Hera membaca novel Fantasi yang tengah trending berjudul "Love for Ressa", novel klasik tentang Dante, seorang Duke muda yang mengejar cinta seorang gadis bernama Ressa.
Tentunya kisah ini dilengkapi oleh antagonis, Pangeran Mahkota kerajaan juga menyukai Ressa, padahal ia telah bertunangan dengan gadis bernama Thea, membuat Thea selalu berusaha menyakiti Ressa karena merebut atensi tunangannya. Tentunya Altair, Sang Putra Mahkota tak terima saat Anthea menyakiti Ressa bahkan meracuninya, Ia menyiksa tunangannya habis-habisan hingga meregang nyawa.
Bagi Hera yang telah membaca ratusan novel dengan alur seperti itu, tanggapannya tentu biasa saja, sudah takdir antagonis menderita dan fl bahagia.
Ya, biasa saja sampai ketika Hera membuka mata ia terbangun di tubuh Anthea yang masih Bayi, BAYANGKAN BAYI?!
Ia mencoba bersikap tenang, menghindari kematiannya, tapi kenapa sikap Putra Mahkota tak seperti di novel dan terus mengejarnya???
#LapakBucin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8
...****************...
“Bagaimana menurutmu, Anthea?”
“Apanya?”
“Karya-karya ku ini,” Altair menunjuk penjuru ruangan yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil itu.
Anthea memperhatikan beberapa lukisan, ada yang tertempel di dinding, di atas meja, dan di tatakan canvas yang masih menunjukkan sketsa, sepertinya Altair akan menggambar seorang wanita di sana.
Sejatinya ada salah satu persamaan Anthea dan Hera, mereka sama-sama menyukai gambar dan lukisan, sayangnya juga tak memiliki bakat akan itu. Anthea sangat mengagumi orang-orang yang bisa melukis, karena menurutnya hanya orang yang terlahir dengan seni atau mengasah bakat yang dapat memiliki keterampilan itu.
“Bagus, gambar-gambar mu terlihat cantik dan indah untuk ukuran anak seusia mu,” Komentar Anthea.
Altair menaikkan sebelah alisnya, “Kau berkata seolah aku ini lebih kecil darimu, ya.” Ujarnya.
Memang, batin Anthea menjawab.
“Kau benar-benar menyukai melukis sejak kecil?” Tanya Anthea tiba-tiba, Altair mengangguk, “Memangnya kenapa?”
“Tidak, emm apalagi yang kau sukai selain melukis?” Anthea bertanya sedikit ragu, takut dikira seolah mencari tau kesukaan laki-laki itu, tapi sepertinya Altair tak berpikir demikian.
“Aku paling suka semua beladiri, menggunakan senjata apalagi berpedang dan memanah. Di luar itu, kegiatanku hanya melukis,” Jawab Altair, ia berpikir sebentar sebelum melanjutkan, “Aku suka membaca buku, tapi tidak terlalu juga,”
Sebenarnya Anthea ingin langsung bertanya apa Altair menyukai bermain Piano, karena di dalam novel itulah satu-satunya kegiatan yang begitu di sukai Altair selain di lapangan.
“Yang lainnya? Seperti alat musik, apa ada? Bukankah kau sudah mempelajarinya?” Tanya Anthea.
“Tidak, aku sama sekali tidak berminat menggunakan alat musik, aku hanya belajar apa saja jenisnya,” Jelas Altair.
“Apalagi yang ingin kau tau? Ayo, tanyakan saja. Kita ini pasangan, kau harus tau tentangku begitupun sebaliknya,”
Anthea menghela nafas mendengar perkataan bocah laki-laki itu, “Tolong jangan membebaniku dengan status pasangan kita, Altair. Bagiku kita itu teman, dan tidak sedekat itu pula,”
Altair mengangguk mengerti mengiyakan, namun dalam hati ia takkan menganggap hubungan mereka ini pertemanan, sejak awal mereka adalah pasangan!
Tok tok tok
“Permisi Pangeran, apa Anda ada di dalam?” Terdengar suara seorang perempuan dari luar yang Altair yakini itu pelayan istananya.
“Ya, Masuklah,” Jawab Altair sedikit mengerahkan suara, pelayan itu masuk, ia tak beranjak sedikitpun dari posisinya saat ini bersama Anthea.
“Salah hormat Yang Mulia, Pangeran, dan Nona,” Ujar pelayan itu menunduk menyapa dua orang di dalam ruangan ini.
“Ada apa?” Tanya Altair.
“Yang Mulia Ratu meminta Anda menemui beliau, saya di suruh untuk mencari Anda karena Anda tak mendatangi guru pengajar di perpustakaan, “ Jawab pelayan itu.
Ibu pasti akan marah, batin Altair. Walaupun marah ibunya hanya diam tanpa bentak membentak.
Altair beralih menatap Anthea, “Ayo ikut aku menemui ibu,” Ajaknya, namun Anthea menggeleng.
