanya kayak ada batu di tenggorokan.”

Darrel menurunkan sendoknya pelan, memandangi Fio yang kini tampak menahan air mata di ujung matanya.

Fio menyandarkan kepala di lututnya, suaranya lirih, “Aku capek, Darrel… tapi aku nggak tahu harus cerita dari mana.”

Darrel diam. Tatapannya melembut tanpa kata, hanya tangannya yang terulur pelan, menepuk punggung Fio dengan hati-hati... seolah takut membuatnya makin rapuh.

“Kalau kamu nggak mau cerita sekarang, nggak apa-apa. Tapi jangan membiarkan dirimu kelaparan.”

Fio menatap sekilas ke arah Darrel, matanya sayu tapi ada sedikit cahaya di sana.

“Kamu kayak bukan Tuan Duda yang aku kenal,” gumamnya pelan.

Darrel berpaling, berdeham pelan.

“Aku cuma… tidak mau kamu sakit.”

Fio tersenyum tipis, meski matanya masih sembab.

“Terima kasih… tapi tetap aja, kamu nyiapin baju dengan bonus yang bikin malu.”

Darrel mengerling datar.

“Kalau kamu masih sempat malu, berarti kamu sudah sedikit baikan.”

Fio menatapnya sejenak, lalu tertawa kecil di antara air mata.

Hening.

Darrel memilih ke kamar mandi dulu sebelum ia bersiap tidur. Tapi saat ia keluar dati kamar mandi

Darrel menatap Fio yang kini bersandar di kepala ranjang, wajahnya pucat dan pandangannya kembali kosong menembus udara. Kamar itu hening, hanya suara detak jam dan napas pelan Fio yang terdengar.

“Fio…” panggil Darrel perlahan.

Tidak ada jawaban. Hanya bahu Fio yang naik turun perlahan.

Darrel duduk di tepi ranjang, mencoba menahan nada tegasnya. “Ceritain ke aku, apa yang terjadi?”

Fio masih diam. Tangannya meremas ujung selimut dengan kuat, bibirnya bergetar tapi tak satu kata pun keluar.

“Fio.” Nada Darrel meninggi sedikit, bukan marah—tapi khawatir. “Kamu pulang malam, kamu hilang seharian. Aku berhak tahu.”

Fio akhirnya menggeleng pelan. “Aku nggak mau bicara.”

Darrel mengusap wajahnya, menahan napas panjang. “Jangan seperti ini, Fio. Aku cuma mau bantu. Apa ada yang menyakiti kamu?”

Diam.

“Fio, jawab aku.”

Tapi gadis itu tetap menunduk. Air matanya menetes diam-diam, menodai punggung tangannya sendiri.

Lalu perlahan, suara lirih keluar di antara isak tertahan.

“Aku nggak mau lanjutin kuliah.”

Darrel menatapnya tak percaya. “Apa?”

“Aku nggak mau lanjutin kuliah.”

Nada Fio kali ini lebih tegas, tapi juga lebih hancur. Ia tidak menatap Darrel, hanya menunduk, air matanya terus mengalir.

Darrel mencoba menahan diri untuk tidak menekan, tapi suaranya tetap keluar rendah dan berat.

“Kenapa? Sebentar lagi kamu lulus, Fio. Apa karena teman-temanmu? Atau dosenmu?”

Fio tidak menjawab. Ia hanya menarik selimut, membaringkan tubuhnya, lalu menutup seluruh wajahnya di bawah kain itu.

“Jangan ditanya, Darrel… tolong jangan tanya apa-apa lagi.” Fio merebahkan tubuhnya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

Darrel terdiam lama. Ia bisa mendengar suara tangis yang berusaha disembunyikan di balik selimut itu, dan dadanya terasa sesak. Ia ingin menarik selimut itu, ingin menatap matanya, ingin tahu siapa yang berani membuat Fio seperti ini. Tapi sesuatu di dalam dirinya berkata untuk diam.

