tag khusus : cinta lansia
“Renata Thomson ?” panggil seorang pria bernama Prima ( 48 tahun ).
Suara yang tak asing dan bahkan sangat lama sekali tak pernah Re dengar tiba – tiba memanggil jelas namanya.
Re menoleh, alangkah terkejutnya ia dengan sosok pria bertubuh tinggi dan atletis itu. Ia tergugu dalam diam. Detik berikutnya ia setengah berlari seolah baru saja melihat hantu.
Setelah 22 tahun dan berumah tangga dengan pria lain, Renata bertemu kembali dengan tunangannya dulu.
Karena Duan sudah bosan dengan kehidupannya bersama Re, pada akhirnya Duan menceraikan Renata.
Lalu apakah Re akan terbuka kembali hatinya untuk seorang Prima ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Diana mengejar langkah Lyon yang semakin jauh. Putra sulung sekaligus putra kebanggaannya itu tak boleh jauh darinya. Ia tidak bisa hidup bahagia jika tak bersamanya. Meski ada Darwin diantaranya, tetaplah Lyon lebih utama keberadaannya. Lyon memilki wajah yang hampir 90 persen mirip dengan almarhum suaminya, salah satu itulah yang membuat Diana berusaha sebisa mungkin untuk mengekang Lyon.
"Lyon, tunggu, jangan pergi! Baiklah, mama akan mengembalikan fasilitasmu asal kamu tidak pergi meninggalkan mama. Mama mohon !" Diana jatuh tersungkur sambil mengiba, ia tidak mampu berdiri lagi. Salah satu kakinya terkilir, ia sesekali mendesis merasakan sakit yang teramat terlebih usianya tak muda lagi membuatnya rentan.
Lyon menoleh, ia terlihat panik lalu setengah berlari menghampiri Diana dan membantunya untuk kembali berdiri. "Mama tidak apa - apa kan ? Maafkan aku Ma, aku terpaksa akan pergi jika Mama bertindak kelewatan lagi. Apa pun alasan Mama, aku tetap pada pendirianku."
"Iya, Lyon. Mama janji tidak akan mengulangi perbuatan Mama lagi." Diana terpaksa mengalah menuruti permintaan Lyon. Hatinya teramat sakit bila membayangkan putra tersayangnya itu jatuh pada pelukan gadis miskin.
"Mama duduk dulu di sini, aku akan memeriksa kaki Mama." menggiring Diana duduk di sofa.
Dilihatnya kaki Diana yang terkilir lalu Lyon memijatnya dengan lembut. "Tahan Ma, mungkin ini akan terasa sakit." peringatan nya yang ternyata tak bisa juga Diana menahan rasa sakit.
Diana menjerit sekencangnya. "Awwooo ... sudah Lyon, sakit !" ia mendesis merasakan pijatan Lyon yang baginya terlalu kuat.
Lyon menyudahi pijatan di kaki Diana.
Darwin yang sedang bermain game di kamar mendengar jeritan tadi segera menampakkan diri untuk melihat apa yang sedang terjadi di ruang tamu. "Ada apa Kak, Ma ?" tanyanya sambil menatap mereka secara bergantian. Dilihatnya Diana tengah berbaring di atas sofa.
"Kaki mama terkilir, tapi sudah agak mendingan. Lyon memijat kaki mama barusan. " terang Diana sambil berdiri dan mencoba akan berjalan. Nampaknya usaha Lyon tadi membuahkan hasil, ia merasakan kakinya agak mendingan dari pada yang tadi.
"Kak Lyon sudah sembuh?" Darwin menatap sang kakak yang kembali segar dan bugar seperti sedia kala, ia pun terlihat girang. Tidak sia - sia ternyata usahanya menukar obat pemberian dokter Sulung.
Lyon mengangguk, "Aku akan kembali kuliah besok." ujarnya penuh semangat. Dan tentu saja sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Mika.
"Itu bagus!" Darwin mengacungkan jempol tangan kanannya. "Kalau begitu, Kakak tidak perlu minum obat lagi. Khawatirnya malah kecanduan nanti."
"Kamu benar, terimakasih Darwin. Selama aku sakit kamu selalu mensupport aku agar aku cepat sembuh. Kamu memang adikku yang nomor satu." Lyon memeluk adiknya.
Darwin mengusap punggung kakaknya, "Sama - sama. Selamat atas kesembuhan Kakak dan jangan sakit lagi."
Lyon melepas pelukannya, "Tentu saja, aku kan kuat ! Dan jika aku sakit, kan ada kamu yang bisa aku andalkan." keduanya pun tertawa lebar.
Rencana Diana untuk mengurung Lyon ternyata gagal. Tidak ada pilihan lain kecuali melenyapkan gadis miskin itu agar Lyon tidak bertemu lagi selamanya. Niat jahatnya belum hilang, justru ia menyusun rencana baru untuk memisahkan mereka berdua.