“Bolehkah aku menunggumu di sini saja? Aku ingin melihat-lihat lukisan mu, dan aku tidak akan membuat ulah di sini,” Pinta Anthea.
Altair mengangguk, ia pikir tadi Anthea akan kembali ke tempat Ayahnya, karena itu ia pikir lebih baik mengajaknya saja.
Ia beralih pada pelayan tadi, “Siapkan beberapa hidangan untuk Putri Anthea, aku akan menemui Ratu,”
“Baik, Pangeran.”
Altair keluar dari ruangan melukis itu diikuti pelayan nya yang melaksanakan titah dari Pangeran tadi. Anthea menuju salah satu meja dan duduk melihat lukisan Altair di sana, salah satu lukisan pemandangan buatan laki-laki itu.
Cklek
Suara pintu dibuka mengalihkan pandangannya, Anthea pikir pelayan tadi yang kembali. Namun, di sana berdiri anak laki-laki yang sepertinya sepantaran dengan Anthea, menatap Anthea terkejut.
“Oh, halo Nona? Kau siapa ? Kenapa gerangan kau bisa ada di sini?” Tanya anak itu memasuki ruangan ini.
“Aku Putri Duke Millard,” Jawab Anthea, walau tidak tau siapa laki-laki dihadapannya ini, Anthea yakin ia bangsawan penting. Dilihat dari pakaian mewah yang ia kenakan.
“Duke, siapa? Maaf aku belum begitu ingat bangsawan-bangsawan di Kerajaan,” Ujar laki-laki itu menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Duke Millard, nama ku Anthea,” Ucap Anthea memperkenalkan diri.
“Kalau nama ku Alaric,” Ujar anak itu, ia mengambil duduk tepat di hadapan Anthea.
“Apa? Pangeran Ke dua?” Gumam Anthea, kali ini ia yang terkejut, “Saya memberi salam pada Pangeran Alaric, Matahari Kerajaan,” Ujar Anthea setelah berdiri dari duduknya.
“Ah santai saja, Lady Anthea, silahkan duduk,” Ujar Alaric diiringi senyuman lebarnya.
Sekilas saja Anthea dapat menilai anak ini tak seperti anggota keluarga kerajaan yang lain. Kalau Anthea tidak salah, usia Alaric itu 7 tahun, satu tahun di bawahnya.
Alaric sendiri tadi niatnya ingin menemui sang kakak untuk bercerita, karena malam tadi tiba-tiba ibunya membacakan Alaric dongeng malam sebelum tidur. Alaric tentu saja tercengang, malah rasanya canggung ibunya menemaninya semalam hingga tidur.
Karena sang kakak tak ada, lebih baik ia berbincang dengan gadis bangsawan cantik ini.
“Oh ya, kenapa kau ada di sini?” Tanya Alaric, ruangan pribadi kakaknya bukanlah tempat yang bisa di masuki sembarang orang.
“Aku menunggu Altair, dia dipanggil Ratu tadi,” Jawab Anthea.
“Kau temannya Kak Altair, ya?” Anthea hanya mengangguk menjawab.
“Wah, sejak kapan? Kenapa aku baru melihatmu di Istana??” Tanya Alaric antusias, belum Anthea menjawab ia bersuara lagi, “Teman Kak Altair berarti temanku juga, Kalau begitu mulai sekarang kita teman ya!”.
“Iya,”
“Kenapa kau mau berteman dengan anak kaku itu? Kak Altair itu sangat tidak asik tau, dia tidak bisa di ajak bermain, wajahnya selalu datar seperti ibu, tidak ada yang menarik darinya,” Ucap Alaric tanpa wajah berdosa menjelek-jelekan sang kakak.
Anthea tersenyum kecil, sepertinya adik Altair ini banyak bicara juga ya, atau apa karena ia masih kecil dan sedang polos-polosnya jadi tak sedingin keluarganya yang lain.
Cukup lama mereka mengobrol beberapa hal sambil menikmati camilan yang sudah diantar oleh pelayan istana kemari. Menurut Anthea, Altair adalah pribadi yang asik dan menyenangkan.
“Aku tau ya, ada 5 bangsawan Duke di Kerajaan, lalu 13 bangsawan Marquess, eh 13, kan?” Tanya Alaric, anak kecil itu melipat tangan dengan jemari mengusap rahang tanda berpikir. Mereka tengah membicarakan tentang bangsawan-bangsawan di Kerajaan Scarelion.
“Yang benar 18, kau tidak menyimak ketika gurumu menjelaskan ya?” Tanya Anthea, ia sama sekali belum mempelajari hal ini, karena kelasnya hanya kelas tatakrama, tapi Anthea pernah membaca dokumen milik sang ayah. Karena Alaric adalah seorang Pangeran, materi belajar laki-laki itu lebih padat dari pada bangsawan biasa.
“Aku hanya lupa ya!” Ucap bocah itu tak terima.
“Oh atau kau yang malas belajar,”
“Mana ada!!” Senang sekali rasanya Anthea melihat wajah imut itu mencoba memperlihatkan tampang marah.
