**Prolog**
Di bawah langit yang kelabu, sebuah kerajaan berdiri megah dengan istana yang menjulang di tengahnya. Kilian, pangeran kedua yang lahir dengan kutukan di wajahnya, adalah sosok yang menjadi bisik-bisik di balik tirai-tirai istana. Wajahnya yang tertutup oleh topeng tidak hanya menyembunyikan luka fisik, tetapi juga perasaan yang terkunci di dalam hatinya—sebuah hati yang rapuh, terbungkus oleh dinginnya dinding kebencian dan kesepian.
Di sisi lain, ada Rosalin, seorang wanita yang tidak berasal dari dunia ini. Takdir membawanya ke kehidupan istana, menggantikan sosok Rosalin yang asli. Ia menikah dengan Kilian, seorang pria yang wajahnya mengingatkannya pada masa lalunya yang penuh luka dan pengkhianatan. Namun, di balik ketakutannya, Rosalin menemukan dirinya perlahan-lahan tertarik pada pangeran yang memikul beban dunia di pundaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 31
Setelah perdebatan panjang antara Kilian dan William, Rosalin kembali ke kamarnya bersama Kilian tanpa satu pun kata terucap di antara mereka.
Sesampainya di kamar, Kilian tidak langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur seperti biasanya. Sebaliknya, dia berjalan menuju balkon tanpa sedikit pun menghiraukan Rosalin.
Rosalin mengerti alasan di balik sikap dingin itu. Dia tahu Kilian merasa dikhianati, meskipun dia benar-benar tidak bermaksud demikian.
Rosalin hanya duduk di pinggir ranjang, jemarinya sibuk memainkan ujung bajunya untuk mengalihkan rasa gelisah yang kian menggerogoti hatinya.
Semakin lama dia menunggu Kilian untuk beranjak dari balkon, semakin berat rasanya kekhawatiran yang menghimpitnya.
Akhirnya, dengan langkah pelan, Rosalin memutuskan untuk mendekatinya. Dia memeluk Kilian dari belakang, tubuhnya menempel erat seolah ingin menyampaikan rasa bersalah yang tak mampu diucapkannya.
"Kau masih marah padaku, Kilian?" tanyanya lembut, suaranya hampir tenggelam dalam heningnya malam.
Kilian tidak memberikan jawaban. Hanya keheningan yang menemani, membuat Rosalin semakin bingung dan resah.
"Aku benar-benar tidak bermaksud seperti itu. Aku tidak sengaja bertemu dengan Pangeran William," lanjutnya dengan nada penuh penyesalan, berharap kata-katanya mampu menembus tembok dingin yang Kilian bangun di sekitarnya.
Kilian tetap membisu, pandangannya terpaku pada langit malam yang dipenuhi bintang, tapi sorot matanya gelap, penuh emosi yang sulit diterjemahkan. Rosalin merasakan tubuh Kilian menegang dalam pelukannya, namun pria itu tidak berusaha melepaskan diri.
"Aku tahu kau tidak percaya padaku," Rosalin melanjutkan dengan suara yang hampir berbisik, suaranya mengandung nada putus asa. "Tapi aku hanya ingin kau tahu, aku tidak punya alasan untuk mengkhianatimu, Kilian."
Kilian akhirnya menghela napas panjang, dan dengan suara yang rendah namun tajam, dia berkata, "Rosalin, masalahnya bukan hanya soal pertemuanmu dengan William. Masalahnya adalah... kau terlalu mudah mempercayai semua orang. Bahkan dia."
Rosalin melepaskan pelukannya perlahan, sedikit terluka mendengar tuduhan itu. "Apa maksudmu? William tidak melakukan apa-apa yang mencurigakan. Aku hanya—"
"Rosalin," Kilian memotongnya, berbalik menatapnya dengan mata merah pekat, seperti bara api yang hampir padam tapi masih membara di dalam. "Kau tidak tahu permainan politik istana. William mungkin terlihat ramah dan tulus, tapi dia adalah musuhku. Dan jika kau terus mendekatinya, kau akan berada dalam bahaya."
Rosalin mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang sebenarnya Kilian takutkan. "Kau melindungiku?" tanyanya pelan, mencoba mencari kehangatan di balik sikap dingin pria itu.
"Selalu," Kilian menjawab tanpa ragu, tapi suaranya tetap berat. "Namun aku juga manusia, Rosalin. Melihatmu bersamanya membuatku berpikir... mungkin aku ini terlalu bodoh untuk berharap."
Rosalin terdiam sejenak sebelum mengumpulkan keberanian. "Bodoh untuk berharap apa, Kilian?"
Kilian membuang napas panjang, lalu mengalihkan pandangannya ke langit lagi. "Untuk berharap kau akan memilihku. Bukan karena keadaan memaksamu, tapi karena kau benar-benar menginginkanku."
Rosalin merasakan dadanya sesak. Kilian yang terlihat kuat dan dingin ternyata menyimpan keraguan besar terhadap dirinya sendiri. Dia menggenggam tangan Kilian yang dingin, menahannya agar tidak menjauh.
"Kau tidak perlu berharap, Kilian," katanya dengan tegas. "Karena aku sudah memilihmu. Aku tidak peduli dengan masa lalu, atau dengan siapa aku bertemu sebelumnya. Yang aku pedulikan adalah kau. Kau satu-satunya yang ingin aku lihat di sisiku."
Kilian menatapnya dengan ragu, seolah tidak percaya pada kata-kata itu. Tapi ketika dia melihat ketulusan di mata Rosalin, tembok pertahanan di hatinya perlahan runtuh. Dia menarik Rosalin ke dalam pelukannya, memeluknya dengan erat seakan dia takut kehilangannya.
"kau tau Rosalin? Selama ini aku hanya diam saat orang-orang yang kucintai dan kusayangi pergi meninggalkan ku, tapi... Untuk kali ini biarkan aku egois hanya karena dirimu."
"Aku tidak ingin kehilanganmu." bisiknya dengan nada yang lebih lembut.
Rosalin mengangguk dalam pelukan itu, merasa hangat oleh perhatian Kilian.
Dan Rosalin berharap dan meminta kepada Tuhan untuk kali ini saja biarkan dia menjalani kehidupan yang bahagia bersama Kilian.
...***...
Terimakasih karena telah menjadi pembaca setia cerita silhoute of love ❤️
Jangan lupa untuk like komen dan vote ❤️
semoga ceritanya sering update