.
Lyon mendapatkan fasilitasnya kembali dan ia pun masuk kuliah lagi. Hiruk pikuk menghiasi suasana pagi di kampus.
Kehadiran Lyon sebagai cowok idaman para cewek menggemparkan dunia mereka.
"Lyon, aku padamu!"
"Gila. Lama nggak nongol, si Lyon makin keren aja!"
"Awas, ada Lucy yang bakal maju jika kalian berani mendekati Lyon."
"Aku rela hidup menjadi bayang - bayangnya."
"Bucin akut kamu!"
Itulah suara gadis - gadis sepanjang jalan yang dilewati Lyon.
Satu gadis diantara ratusan mahasiswa hanya Mika yang membuat jantungnya berdebar tak karuan.
"Mika, aku antar kamu masuk kelas."
"Lyon, kamu sudah sembuh beneran?"
"Karena kamu menjengukku kemarin."
"Cie, cie !" teriak Ella, Dio dan Timmy serentak.
.
Setelah pertemuan pertamanya Merry dengan Renata yang membuatnya tak bisa tidur, untuk itu Merry memutuskan untuk bicara empat mata dengannya.
Merry menyuruh Mike untuk menyampaikan jadwal pertemuan nya dengan Re dan melarang memberi tahu pada Prima akan rencananya.
Mike sebenarnya enggan untuk menuruti perintah Merry, karena diancam akan menyakiti anak dan istrinya, Mike terpaksa melakukan perintahnya.
Di sebuah resto masakan sea food pukul 4 sore, Merry menunggu kedatangan Renata di sana sambil minum minuman hangat.
Beberapa menit kemudian, wanita yang ia tunggu kedatangannya ternyata memenuhi undangannya.
"Nyonya Merry, aku pikir sudah tidak ada yang perlu untuk dibicarakan lagi." ujar Renata seraya menatapnya dingin.
"Duduklah ! Aku sudah memesan makanan untukmu." memberi isyarat dengan tangan agar Re cepat duduk.
Re menarik kursi lalu menduduki nya. "Anda masih sama dengan Anda yang dulu. Padahal zaman sudah banyak berubah. Sikap Anda yang ingin menang sendiri dan menyudutkan seseorang masih kental dalam ingatanku."
"Lalu apa bedanya denganmu, Re ? Kamu juga masih sama dengan Renata yang aku kenal dulu. Pura - pura lugu padahal kamu adalah maut." terdengar dari nada ucapannya Merry mulai tersulut emosi. Nampaknya usianya yang renta membuatnya mudah marah.
"Aku tidak punya banyak waktu Nyonya, katakan apa yang ingin Anda mau dariku. "
"Terburu - buru kadang juga tidak baik, Re. Makanan datang, kita makan dulu."
Re menyebik kesal, padahal ia sudah membuat janji dengan Mika untuk pulang cepat. Rencananya mereka akan praktik membuat kue nanas.
Re terpaksa mengikuti kemauan nenek tua itu. Menyantap makanan dengan segera berharap bisa pergi cepat.
"Aku sudah selesai Nyonya. Segera katakan tujuan Anda mengundangku kemari."
Merry menelan makanannya, meletakkan garpu dan pisau. Mengambil tisu lalu membersihkan mulutnya dari sisa steak daging.
"Satu hal yang harus kamu dengar dan aku inginkan adalah, kamu harus bertangung jawab atas kerugian yang telah kamu lakukan dulu."
"Hah ! Maksud Anda, aku harus membayar kerugian kala itu ? Itu sudah sangat lama dan aku baru saja mendapatkan pekerjaan. Adakah cara lain selain membayar ganti rugi ? Sungguh, aku tidak punya banyak tabungan di usiaku yang semakin tua ini."
Merry mengerutkan dahinya, "Kamu menghinaku ? Aku ini orang konglomerat. Siapa bilang aku mau minta uangmu?"
"Hah, lalu maksud Anda aku harus bertanggung jawab yang bagaimana?" Re semakin tidak mengerti. Dalam pikirannya ia harus segera pergi dari sini.
"Kamu harus bertangung jawab terhadap mental Prima. Karena kepergianmu saat acara pertunangan itu, Prima hampir stres dan gila. Ia menolak semua wanita yang aku dekat kan untuknya. Dia hanya mau menikah denganmu."
"Apa ? Jadi, Prima ...."
"Ya, dia masih perjaka di usianya yang hampir berkepala lima. Kamu sangat jahat terhadap putraku. Seharusnya aku sudah memiliki banyak cucu darinya jika ia mau menikah."
"Prima masih perjaka! Itu mustahil!"