Akhirnya Darrel hanya duduk di tepi ranjang, menatap gundukan tubuh Fio yang kini bergetar pelan. Tangannya terulur, menyentuh selimut itu dengan lembut.

“Oke,” ucapnya pelan. “Aku nggak maksa. Tapi jangan berhenti berjuang cuma karena sesuatu yang menyakitkan. Kamu itu kuat, Fio.”

Tidak ada balasan. Tapi di bawah selimut, Fio menggigit bibirnya, menahan tangis yang nyaris meledak lagi.

Darrel tetap duduk di sana sampai Fio tertidur dalam diamnya sendiri.

***

Darrel yang semula hampir terlelap di samping Fio tersentak begitu mendengar suara Fio yang lirih tapi keras di dini hari.

“Dia ayahku…”

Awalnya Darrel mengira Fio hanya mengigau biasa. Ia menoleh sekilas, tapi saat mendengar Fio kembali bicara dengan nada lebih tinggi, tubuhnya langsung tegak.

“Dia ayahku!”

Bersambung

1
Miu Miu 🍄🐰
kasihan fio ..kamu hrs bahagia fio
Francisca
keren
Ijah Khadijah: Masya Allah... terima kasih kakak
total 1 replies
Ilfa Yarni
iya fio udah menikah suaminya ganteng bak aktor korea tajir pula kenapa km iri ya
Ilfa Yarni
apa rencana pak Arya dan kl mereka pergi krmh ayahnya apa yg akan terjadi kaget pasti mereka fio dapat suami yg kaya raya dan mgkn ayahnya mau ambil kesempatan jg mulai mengannggap fio anknya krn ada maunya
Nety Dina Andriyani
😍
Ilfa Yarni
hahaha pd takut mrk pd darrel tatapannya itu lo bikin orang ga bisa nafas cieee udah saling cinta nih darrel dan fio
Aurel
lanjut 😍😍😍 semangat
Ijah Khadijah: Terima kasih kak
total 1 replies
Miu Miu 🍄🐰
next Thor semgt 😍
Ijah Khadijah: Oke, Kak.
total 1 replies
Nety Dina Andriyani
akhirnya up jg
Ijah Khadijah: Iya kak. HPnya rebutan sama anak🙏
total 1 replies
Nety Dina Andriyani
ayo smangat kak
ditunggu up nya
Nety Dina Andriyani: ditunggu 💪
total 2 replies
Aurel
lanjut 😍😍 semangat
Aurel
lanjut 😍😍😍 semangat
Ilfa Yarni
cieee darrel udah ga dingin lg udah cair eh mang msh ada trauma yg lain ya fio jgn sedih lama2 ya km itu cocok gadis yg ceria
Ilfa Yarni
ooo jadi ceritanya begitu udah ga papa fio ada Farrel dan orangtuanya yg anggap km ank udah ga usah dipikirin suatu saatayahmu pasti sadar klo dia udah salah tetap semangat kuliah ya ada darrel yg bisa bantu km
Ilfa Yarni
getar2 cinta mulai terasa skr udah mau pelukan besok2 ciuman dan trus MP deh tp tar dulu pengen tau apa yg terjadi pd fio msh penasaran banget aku
Kusii Yaati
kok bisa skripsinya fio di ambil saudara tirinya, emang mereka satu kampus 🤔... kayaknya awal" baca nggak ketemu adegan fio ketemu lira di kampus 🤔...jek rak mudeng aq
☘️💮Jasmine 🌸🍀
next Thor 😍💪
Nety Dina Andriyani
lanjutttt
Ijah Khadijah: Siap kak.
total 1 replies
Ilfa Yarni
oooh ternyta fio berantem sayg mamanya lira saudara tirinya mang mereka sekampus apa?
lira jg mencuri bhn skripsinya berarti mrk satu kampus dong ah bingung jg aku blom terlalu jelas masalahnya
Ijah Khadijah: Tunggu kelanjutannya kakak. Terima kasih.
total 1 replies
Dar Pin
penasaran deh Thor ayo lanjut Thor semangat updatenya 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!