Ares dan Rara bersahabat baik dari kecil. Tidak mau kehilangan Ares membuat Rara mempertahankan hubungan mereka hanya sebatas sahabat dan memilih Arno menjadi pacarnya. Masalah muncul saat Papa Rara yang diktator menjodohkan Ares dan Rara jatuh sakit. Sikap buruk Arno muncul membuat Rara tidak mempertimbangkan dua kali untuk memutus hubungan seumur jagung mereka. Ares pun hampir menerima perempuan lain karena tidak tahan dengan sikap menyebalkan Rara. Namun demi melindungi Rara ,memenuhi keinginan papa dan membalas Arno. Akhirnya Rara dan Ares menikah. Hari - hari pernikahan mereka dimulai dan Rara menyadari kalau menjadi istri Ares tidak akan membuatnya kehilangan lelaki itu. Lantas bagaimana kelanjutan hubungan mereka yang sebelumnya sahabat menjadi suami istri serta bagaimana jika yang sakit hati menuntut balas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Calistatj, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 6
Dengan amat bersemangat aku menuruni tangga rumahku menuju rumah Ares. Hari ini aku mengenakan midi dress putih dan sepatu hak warna senada. Aku langsung naik ke kamar Ares.
“Res” Aku mendorong pintu kamar dan melotot melihat pemandangan di depanku. Ares sedang memilih pakaian. Lelaki itu menghadap belakang tanpa sehelai benang pun. Sungguh pemandangan yang traumatis. Aku berbalik dan menutup mata. “IH KALAU LAGI NGGAK PAKE BAJU KUNCI PINTU ANJIR” Kalimatku tidak lagi bisa ku saring.
Ares berteriak. “TUTUP PINTU SEKARANG. MAKANYA KALAU MAU MASUK KAMAR ORANG KETUK DULU”
Aku segera menutup pintu dan turun ke lantai bawah. Pipiku terasa memanas. Rasanya semakin lama semakin vulgar yang aku lihat. Tak lama Ares turun dengan celana jeans dan kaus berkerah warna putih. Wajahnya merah padam amat kontras dengan kulitnya yang putih. Ares memang lebih suka untuk berolahraga dalam ruangan.
“Heh Rara. Lo nggak bisa ketuk pintu dulu ya kalau mau masuk kamar orang?”
“Lagian udah tau aku suka asal masuk kenapa masih nggak kunci pintu. Dasar mesum”
“Harusnya gue yang bilang gitu ya. Udah berapa kali lo masuk ke kamar gue pas gue nggak pake baju. Sengaja ya lo?”
“Mana ada. Orang nggak sengaja”
“Kalau gue tadi hadap depan… kelar lo. Nikah sama gue karena udah mau melecehkan gue”
Mataku melotot ke arah Ares. “Nggak ada sejarahnya cewek melecehkan cowok. Kaum cewek lebih banyak dilecehkan secara statistik sama kaum cowok” Kataku tak mau kalah.
“Di kasus ini beda, Rara. Lo yang udah berapa kali melecehkan gue”
Perdebatan tidak penting sering kali terjadi di antara kami. Namun ini semua terasa lebih baik dari diam - diam tanpa bertukar kata.
“Udah sana ambil kunci mobil”
Masih dengan gumaman kesal Ares melangkah menuju laci di ruang tamunya tempat menyimpan kunci mobil. Rumah Ares dua kali lipat lebih besar dari rumahku, karena memiliki taman kecil di belakang rumah tempat favorit Om Lukman bersantai sambil menikmati secangkir kopi hitam. Sewaktu masih sekolah aku sering bersantai bersama keluarga Ares sambil meminum teh manis panas.
“Yuk” Ares melangkah keluar dengan kunci mobil yang diputar - putar di jarinya. Aku mengekor di belakang.
Di dalam mobil aku memainkan ponsel sementara Ares fokus menyetir. Beberapa kali lelaki itu memaki para pengendara yang tidak becus.
“Main ponsel di jalan gini bikin mata lo makin mines” Komentarnya.
Aku berdecak lalu menyimpan ponsel sebelum Ares menyita ponselku dan mengembalikannya setelah selesai berkendara.
Ares mengajakku makan di restoran thai terenak. Aku benar - benar memesan sebnayak yang aku mau.
“Banyak banget lo mesennya” Kata Ares setelah mendengar semua pesananku. “Awas ya nggak habis” Ares mengeluarkan kartu debet Atmnya dan membayar pesanan kami.
Aku tersenyum memandang Ares.”Makasih, Ares. Kalau nggak habis bantuin habisin”
Ares tidak menimpali lagi, tapi aku tau bagaimana Ares memperlakukanku. Dia tidak akan marah walau aku hanya lapar mata. Dia akan membantu menghabiskan sebisanya dan tidak akan memaksaku menghabiskannya. Ares terlalu pengertian.
