Di negara barat, menyewa rahim sudah menjadi hal lumrah dan sering didapatkan.
Yuliana adalah sosok ibu tunggal satu anak. Demi pengobatan sang anak, ia mendaftarkan diri sebagai ibu yang menyewa rahimnya, hingga ia dipilih oleh satu pasangan.
Dengan bantuan alat medis canggih, tanpa hubungan badan ia berhasil hamil.
Bagaimana, Yuliana menjalani kehamilan tersebut? Akankah pihak pasangan itu menyenangkan hatinya agar anak tumbuh baik, atau justru ia tertekan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Evan Linos
Yuliana melalui hari yang tidak mudah menghadapi kehamilannya. Ia sering kali mengalami mual hebat, hingga kadang memuntahkan apa yang ia telan.
Tapi, demi menjaga daya tahan tubuhnya. Ia tetap memaksa untuk makan apapun.
Yuliana yang semulanya dilarang memasak, menyentuh dapur, kini telah dibiarkan, untuk membuat makanannya sendiri.
Bagi Jessy asalkan sehat dan tidak mempengaruhi kondisi janin.
Semenjak mendapatkan izin memasak, setiap hari pun Yuliana memasak makanan yang ia mau. Makan kapanpun dan berapa banyak yang ia mau, tanpa ada yang melarang.
Namun, meski makanan ia bebas. Ada yang selalu mengusik kesenangannya itu. Tak lain adalah orang tua dari anak yang ia kandung. Terlebih Clara yang kerap main tangan dengannya.
Ya, Yuliana hanya bisa sabar. Di balik kesenangan yang ia dapatkan dengan menjadi ibu pengganti, ini adalah resiko yang harus dijalani.
Wanita itu kini tengah duduk santai di ruang santai sembari menonton siaran tv ditemani potongan buah apel di pangkuannya.
"Em," kepala Yuliana bergerak kanan kiri menikmati waktu santainya tanpa ada gangguan.
Tanpa wanita itu sadari Sean sudah berdiri tak jauh darinya, memandang dengan tajam.
"Apa dia sungguh seorang Ibu? Tubuhnya kecil, kelakuannya pun kayak anak kecil. Masa tontonannya kartun gitu," batinnya dengan tangan bersedekap dada, dengan alis dan kening berkerut tajam.
"Memangnya wanita sekecil dia bisa mengandung anakku?" batinnya.
Sejak awal, ia merasa tidak percaya akan pilihan ibunya. Baginya tubuh Yuliana terlalu kecil, bak anak SMP. Tapi, kenapa ibunya malah memilih dia.
"Yah, malah habis."
Sean menaikkan sebelah alisnya, mengalihkan pandangannya menatap layar tv yang mana film tontonan Yuliana sudah berakhir.
Yuliana meraih remote tv, mengganti channel lainnya. "Elsa!" seru Yuliana kala melihat kartu frozen itu.
Sean menggelengkan kepala melihat Yuliana yang benar-benar seperti anak kecil.
"Huh, semoga anakku, benar-benar tidak mengikuti genetik wanita aneh ini, sedikit pun," batin Sean, memilih membalikkan tubuh. Enggan menganggu Yuliana.
Pria itu, memilih segera masuk lift. Menekan lantai 4, menuju tempat istirahatnya.
Sampai di lantai itu, terlihat tak ada seorang pun di sana. Sean berjalan santai, meraih botol anggur yang terpampang langsung di koridor.
"Sayang! Kamu di sini!" seru Sean memanggil.
Sena berjalan menuju dapur, sembari terus berteriak lembut. Ia mengambil satu gelas kosong dan mengisinya dengan anggur.
"Sayang!" panggil Sean menengok ke arah tangga. Tempat satu-satunya menuju lantai lima.
"Iya, aku ke sana!" seru Clara membuat Sean mengurungkan niatnya berjalan menaiki tangga.
Pria itu memilih duduk di sofa, menikmati tegukan demi tegukan minuman anggur fermentasi tersebut. Sesekali ia memainkan ponselnya.
Sean mendekatkan ponselnya di telinga. "Halo Alex, kamu di mana sekarang?"
"Saya sedang di apartemen Tuan. Apa Tuan butuh bantuan saya?" tanya Alex di seberang sana.
"Hm, kamu kembali ke kantor, ambil dokumen map biru di atas meja. Aku lupa membawanya tadi," perintah Sean, kembali meneguk habis anggurnya dan meletakkan dengan lembut di atas meja.
"Baik Tuan, segera saya laksanakan," jawab Alex, membuat Sean segera mengakhiri panggilan itu.
Berakhirnya panggilan itu juga membuat Clara datang segera menghampirinya. Sean tersenyum menyambut dan memeluk lembut istrinya.
"Kamu habis mandi hem?" tanya Sean dengan lembut.
"Ya, tentu dong sayang. Aku harus menyambut suamiku dengan cantik kan?" ucap Clara mengusap manja bahu dan dada Sean.
"Kamu memang tau cara menyenangkanku sayang." Sean mengecup kening Clara. Tangannya melingkar di kepala Clara. Ujung jemarinya bergerak lembut, menarik dagu Clara agar mendongak, dan ia mulai memberikan sentuhan lembut yang penuh nafsu pada bibir istrinya itu.
"Em, sayang!" Clara mendorong pelan tubuh Sean.
"Kamu minum anggur merah lagi ya," ucap Clara mencebik manja.
"Sudah ku bilang, jangan menciumku jika baru minum," lanjutnya seakan siap merajuk.
