Segalanya yang telah ia hasilkan dengan susah payah dan kerja keras. lenyap begitu saja. kerja keras dan masa muda yang ia tinggalkan dalam menghasilkan, harus berakhir sia-sia karena orang serakah.borang yang berada di dekatnya dan orang yang ia percayai, malah mengkhianatinya dan mengambil semua hasil jerih payahnya.
Ia pun mulai membentuk sebuah tim untuk menjalankan rencana. dan mengajak beberapa orang yang dipilihnya untuk menjalankan dengan menjanjikan beberapa hal pada mereka. Setelah itu, mengambil paksa harta yng dikumpulkan nya dari mereka.
"Aku akan mengambil semuanya dari mereka, tanpa menyisakan sedikitpun!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vandelist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Selamat membaca
“Dah kan, yuk!”
“Sab lo dapet baju ini darimana sih, gede banget.”
“itu, pinjem dari tetangga di dekat mobil kita parkir, baik kan ibunya.”
“Mbak asli dah lo pantes banget pake tuh baju sampek pengen banget gue ketawa keras.”
Aurel yang mendengar hal itu hanya bisa mendengus kan napasnya. Ia benar-benar malu dan tak nyaman dengan pakaian yang dipakainya. Ini juga kesalahannya karena tidak mendengarkan titah Sabia kemarin karena terlalu fokus dengan kukunya. Jika saja ia tahu dari awal kalau akan ke tempat ini, maka dirinya akan memakai pakaian sopan, tetapi karena fokusnya semalam itu untuk kukunya, membuat dirinya terpaksa untuk memakai baju pinjaman dari Sabia.
Dalam hatinya, ia merasa seperti korban fashion zaman batu. Warna bajunya yang gonjreng, mirip pelangi kecelakaan, ditambah kerudungnya yang sangat-sangat jadul, bikin penampilannya seperti ibu-ibu arisan tahun 90-an yang baru datang melalui teleportasi. Tatapan orang-orang di sekitarnya pun seolah berkata, "Ini siapa, peserta lomba karnaval kah?" Belum lagi Galuh yang cekikikan seperti ayam ketabrak motor, membuatnya malu level dewa. Rasanya Aurel ingin kabur dan bersembunyi di kolong meja!
“Asli deh mbak, lo kalau kayak gini lagi ikut kontes karnaval desa yang pakaiannya pakai jadul kayak gitu, cuman sayang kenapa lo pakai sepatu sih, harusnya lo pakai selop gitu biar kelihatan lagi karnavalan sendiri di pesantren,”ujar Galuh dengan menahan tawanya sedari tadi.
“Diem lo!” Rasanya ia benar-benar ingin menghilang sekejap untuk menghindari tatapan orang-orang. Aurel benar-benar akan memenggal Galuh setelah pulang dari tempat ini.
“Tuh orang nya,”tunjuk Sabia pada orang kepercayaannya yang datang ke arah mereka.
Seorang lelaki dengan sarung hijau yang menutupi tubuhnya, dipadukan dengan baju koko hitam yang sederhana, serta peci putih yang anggun bertengger di atas kepalanya. Untuk pertama kalinya, Galuh terpana oleh sosok yang dihadirkan oleh Sabia. Kulitnya yang kuning langsat, bersinar bak mentari senja, dipadu dengan penampilan khas pesantren, membuat hatinya berdesir. Sebuah perasaan yang lama tak ia rasakan sejak dewasa, kini kembali menggelora. Pesona lelaki itu begitu memikat, membuatnya seakan terjatuh dalam buaian rasa yang tak terduga. Atau bisa dibilang Akang santri yang selalu membuat kaum hawa tidak bisa berpaling.
“Ganteng banget orang sewaan lo mbak, anjirlah”puji Galuh pada orang itu. Sabia sama sekali tidak menanggapi pujian Galuh, matanya berfokus pada orang yang di incarnya, yang saat ini sedang mengobrol dengan muridnya sendiri.
“Mbak Sabia?”tanya pria itu pada Sabia.
Sabia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. “Kita bicara di bawah pohon itu saja,” tunjuk Sabia pada pohon yang ada di sebelah sungai pesantren ini.
Mereka berempat pun berjalan menuju tempat yang ditunjuk Sabia. Lokasinya tak jauh dari tempat mereka berdiri. Pesantren ini sungguh memesona, dengan hawa sejuk yang menyelimuti. Hamparan sawah menghijau mengelilingi, sungai jernih mengalir tenang di tengah-tengahnya, dan rindangnya pepohonan menambah kesan teduh. Tempat ini bagai surga bagi para pencari ilmu, menawarkan ketenangan yang sempurna untuk mendalami setiap pelajaran.
