Alana Adhisty dan Darel Arya adalah dua siswa terpintar di SMA Angkasa yang selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik. Alana, gadis ambisius yang tak pernah kalah, merasa dunianya jungkir balik ketika Darel akhirnya merebut posisi peringkat satu darinya. Persaingan mereka semakin memanas ketika keduanya dipaksa bekerja sama dalam sebuah proyek sekolah.
Di balik gengsi dan sikap saling menantang, Alana mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam hubungannya dengan Darel. Apakah ini masih tentang persaingan, atau ada perasaan lain yang diam-diam tumbuh di antara mereka?
Saat gengsi bertarung dengan cinta, siapa yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my pinkys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman untuk Larissa
Setelah kejadian di toilet, Darel membawa Alana keluar dari sekolah dengan ekspresi dingin. Andra, Juno, dan Rio yang melihat mereka segera menghampiri.
“Ada apa?” tanya Juno melihat ekspresi serius Darel.
Darel tidak langsung menjawab. Ia hanya menoleh pada Alana, memastikan gadis itu baik-baik saja sebelum akhirnya berkata, “Larissa sudah melewati batasnya.”
Mata Andra menyipit. “Larissa? Apa yang mak Lampir itu lakukan kali ini?”
Alana menggigit bibirnya sebelum menjawab pelan, “Dia mengunci gue di toilet.”
Rio langsung mendecak. “Sialan tu mak Lampir. Itu udah keterlaluan.”
Darel menatap teman-temannya dengan mata penuh kemarahan. “Gue nggak bakal tinggal diam.”
Alana menarik tangan Darel, mencoba menenangkan. “Darel… aku baik-baik aja sekarang.”
Darel menatapnya tajam. “Itu bukan masalahnya, Alana. Dia harus diberi pelajaran.”
Andra menghela napas. “Apa lo mau kita beri pelajaran sama Larissa sekarang?”
Darel mengangguk. “Cari tahu keberadaannya. Gue mau bicara dengannya.”
Juno langsung mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari informasi dari teman-temannya yang lain. Tidak butuh waktu lama sebelum ia menemukan jawabannya. “Dia masih ada di sekolah. Sepertinya di taman belakang.”
Darel tersenyum sinis. “Bagus.”
Alana menatap Darel khawatir
"Alana, kamu nggak papa kan? "tanya Shasa.
" Aku nggak papa kok Sha, oh iya. Kamu mau pulang bareng Kavin ya"ucap Alana di akhir kalimat dengan berbisik.
Shasa membulatkan mata nya dan menepuk lengan Alana pelan"Kok kamu tau, Kavin yang ngajak Lana. Sumpah! aku juga sempet nggak percaya si Kavin ngajak aku pulang bareng"
Alana tersenyum"Kayaknya Kavin suka kamu deh Sha".
"Mana mungkin" elak Shasa.
"Coba deh Sha, kmau perhatiin sikap Kavin, pasti beda kalo sama kamu" bisik Alana.
"Masa sih Lana? " balas Shasa tak percaya.
"Ck kamu mah nggak peka"
"Terus aku harus gimana dong"
"Kamu harus lebih sering-sering senyum sama Kavin, siapa tau nanti Kavin lebih cepat nembak kamu"kekeh Alana sambil tertawa pelan saat melihat ekspresi wajah Shasa yang lucu.
"Iuh, masa harus gitu sih...malu lah aku Lana"
"Udah percaya aja sama Alana"
Alana dan Shasa asik berbisik-bisik sampai tak sadar kalau sekarang mereka berdua jadi tontonan genk nya Darel bagaimana tidak Alana dan Shasa asik berbisik-bisik dan tertawa berdua, sudah seperti duo cegil aja.
___
Malam hari nya, suasana di sebuah gudang kosong di pinggiran kota terasa hawa yang mencekam.Lampu remang-remang menerangi ruangan besar yang hanya berisi beberapa kursi dan meja kayu tua yang sudah lapuk tak layak pakai.
Di tengah ruangan, seorang gadis berambut panjang duduk dengan tubuh gemetar. Tangan dan kakinya terikat pada kursi, dan mulutnya diplester. Matanya yang dipenuhi ketakutan menatap sekeliling, mencoba mencari jalan keluar,yang sial nya tak ada celah sedikitpun untuk dirinya kelur.
Gadis itu adalah Larissa.Iya! si mak Lampir!
Siangnya, ia dengan penuh kesombongan menyiram Alana di sekolah, berpikir bahwa tidak akan ada yang berani menyentuhnya. Namun, ia lupa satu hal—Alana adalah milik Darel Atharrazka.Ah, bukan lupa. Tapi memang Larissa tak mengetahui jika Alana pacar Darel.
Dan siapapun yang berani menyentuh Alana… harus siap menerima akibatnya.
