Cintia tumbuh di lingkungan yang penuh luka—bukan cinta yang ia kenal, melainkan pukulan, hinaan, dan pengkhianatan. Sejak kecil, hidupnya adalah derita tanpa akhir, membuatnya membangun dinding kebencian yang tebal. Saat dewasa, satu hal yang menjadi tujuannya: balas dendam.
Dengan cermat, ia merancang kehancuran bagi mereka yang pernah menyakitinya. Namun, semakin dalam ia melangkah, semakin ia terseret dalam kobaran api yang ia nyalakan sendiri. Apakah balas dendam akan menjadi kemenangan yang ia dambakan, atau justru menjadi neraka yang menelannya hidup-hidup?
Ketika masa lalu kembali menghantui dan batas antara korban serta pelaku mulai kabur, Cintia dihadapkan pada pilihan: terus membakar atau memadamkan api sebelum semuanya terlambat.
Ikuti terus kisah Cintia...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maurahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 PILIHAN YANG BERBAHAYA.
Ponsel Cintia masih bergetar di tangannya, menampilkan pesan misterius itu.
"Kamu tidak sendirian dalam membenci Luna. Tapi apakah kamu benar-benar ingin mengambil jalan ini?"
Siapa yang mengirim pesan ini?
Matanya menelusuri layar, mencari petunjuk. Tidak ada nama. Tidak ada nomor yang dikenali.
Dadanya berdebar.
Ini berarti ada orang lain yang juga menyimpan kebencian terhadap Luna. Tapi siapa?
Ia menggigit bibirnya, jari-jarinya melayang di atas keyboard. Ia bisa saja mengabaikan pesan ini, tapi nalurinya mengatakan sesuatu yang lain.
Akhirnya, ia membalas.
"Siapa kamu?"
Tidak ada jawaban selama beberapa menit.
Lalu, ponselnya berbunyi lagi.
"Seseorang yang tahu betapa berbahayanya Luna. Aku punya informasi lebih banyak daripada yang kamu kira."
Cintia menegakkan punggungnya. Ini bukan kebetulan.
"Buktikan," balasnya cepat.
Beberapa detik kemudian, sebuah file gambar masuk.
Cintia membukanya—dan matanya membelalak.
Foto itu menunjukkan Luna bersama seorang pria paruh baya, ekspresinya tegang, seolah-olah mereka sedang bertengkar.
Di belakang mereka, sebuah dokumen terlihat di atas meja.
Cintia memperbesar gambarnya, mencoba membaca tulisan pada dokumen itu.
Sebagian besar kata-katanya buram, tapi satu hal yang jelas terlihat:
Nama perusahaan Luna.
Dan tanda tangan seseorang di bagian bawah.
Bukan tanda tangan Luna.
Apa ini?
—
JEBAKAN YANG LEBIH BESAR
Cintia tahu bahwa ia perlu mencari tahu lebih banyak. Ia tidak bisa gegabah.
Maka, keesokan harinya, ia menemui Luna dengan senyum terbaiknya.
“Luna, aku penasaran,” katanya sambil mengaduk kopinya. “Dulu kamu bilang kamu punya kesalahan di perusahaan. Apa itu ada hubungannya dengan seseorang?”
Luna tampak sedikit kaku, tapi ia mencoba tetap tersenyum. “Kenapa kamu tiba-tiba bertanya?”
Cintia berpura-pura tertawa kecil. “Aku cuma penasaran. Kita sudah semakin dekat, kan? Aku ingin tahu lebih banyak tentang kamu.”
Luna menggigit bibirnya, lalu menghela napas. “Ya… ada seseorang.”
Cintia menunggu.
“Dia mantan mitra bisnis,” Luna melanjutkan. “Kami punya kesepakatan dulu, tapi akhirnya berantakan.”
“Kenapa?”
Luna mengalihkan pandangannya. “Karena dia mengkhianatiku lebih dulu.”
Cintia menahan ekspresinya agar tetap tenang.
Kebohongan.
Ia tahu Luna menyembunyikan sesuatu.
Dan ia akan menemukan kebenarannya.
—
ARAF MENJADI TARGET
Hari-hari berlalu, dan Cintia semakin dalam menggali rahasia Luna.
Namun, satu hal yang tidak ia duga adalah efeknya terhadap Araf.
Araf semakin sering bertanya-tanya tentang perubahan sikapnya.
“Aku nggak tahu kenapa, tapi aku merasa kamu semakin jauh,” kata Araf suatu malam saat mereka duduk di dalam mobilnya. “Kamu baik-baik saja?”
Cintia ingin mengatakan iya, ingin meyakinkannya bahwa semuanya baik-baik saja.
Tapi bagaimana bisa ia mengatakan itu, kalau yang ia lakukan adalah berbohong setiap hari?
Ia mulai menyadari sesuatu yang lebih mengerikan.
Araf bisa menjadi target dalam rencana ini.
Luna tahu bahwa Araf dekat dengannya. Jika suatu saat ia tahu bahwa Cintia sedang mencoba menjebaknya…
Araf bisa terseret ke dalam kekacauan ini.
—
KEPUTUSAN TERAKHIR
Malam itu, Cintia kembali menerima pesan dari orang misterius itu.
"Aku punya bukti terakhir. Tapi jika kamu ingin ini, kamu harus siap menanggung akibatnya."
Cintia menatap layar ponselnya dengan jantung berdebar.
Satu langkah lagi.
Ia bisa mengakhiri semuanya sekarang.
Tapi pertanyaannya adalah…
Apakah ia benar-benar menginginkannya?
Cintia bimbang, Cintia ragu. Ujung dari balas dendam ada di depan mata, tapi kenapa disaat semua bukti terkumpul dia malah ragu, untuk melanjutkan balas dendamnya kepada Luna.
[BERSAMBUNG]
tetel semangat ya Cintia
jadi Mak yg merasa takut tauuu
ambil hikmah dari kejadian dlu. it yg membuat km bertahan smpe skg
sebenarnya Cintia mimpi mu adakah gambaran yg terjadi kelak,rasa luka yg membawa dendam dan rasa dendam yg akan membawa celaka
apa sakit thor
mampir juga ya di cerita aku