“Kita langsung saja, kamu mendapat info apa selama di sini Nggrit?”tanya Sabia pada pria itu.
Orang sewaannya itu menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihatnya di sekitarnya agar tidak ketahuan dengan barang yang disembunyikannya. Ia benar-benar tak mau harus mengulangi hukuman yang diberikan oleh keamanannya di pesantren ini. Cukup satu kali, tidak untuk kedua kalinya.
“Ini bos semua informasi tentang orang itu ada di sini.” Tangannya yang memegang kamera kecil lalu diberikannya pada Sabia. Selama beberapa bulan terakhir, bisa dibilang ia mendapat banyak informasi tentang orang itu termasuk bisnis gelapnya yang di mana orang itu terlibat dalam hal ini. Termasuk pesantren ini.
“Oh iya, kalau boleh tahu orang yang terlibat itu pemilik pesantren ini kah?”tanya Aurel pada Panggrit. Nama orang yang disewa Sabia.
“Bukan mbak, tapi salah satu guru yang mengajar di sini. dan orang itu adalah anak mereka, sama mungkin mbak Sabia bakalan terkejut setelah mengetahui fakta ini,”jawab Panggrit.
“Fakta apa?”tanya Galuh yang akhirnya buka suara setelah puas memandangi pria sewaan Sabia itu.
Panggrit mendekatkan dirinya pada mereka bertiga dan berkumpul untuk memberikan fakta yang diucapkannya tadi. “Bisnis gelap itu, sangatlah jahat. Orang-orangnya banyak bersembunyi di pesantren ini, dan membuat lingkungan pesantren ini berubah drastis karena kedatangan mereka,”ucap Panggrit dengan suara tidak terlalu lirih dan tidak terlalu besar.
“Bukannya itu hal wajar ya kalau setiap kedatangan orang baru akan ada perubahan?”tanya Aurel.
“Bukan hal yang wajar sama sekali, baru-baru ini ada anak dari salah satu wali yang hilang setelah di ajak gurunya pergi keluar. Kata anak-anak lain, waktu kembali anak itu tidak dibawa oleh guru itu. Dan guru itu hanya membawa dirinya sendiri buat balik ke sini,”jelas Panggrit.
Sabia jadi teringat dengan pembicaraannya bersama Erica, bahwa bisnis gelap yang diselidiki mereka ini, juga memiliki kasus tentang perdagangan manusia. Di mana ada salah satu yayasan yang terlibat dalam sindikat perdagangan manusia ini. “Apakah mungkin?”tanyanya hati.
µµ
“Mbak besok kita ke sini lagi yuk! Gue bener-bener cuci mata selama ada di sini tadi, apalagi akang-akang yang jaga di depan gerbang tadi. Bjirlah, gue pengen punya suami kayak mereka nanti!” seru Galuh yang sedari tadi tidak berhenti memuji para santriwan di pesantren ini.
“Ck lo kalau mau dapet suami kayak gitu, emang lo udah ngaca ke diri sendiri. Mereka yang Sholeh nya minta ampun malah bersanding sama lo yang kerjaannya cuman ngumpat sama berantem dengan ibu-ibu disamping rumah kita. Emang kagak nyadar diri banget lo!”ejek Aurel pada Galuh.
“Sirik aja lo, iri bilang bos,”saut Galuh.
Mereka berdua memang tidak akan bisa berhenti sejenak untuk tidak bertengkar. Ada saja bahan yang digunakan mereka untuk berdebat dan tentu Sabia tidak memikirkan kelakukan mereka yang tidak berhenti berdebat. Ia hanya masih memikirkan tentang penjelasan Panggrit tadi. Ia pun mengeluarkan kamera yang diberikan Panggrit padanya tadi, dan menyuruh Galuh untuk menyalakan laptopnya guna melihat rekaman yang diambil Panggrit.
“Aku harap kita bisa mendapat fakta yang diucapkan Panggrit melalui rekaman ini,”harap Sabia. Setelahnya ia pun memplay rekaman yang diambil oleh Panggrit dan di tonton bertiga di dalam mobil. Mereka melihat rekaman itu dengan seksama, adegan demi adegan ucapan dari setiap orang yang ada di rekaman itu. Lalu mereka membelalakkan matanya setelah melihat cuplikan di salah satu adegan itu.
“Gila!”
“Gila!”
Seru Galuh dan Aurel secara berbarengan. Sabia hanya bisa menutup mata dengan adegan itu. Benar-benar diluar nalar perbuatan mereka.
narasi nya panjang banget thor.. salut/Rose/
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