Dari kegelapan tanpa sinar, terdengar langkah kaki yang berat dan tegas. Satu per satu, sosok berpakaian hitam muncul, mengelilingi Larissa. Mereka adalah Dark Sovereign, geng bawah tanah paling berpengaruh yang dipimpin oleh Darel.
Di antara mereka, ada Juno, Andra,Kavin dan Rio tentu saja.
Juno bersandar pada tiang kayu, melipat tangan dengan ekspresi dingin. Andra memainkan pisau lipat di tangannya, matanya menatap Larissa dengan tajam dan menyeringai. Sementara Rio duduk santai di atas meja, kakinya terayun pelan.
Darel melangkah masuk terakhir. Langkahnya penuh wibawa, tatapannya tajam dan mematikan.
Larissa menelan ludah. Ia sudah tahu Darel tak akan membiarkan orang yang sudah mengusiknya di sekolah akan aman, tetapi perasaan ia tak membuat masalah dengan Darel atau pun anggota yang lainnya tapi kenapa ia jadi seperti ini terikat,danDarel melihatnya dengan tatapan tajam membuatnya benar-benar ketakutan.
Kavin mencabut plester di mulut Larissa dengan kasar.
“AAKKH! Dasar bajingan!” Larissa berteriak marah.
Andra tertawa kecil. “Wow, punya nyali juga lo, berani teriak?”
Juno menyeringai. “Lobenar-benar bodoh, Larissa. Berani menyentuh milik Boss?”
Darel menatap Larissa dingin. “Lo pikir Gue bakal lepasin lo,setelah apa yang lo perbuat pada Alana?”
Larissa mendongak, mencoba terlihat berani meski tubuhnya gemetar. “Dia hanya perempuan lemah! Kenapa kalian membela dia? Cih, Gue bahkan lebih baik darinya!”
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Larissa.
PLAK!
Larissa menjerit. “Sialan! Beraninya lo—”
PLAK!
Tamparan kedua mendarat lebih keras. Kali ini, air mata mulai menggenang di mata Larissa.
Juno menatap tangannya yang baru saja menampar Larissa, lalu melirik Darel. “Maaf, Boss. Tangan gue refleks gerak sendiri.”
Darel tidak bereaksi. Ia hanya menatap Larissa dengan dingin.
“Gue bisa membuat hidup lojauh lebih buruk daripada ini,” katanya pelan, tetapi mengandung ancaman yang mengerikan.
Larissa mulai terisak. “Gue… gue cuma… gue nggak suka melihat Alana bahagia!,Kenapa dia bisa mendapatkan segalanya?”
Rio terkekeh. “Iri? Kalo lo tahu lo nggak bakal pernah bisa nggantiin posisinya di hati Darel?”
Larissa menggigit bibirnya, tidak bisa membantah.
Darel mendekat, membungkuk hingga wajahnya sejajar dengan Larissa.
“Gue bisa melakuin banyak hal sama lo, Larissa,” bisiknya. “Tapi gue nggak mau tangan gue kotor. Jadi,gue bakal beri lo dua pilihan.”
Larissa menatap Darel dengan penuh ketakutan.
“Pertama,” Darel mengangkat satu jari, “Lo angkat kaki dari sekolah,jangan mendekati Alana se senti pun,dan gue bakal biarin lo pergi tanpa menyentuh lo lebih jauh.”
“Dan pilihan kedua?” suara Larissa bergetar.
Darel tersenyum dingin. “Lo nolak, dan Dark Sovereign akan memastikan hidupmu menjadi neraka.”
Larissa menelan ludah. Ia tahu, tidak ada gunanya melawan. Jika ia memilih yang kedua, ia tidak akan pernah bisa hidup tenang lagi.
“Gue… gue bakal pergi…” bisiknya dengan suara bergetar.
Darel berdiri tegak. “Bagus.”
Ia memberi isyarat pada anak buahnya, dan Andra segera melepaskan ikatan di tangan dan kaki Larissa.
Larissa terjatuh ke lantai, tubuhnya masih gemetar ketakutan.
Darel menatapnya untuk terakhir kali. “Angkat kaki lo dari kota ini.Kalo gue masih liat lo berkeliaran,gue nggak akan sebaik ini lagi.”
Larissa hanya bisa mengangguk sebelum berlari keluar dari gudang, meninggalkan semuanya.
Dark Sovereign menatap kepergiannya dengan tatapan puas.
Rio terkekeh. “Serius, Boss. Kadang gue suka cara kerja lo.”
Juno menghela napas. “Kita seharusnya melakukan lebih dari ini, tapi ya sudahlah.”
"Sebenarnya gatel nih tangan gue" ucap Andra.
Kavin hanya memperhatikan semua nya dalam diam,.
Darel hanya diam. Pikirannya tidak lagi tertuju pada Larissa, tetapi pada seseorang yang jauh lebih penting.
Alana.
Gadis itu adalah miliknya, dan ia tidak akan pernah membiarkan siapa pun menyentuhnya lagi.