Hati Bella merasa terus tersiksa, pernikahannya tidak mendatangkan kebahagiaan dalam hidupnya, ia mencoba kabur tapi...
BRUK...
Tubuh Bella terbanting ke lantai hingga membuatnya jatuh pingsan.
Beberapa bulan kemudian ia kembali bertemu cinta pertamanya dan akhirnya menikah dan hidup bahagia namun, semua tidak berlangsung lama ketika Bella sepenuhnya telah kembali ke dunia gelap, ia dihadapkan ego besar setelah penghianatan suami keduanya.
Akankah pernikahan mereka akan baik baik saja? lalu bagaimana kisah selanjutnya Bella?
Dan rahasia mengerikan apa di balik sosok Bella?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oktavianna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunga Hati
Malam tiba Arunika menghampiri Edgar yang baru saja pulang dari kerja paruh waktunya.
Dia menanyakan keberadaan Diego padanya.
"Nggak tau, bukankah biasanya kalian mengekor satu sama lain" Kata Edgar.
Arunika tampak murung, ia meraih ponselnya yang sama sekali tidak mendapat balasan apapun, telfonnya juga tidak aktif.
"Apa kamu sudah makan malam?." Tanya Edgar.
Arunika hanya menggelengkan kepala, dia anteng di depan televisi sambil memegang ponsel miliknya.
"Mau kakak buatkan sesuatu, sampai Ibu kembali." Kata Edgar menawari sang adik yang hanya di balas dengan gelengan kepala.
Bella juga tidak berada di rumah, ia berpesan akan pergi menemui seorang teman tapi tidak kunjung pulang, Diego juga tidak ada kabar sama sekali membuat dirinya cemas dan hampir menangis. Lalu memutuskan pergi ke kamar.
Meskipun Arunika menolak dibuatkan makan malam ia tetap memasak semangkuk mie dan mengantarnya ke kamar sang adik, yang sedang murung di dekat jendela.
Dia tidak galak seperti biasanya ketika seseorang masuk ke kamar mengusik dirinya.
"Hiks... Hiks... ."
Edgar menyadari bahwa Arunika tidak hanya murung tapi juga perlahan menangis.
Tap Tap
Edgar mendekat dia memberikan menaruh semangkuk mie, dan mengelus kepalanya agar dia tenang.
"Onii san!." Ucap Arunika dengan wajah menyedihkan.
"Sudahlah, sebentar lagi ia pasti pulang, barangkali ponselnya mati." Peluk Edgar menenangkan sang Adik.
Dari sini dia bisa tau berapa berharganya Diego di mata saudari perempuannya.
"Ini, makanlah sedikit." Bujuk Edgar.
Edgar yang penuh perhatian meluluhkan hati Arunika yang sedang cemas, menemaninya menghabiskan semangkuk mie sebagai menu makan malamnya.
Pukul 23.00 Wib, mereka belum juga kembali, Arunika masih setia menunggu, matanya sudah sembab terus menerus menangis. Edgar izin ke toilet sebentar dan saat kembali Arunika sudah tertidur di ruang tamu.
Edgar membantu membawakan selimut untuk menghangatkan tubuh Arunika di dinginnya malam.
Tepat pukul 00.21 Dini hari, suara mobil terdengar mendekat, Edgar langsung bangkit dan membuka pintu ternyata dugaannya benar, itu adalah Diego tapi dia tidak sendiri rupanya, sejenak mengamati ia memapah seorang laki laki yang tak lain adalah Gevano kembarannya.
"Edgar bantu aku, dia mabuk." Kata Diego sedikit kewalahan.
Mereka kemudian masuk membawa tubuh Gevano ke depan ruang TV.
"Urus dia, sisanya akan aku ceritakan besok pagi, aku akan menemui Rika chan." Kata Diego.
"B.baiklah, lagipula Arunika sudah dari tadi menunggumu sampai menangis seperti anak kecil." Kata Edgar memberi tahu.
"Yahh, aku paham, Arigatou sudah menjaganya." Ucap Diego tersenyum kemudian melangkah ke ruang tamu.
Diego mendekat merapikan rambut gadis dengan mata sembab.
"Gomen nasai Rika_chan... ." Ucap lirih Diego, dia mencium kening Arunika yang masih terlelap membopongnya ke kamar.
Setelah menidurkan Arunika dia kembali ke lantai bawah, melihat Edgar mencoba membersikan berapa luka di tubuh saudaranya.
"Dia memang keras kepala, tapi sebenarnya dia baik." Kata Edgar.
"Aku mengerti, bagaimanapun juga saudara harus saling menjaga." Kata Diego.
"Terimakasih sudah menolong kakak." Ucap Edgar.
"Jangan sungkan, maaf aku harus segera ke kamar." Ujar Diego melangkah pergi.
Di dalam kamar ia bersiap mandi, terlihat tubuhnya penuh dengan tato, seperti yakuza pada umumnya, berbeda dengan kepribadiannya yang lembut terhadap keluarga Takahashi berbeda dengan kepribadiannya diluar itu, bengis dan tanpa ampun.
Setelah selesai Diego menyalakan laptop memeriksa flashdisk yang baru di dapatkannya.
Ketika menjelang pagi Bella baru pulang, melewati ruang TV, melihat sosok Gevano masih terlelap.
