Novi adalah seorang wanita seorang agen mata-mata profesional sekaligus dokter jenius yang sangat ahli pengobatan dan sangat ahli membuat racun.
Meninggal ketika sedang melakukan aktivitas olahraga sambil membaca novel online setelah melakukan misi nya tadi malam. Sayangnya ia malah mati ketika sedang berolahraga.
Tak lama ia terbangun, menjadi seorang wanita bangsawan anak dari jendral di kekaisaran Dongxin, yang dipaksa menikah oleh keluarga nya kepada raja perang Liang Si Wei. Liang sangat membenci keluarga Sun karena merasa mencari dukungan dengan gelar nya sebagai salah satu pangeran sekaligus raja perang yang disayang kaisar.
Tepat setelah menikah, Novi melakukan malam pertama, ia menuliskan surat cerai dan lari. Sayangnya Liang, selalu memburu nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desa Unik
Malam merambat turun, menyelimuti Desa Mamy dengan kabut tipis dan suara jangkrik yang menggema dari balik rerumputan.
Liang Si Wei bergerak cepat dan nyaris tanpa suara di antara bayangan pepohonan. Di belakangnya, Mo Han dan Mo An mengikuti seperti bayangan, langkah kaki mereka seirama.
"Aku harus memastikannya, apakah wanita itu ada disini."
Ia menelusuri setiap lorong kecil desa, mengamati setiap celah antara rumah bambu, menyisir gudang tua, sumur, dan tempat penyimpanan.
"Semakin lama, semakin aku sadar, Desa ini sangat unik."
Tidak ada apa pun yang menunjukkan bahwa desa ini tempat bandit gunung. Tentu tak ada istimewa, hampir sama dengan Desa-desa lainnya.
"Tidak masuk akal," gumamnya pelan saat mereka berhenti di dekat ladang kecil.
Liang Si Wei terdiam lama, menatap ke arah barat desa di mana cahaya rumah-rumah sudah mulai padam.
"Tidak," ucapnya akhirnya. "Naluri ku tidak pernah salah."
Sementara itu, di dalam rumah besar di ujung paling timur desa, Sun Yu Yuan mengenakan topeng kulit manusia buatan Grimhall, hasil paling mutakhir yang ia kembangkan hasil dari agen mata-mata dunia modern nya. Topeng itu menutupi seluruh wajahnya dengan sempurna, mengubah raut wajahnya menjadi seorang wanita tua biasa yang terlihat lemah.
Di dalam kamar sunyi yang tersembunyi di balik dinding palsu, keempat anaknya sudah dibaringkan di tempat tidur masing-masing, tertidur pulas dalam selimut hangat.
"Kau benar-benar datang, Liang Si Wei. Kenapa kau sangat suka penasaran," gumamnya.
Ia menghela napas, lalu berjongkok di dekat tempat tidur anak-anaknya, mengelus kepala mereka satu per satu.
"Aku harus melindungi kalian. Sampai saatnya tiba, kalian tak boleh tahu siapa ayah kalian sebenarnya."
Sementara itu, di sisi lain desa, Liang Si Wei berdiri di depan rumah kecil yang tampak lebih tua dari yang lain. Ia menatapnya lama. Hatinya, entah kenapa terasa aneh. Hampa, namun juga hangat. Seolah ada sesuatu yang membuatnya penasaran.
Namun saat ia membuka pintu perlahan, hanya aroma jamu dan suara napas orang tua yang sedang tidur terdengar.
Tidak ada yang mencurigakan. "Apa aku salah?" bisiknya.
Liang Si Awei akhirnya menyudahi kegiatannya, dan kembali berkumpul dengan Mo Han dan Mo An yang sudah kembali di tempat semula.
"Tidak ada yang mencurigakan di sini, Yang Mulia." kata Mo Han dengan tegas.
Mo An mengangguk. "Aku juga merasa begitu, Yang Mulia."
Liang Si Wei mengangguk pelan, wajahnya serius, "Pergi!" ucap nya singkat dan tegas.
Liang Si Wei menggunakan Qinggong-nya, menuju ke tempat di mana mereka mengikat kuda mereka beberapa waktu lalu.