Alaric memiliki mata biru seperti Altair, keturunan ayah mereka. Dari yang Anthea lihat kedua Pangeran ini cenderung mirip Raja Dierez.
“Kau lucu juga ya,” Ujar Anthea spontan dan menarik pipi berisi Alaric, sungguh tindakannya benar-benar refleks. Melihat bibir anak itu sedikit cemberut membuat Anthea tak bisa menahan rasa gemasnya.
“Jangan cubit pipiku! Padahal pipimu juga gendut,” Ujar Alaric.
Anthea langsung terdiam, menyentuh pipinya sendiri yang juga berisi. Hei, dikatakan gendut bagi seorang perempuan itu sangat sensitif tau!
“Dan jangan menyebut ku lucu, sebut aku gagah dan tampan,” Ucap Alaric menyugar rambutnya ke belakang.
“Gagah darimanya,” gumam Anthea, “Mungkin jika dilihat menggunakan mata batin,” Lanjut Anthea tertawa.
Anak laki-laki itu menggeram, “Aku itu—“
Cklek
Keduanya menoleh pada pintu yang terbuka, menampilkan Alaric yang menatap keduanya sejenak, melangkah masuk tanpa mengatakan apapun.
“Kakak! Ada yang ingin aku ceriatakan!!” Alaric langsung berucap antusias, namun ucapan Altair selanjutnya membuatnya murung.
“Keluar, Alaric.” Ucap Altair, tapi pandangan matanya tertuju pada Anthea.
Alaric yang sudah biasa di Jawab singkat seperti itu tak gentar, “Tapi—“
“Tunggu aku di kamarmu, nanti aku ke sana. Sekarang aku ada urusan dengan Anthea,” Jelas Altair.
Alaric mengangguk patuh, sebelum keluar ia beralih pada Anthea, “Sampai jumpa, Anthea.” Ujarnya melambaikan tangan.
Setelah Alaric pergi, sepasang manusia itu hanya terjebak dalam suasana saling diam.
“Kau sudah selesai bertemu Ratu?” Tanya Anthea berusaha mencari topik, tapi laki-laki di hadapannya ini hanya mengangguk menjawab.
Altair sendiri sibuk dengan pikirannya, tadi ia jelas mendengar gelak tawa Anthea saat bersama Alaric. Sedikit bagian dihatinya merasa tidak suka, ia juga ingin Anthea terbuka bersamanya, tapi Altair sadar sikapnya sendiri juga demikian.
“Duke Ervand mencarimu, ayo aku antar,” Ujar Altair.
Anthea hanya mengikuti, dengan jemari kecil mereka yang saling tertaut oleh Altair. Altair mengantar Anthea dan Duke Ervand sampai ke depan istana karena mereka akan kembali ke kediaman Millard., ayahnya pun di sana.
“Sering-seringlah bermain kesini Anthea, pintu istana selalu terbuka lebar untukmu,” Ujar Raja Dierez mengusap rambut Anthea, gadis kecil itu mengangguk.
Aku juga mau, batin Altair. Tapi ia sedikit gengsi, jika terlalu agresif mendekati Anthea nanti gadis itu malah semakin menolak perjodohan mereka.
Setelah kereta kuda Keluarga Millard keluar dari pekarangan kerajaan, Altair menemui adiknya, sesuai ucapannya tadi.
“Apa yang akan kau bicarakan?” Tanya Altair memasuki kamar Alaric.
Bukannya menjawab, adik Altair itu bertanya balik, “Apa Anthea sudah pulang, kak?”
Mata Altair sedikit menyipit, “Sudah, memangnya kenapa?”
“Tidak, hanya saja aku senang berbincang dengannya. Sejak kapan kakak dan dia berteman? Sampai kakak memperbolehkannya masuk ke galeri kakak.” Alaric bertanya seperti itu karena dulu saat pertama kali memasuki ruangan melukis Altair ia langsung di marahi karena menjatuhkan cat. Sejak itu hanya orang-orang tertentu yang diperbolehkan Altair masuk ke sana, ia saja sempat di larang, untungnya ia keras kepala.
“Dia bukan temanku!” Jawab Altair.
“Apa?? Anthea pasti sedih kakak tak menganggapnya, gadis kecil itu tadi dengan percaya diri bilang ia teman kakak,” Sebenarnya Alaric sedikit tak yakin tadi, karena Altair tak pernah berteman dekat dengan perempuan.
"Anthea lebih tua darimu, Alaric." Altair menatap adiknya datar, “Anthea itu calon tunanganku, dia adalah pasanganku di masa depan nanti,”
“Apa?!!” Suara dan ekspresi terkejut berlebihan Alaric tampilkan, sekarang beralih menatap sang kakak iba.
“Tapi dia hanya menganggap kakak teman, jadi kakak yang tidak di anggap di sini?”
Kilatan tajam dari mata kakaknya membuat Alaric tak lagi bersuara.
***
tbc