"Dasar laki laki pengecut... ." Gumam Bella.
Satu satunya yang masih terjaga adalah Diego, mereka kebetulan berpapasan saat Bella pergi ke dapur.
"Bibi." Kata Diego.
"Jangan bilang kamu sama sekali belum istirahat." Tebak Bella.
"Aku sudah tidur di perjalanan pulang, sementara ini belum ingin istirahat kembali." Ujarnya.
Mereka berdua akhirnya minum teh bersama, sekaligus bertukar informasi, sampai akhirnya Bella memutuskan untuk istirahat.
***
Pagi pukul 07.00 Wib, Edgar keluar dari kamarnya karena suara ribut dari kamar Arunika.
"Diego, apa otakmu hilang?, kenapa kamu mematikan ponselmu!." Omel Arunika.
Die melempar Diego dengan bantal dan beberapa boneka di kamar karena kesal, merasa kemarin Diego mengabaikannya.
"Aku minta maaf, kemarin situasinya tidak mendukung." Ucapnya berusaha mendekat.
"Hiks... hiks... hiks... ."
Arunika sambil memegang boneka terakhir ditangannya justru menangis kembali, namun bukan karena kesal terhadap Diego melainkan karena dia sangat lega Diego telah kembali ke sisinya.
HAP
Diego langsung memeluk Arunika, menenangkan walau tangisnya kencang setelah lelah mengamuk.
"Aku minta maaf, aku sangat menyesal." Ucap Diego tersenyum, dia membelai rambut warna beri Arunika.
"Aku sangat khawatir, aku tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi padamu ." Kata Arunika dengan suara parau.
Edgar menyaksikan dari arah pintu kamar sang Adik, kemudian tiba tiba terkejut ketika sesuatu menyentuh bahunya.
"Astaga!, sejak kapan Ibu di sini?." Kata Edgar terkejut.
"Kenapa kaget begitu, bukankan dari awal kita sebelahan?." Jawab Bella.
Suara itu langsung membuat Arunika melepas pelukan hangat Diego, terlihat dia sedikit malu ada Edgar dan sang Ibu yang dari tadi menyaksikan dirinya. Diego hanya tertawa kecil melihat wajah Arunika yang mencoba berpaling.
"Dasar gadis cengeng, kalian mau sampai kapan di kamar terus ayo sarapan!." Kata Bella.
Edgar dan Bella turun lebih dulu, keduanya melihat tubuh Gevano yang masih dalam posisi yang sama.
"Dia belum bangun, apa dia sangat mabuk." Kata Edgar.
"Dasar anak sok keren hufftt." Kata Bella, kemudian berjalan ke meja makan.
Disusul Edgar keduanya sarapan lebih dulu, kemudian Diego dan Arunika turun namun kemudian ekor mata Arunika mendapati tubuh Gevano di sofa.
"Kenapa ada mahluk bodoh di rumah ini!." Protes Arunika.
Kepalan tangannya sudah menggenggam erat bersiap menghajar laki laki yang masih terlelap.
"Akh... tidakkkk ."
Tubuh Arunika lebih dulu di gendong oleh Diego dengan posisi seperti membawa kayu membuat dirinya berteriak marah dan memukul memukul punggung Diego.
"Sudahlah, lebih baik kita sarapan dengan yang lain." Kata Diego tidak menggubris Arunika yang terus meronta.
"Turunkaaan akuu!." Protes Arunika.
Dirinya di turunkan untuk duduk sarapan, tapi dia tetap protes tidak ingin makan sebelum benar benar melihat meja makan penuh dengan makanan kesukaannya.
"Tunggu, wahhh... udon!."
Arunika langsung memasang wajah senang kemudian duduk.
"Itadakimasu! Minna!." Kata Arunika yang langsung makan dengan lahap.
"Dasar konyol!." Cletuk Bella.
"Hey, diam, aku tetap marah dengan oka san meskipun aku sarapan!." Ujarnya.
"Sudahlah Rika chan, ini bukan salah Ibu aku terlambat pulang karena tidak sengaja melihat Gevano di jalan." Jelas Diego.
"Apa dia habis berkelahi?." Tanya Edgar.
"Ha ha tidak, luka yang di dapat karena sempoyongan jalan, kebetulan dia hampir di perkosa beberapa wanita." Imbuhnya kembali.
"Iyuhhh... kenapa tidak biarkan saja dia, lagian dia kurang ajar sekali?!." Kata Arunika merasa benar.
"Ekm, terimakasih banyak sudah mengkhawatirkan ibu." Ucap Bella terlihat senang.
"huh, aku tidak membela ibu, bukan itu maksudku." Potong Arunika mendadak makan lebih lahap.
"Putri Ibu memang perhatian." Ucap Bella kembali yang langsung membuat Arunika sedikit salah tingkah.
Edgar dan Diego hanya tertawa, tau jika Arunika sebenarnya sangat menyayangi sang Ibu meskipun dia tidak pernah berbaikan dengan Ibunya sendiri. Sedangkan di sofa ternyata Gevano sudah bangun tapi belum mencoba bangkit justru terkejut mendengar suasana pagi yang ramai dan penuh tawa.
"Rumah siapa ini, akh kepalaku rasanya sakit." Ucap Gevano.