Sementara itu, di dalam rumah yang tampak sederhana, Sun Yu Yuan berdiri di depan cermin, menatap refleksinya. Senyum tipis tersungging di bibirnya, yang kini tersembunyi di balik topeng kulit manusia yang begitu sempurna itu.
"Meski aku baru melahirkan, tidak ada yang mampu menemukan jejakku." ucap Sun Yu Yuan dalam hati sambil tertawa.
Di kamar tidurnya, keempat anaknya tidur nyenyak di ranjang masing-masing, seperti tak terganggu sedikit pun oleh peristiwa yang terjadi tadi malam.
"Novi, di lawan! Pasti kalian kalah lah!" Sun Yu Yuan, menertawakan diri sendiri. "Ternyata orang zaman kuno sangat mudah memanipulasi mereka." Bangga Sun Yu Yuan.
Ia berbaring kembali di tempat tidurnya. Dengan topeng yang masih menempel di wajahnya, ia merasa aman. Tapi di dalam hatinya, ada satu pertanyaan yang menggelayuti, kapan Liang Si Wei benar-benar berhenti mencari? Sebenarnya ia sangat lelah bersembunyi, tapi ia tak mau terlibat dengan si Raja Perang itu.
"Biarlah. Akan tiba waktunya mereka menemukanku, tapi untuk sekarang, aku harus tidur. Biar dia terus mencari, aku akan beristirahat." pikirnya.
Dengan sebuah tarikan napas panjang, ia menutup matanya dan kembali terlelap, berusaha menenangkan diri dari ketegangan yang baru saja ia alami. Dalam tidurnya yang tenang, dunia luar seolah tidak ada artinya lagi.
Setibanya di ibu kota, Liang Si Wei langsung kembali ke kediaman utamanya. Malam baru saja turun, tetapi tak ada waktu untuk beristirahat. Langkahnya mantap menyusuri lorong panjang menuju ruang kerjanya, tempat di mana ribuan dokumen rahasia dan laporan militer disimpan dengan ketat.
Begitu pintu ruang kerja terbuka, aroma kertas tua dan tinta segar langsung menyambutnya. Ruangan itu sunyi, hanya diterangi oleh lentera gantung di tengah langit-langit dan beberapa lampu minyak kecil di sudut-sudutnya. Meja kerjanya besar, penuh tumpukan dokumen yang baru saja tiba selama ia pergi tiga hari.
Kepala pelayan tua, yang selalu setia melayani Liang Si Wei sejak ia masih muda, segera menyusul masuk sambil membawa sebuah nampan kecil berisi teh hangat dalam cangkir porselen berhias motif naga emas.
“Yang Mulia, teh hangat untuk meredakan lelah perjalanan,” ucapnya lembut sambil meletakkan cangkir di sisi kanan meja kerja.
Liang Si Wei hanya mengangguk tanpa menoleh. Matanya sudah tertuju pada satu laporan yang disegel dengan tanda pengenal wilayah perbatasan.
Dengan gerakan cepat, ia membuka buku itu. Matanya bergerak cepat membaca isi laporan, melihat setiap kata, setiap detail. Alisnya berkerut.
“Bandit perbatasan telah mundur ke utara... tapi meninggalkan jejak yang seakan disengaja,” gumamnya pelan.
Ia meraih cangkir teh, meniup perlahan, lalu meminumnya dalam satu teguk.
Liang Si Wei kembali menekuni dokumen lainnya, menata potongan informasi di dalam kepalanya seperti menyusun potongan puzzle.
Ia menyandarkan tubuhnya sejenak di kursi, memejamkan mata. Tapi otaknya tak berhenti berputar. “Kemana istriku itu bersembunyi, hah sudah aku bilang wanita itu sangat merepotkan!”
Angin malam menyusup masuk melalui jendela yang terbuka sedikit. Liang Si Wei membuka matanya, menatap ke arah jendela.
Dengan satu gerakan pelan namun mantap, ia mengambil kuas dan mulai menulis balasan dan instruksi untuk tim naga.
pastikan jantung aman ya.....
no kaleng kaleng lah titisan raja perang
belum lagi tuh kalau bikin kekacauan....
alat" aneh, racun....dan keabsurd an mereka...
..... tuan tuan tabib... pastikan kalian...
tetap di sisi kaisar dan pangeran ya.....😁