"Em, maafkan aku sayang. Kamu begitu menggoda, jadi aku tidak bisa menahan diri," ucap Sean tulus.
Clara mengangguk. Tangannya bergerak mengusap leher Sean, memainkan lembut jakun Sean, membuat pria itu memejamkan mata, menikmati sentuhan menggoda itu.
"Sean, teman-temanku ingin liburan ke Paris besok. Mereka baru memberitahuku tadi. Kebetulan ada satu tiket yang lebih, boleh aku ikut mereka?" ucap Clara dengan bisikan manja dan menggoda tepat di depan telinga Sean.
Sean terdiam beberapa saat, kepalanya bergerak menatap Clara dengan lembut dan penuh kehangatan. "Berapa lama?" tanya dengan lembut.
"Em, mungkin sekitar dua Minggu. Bolehkan? Aku lelah tinggal di sini. Kepalaku selalu sakit semenjak ada wanita itu," tutur Clara bergerak naik ke atas pangkuan Sean.
Wanita itu sangatlah pandai menggoda Sean untuk mendapatkan izin pergi.
Tangan Sean bergerak melingkar di pinggang Clara.
"Itu sangat lama sayang. Aku akan sangat merindukan kamu. Apa aku tidak boleh ikut?"
Clara menggeleng, sembari memberikan tatapan melemas, manja dan menggodanya. "Ini liburan para wanita, dan hanya dua Minggu sayang. Aku mohon."
Sean menghela nafas kasar. Melihat tatapan memohon yang sangat manis itu membuatnya tidak bisa berkutik. Terlebih Clara memang butuh hiburan. Semenjak adanya Yuliana, Clara hampir setiap hari selalu menangis dan marah-marah merengek padanya.
"Baiklah, kamu boleh pergi." Angguk Sean dengan berat hati mengizinkan, membuat Clara mengulum senyum lebar.
"Aku akan kirim satu miliar ke rekening kamu untuk belanja, apa itu cukup?" tanyanya.
"Hm?" Clara tampak berpikir. "Dua miliar ya. Kalau pun tidak habis, aku akan menyimpannya untuk anak kita nanti," pinta Clara dengan senyum menggoda yang membuat Sean tak mampu membantah.
"Baiklah. Aku akan kirim besok ya."
Clara mengangguk senang. Ia segera memeluk erat Sean. "Terima kasih sayang, kamu yang terbaik!"
Sean tersenyum, membalas pelukan itu. "Hm, tapi malam ini. Kita akan melakukannya dengan puas kan?"
Tangan Sean bergerak nakal, mengusap tubuh Clara dengan lembut.
"Hm, baiklah," sahut Clara sembari tersenyum pasrah.
**
Sementara itu Alex baru saja datang. Namun, ia tidak sendiri. Tapi, bersama seseorang yang juga merupakan tangan kanan Sean.
"Jadi, ibu pengganti anak Sean tinggal di sini juga?" tanyanya sembari mengikuti langkah Alex.
"Ya, begitulah. Nyonya Jessy sangat menyayanginya. Sampai-sampai Sean kadang tidak berani mengganggunya langsung di depan nyonya," jawab Alex dengan santai.
"Hm, benarkah? Aku jadi penasaran bagaimana dia."
Alex tersenyum manis, mengingat bagaimana sikap dan fitur wajah Yuliana. "Dia wanita manis dan penurut."
Ucapan Alex membuat rekannya itu memandang dengan penuh curiga. Namun, belum sempat ia berucap, Alex sudah bicara kembali.
"Nah, itu dia," ucap Alex menunjuk ke arah ruang santai. Membuat pria yang penasaran itu segera menoleh.
"Hm?" Pria itu menaikkan sebelah alisnya melihat Yuliana dari belakang, tampak seperti anak kecil.
"Kau serius? Dia seperti anak kecil?" tanyanya memandang tak percaya.
Alex mengangguk santai. "Anna!" serunya memanggil, membuat Yuliana sontak menoleh.
"Kemari!" panggil Alex membuat wanita itu segera meletakkan mangkuk buahnya, dan berlari kecil menghampiri Alex.
"Apa pesananku sudah ada?" pinta Yuliana menatap dengan penuh harap, sembari mengulurkan tangan.
Bola mata Alex seketika melebar. Pria itu menepuk keningnya. "Astaga aku lupa."
Wajah cerah Yuliana seketika menghilang. "Kenapa lupa? Aku mau masak makan malam, dan lengkuas itu bahan pentingnya," ucapnya dengan wajah cemberut.
Alex tersenyum bersalah. "Maafkan aku. Habis berikan map ini pada Tuan Sean, aku akan pergi membelinya."
Yuliana tidak menjawab, matanya melirik ke arah pria itu, tanpa niat menyapa lebih dulu.
"Oh ya, kenalkan dia Evan, posisinya sama sepertiku," ucap Alex membuat Yuliana menatap pria itu.
"Evan Linos, panggil Evan saja." Pria berperawakan tinggi dan besar itu mengulurkan tangan.
Yuliana menyambutnya dengan bibir sedikit melengkung ke bawah. "Yuliana. Di negaraku aku dipanggil Yuli, namun di sini aku dipanggil Anna. Dan omong-omong namamu mirip dengan nama mantan suamiku. Kau bukan orang kasar seperti suamiku kan?"
Alex mengatup rapat mulutnya menahan tawa. Pantas saja sejak mendengar nama Evan, wajah Yuliana sedikit berubah.
Sedangkan Evan menatap dengan santai. "Ya tergantung."
up yg bnyk y Thor