***
Kami memasuki salah satu tempat billiard yang berada tidak jauh dari restoran untuk melepas penat. Ares sangat jago bermain billiard, tapi aku juga bisa memberi perlawan yang lumayan terhadap permainannya.
Aku memberikan sedikit kapur di ujuang stik untuk menyodok bola. Ares memberiku kesempatan untuk melakukan break shot untuk memecah bola di awal permainan. Bola - bola warna - warni itu kemudian menggelinding saling menjauhi. Satu bola masuk. Kemudian aku membidik lagi, tapi meleset.
Ares memulai permainan, dia memukul bola dengan memanfaatkan sudut pantulan bola, hingga menghindari bola - bola yang menghalangi. Dua bola kemudian masuk. Ares membidik lagi setelah mendapatkan posisi bola putih yang lebih baik. Tapi kali ini sedikit meleset hingga bola hanya membentur dinding meja.Aku memulai kembali.
Kami bergantian memasukan bola, tapi Ares lebih unggul setelah bola terakhir yang tersisa adalah bola 8 dan dengan mudah masuk. Aku berdecak sebal. Mengalahkan Ares memang sulit, tapi lelaki itu terlihat sangat bahagia setiap bola yang disosok masuk ke dalam lubang.
“Taruhan yok” Ajaknya
“Taruhan apa?” Tanyaku
“Kalau gue menang di game selanjutnya. Lo kabulin satu permintaan gue. Kalau lo yang menang terserah lo mau minta apa”
Mataku berbinar - binar. “Beneran apa aja nih? Boleh minta tas hermes?”
“Boleh” Sahut Ares sebal dengan permintaanku.
Mataku makin berbinar - binar mendengarnya. “Kalau gitu aku usahain ngalahin kamu”
“Coba aja kalau bisa” Tantang Ares.
Aku memicingkan mata jadi curiga dengan permintaannya. “Kalau menang kamu mau minta apa, Res? Jangan minta ferrari ya tapi” Aku mengingatkan.
“Lo boleh minta hermes masa gue nggak boleh minta ferrari?”
“Ish, minta yang normal - normal aja kalau mau dikabulin. Kalau mahal - mahal mau bayar pakai apa? Kartu kredit dari papa masih ada limitnya” Keluhku.
“Jadi istri gue deh nanti gue kasih kartu kredit tanpa limit” Ledeknya.
“Mulai deh. Sudah main aja. Kali ini aku bisa ngalahin kamu”
Ares melakukan pukulan break untuk memecah kumpulan bola. Kali ini aku merasa lebih termotivasi, jadi membidik sebaik - baiknya agar tidak ada yang meleset. Tapi, tampaknya kemampuanku memang masih di bawah Ares, lelaki itu menguasai teknik pukulan lebih banyak dari pada aku, hingga akhir aku sama sekali belum memenangkan permainan. Aku benar - benar ingin membanting stik dan berteriak. Aku baru saja melepas kesempatan emas untuk mendapatkan tas hermes keluaran terbaru.
Ares terkekeh merasa kemenangan sudah ada dalam genggamannya. Ketika bola terakhirnya sudah masuk.“Udah siap kabulin permintaan gue?”
“Ya. Ya. Mau apa? Asal masih bisa dibayar pakai limit kartu kredit minta aja” Kataku kecewa. Limit kartu kreditku tidak besar dan masih dibayar papa, jadi Ares tidak akan bisa meminta mobil atau rumah dari aku. “Mau minta apa cepat” kataku tak sabar ketika lelaki itu masih santai dan belum mengajukan permintaan.
“Gue belum butuh apa - apa kalau sekarang. Nanti kalau gue butuh gue minta. Ingat ya lo ada hutang sama gue, jadi jangan coba - coba lupa”
“Nggak bisa gitu. Di dunia itu semua ada expirednya. Kalau kelamaan gue hanguskan permintaannya”
“Pokoknya kalau gue mau. Gue minta dan lo harus kabulin” Katanya tegas sambil tersenyum lebar membuat perasaanku jadi tak enak. “Oke?” Ares mengacungkan jari kelingkingnya ke depan mataku.
“Deket amat jarinya” Protesku ketika jari itu berada beberapa senti di depan wajahku.
“Biar lo nggak lupa”
Dengan terpaksa aku menyambut jari Ares. Berjanji kalau aku akan mengabulkan permintaanya kalau dia butuh sesuatu. “Iya janji” Ucapku berusaha bermain secara fair, karena aku yakin kalau keadaan ini berbalik Ares akan dengan terpaksa juga menyanggupi permintaanku. Sekarang mari berharap kalau dia tidak akan meminta apapun yang aneh.