"sudah aku katakan sedari dulu, saat aku dewasa nanti, aku akan menjadikan kakak sebagai pacar, lupa?" gadis cantik itu bersedekap dada, bibirnya tak hentinya bercerocos, dia dengan berani masuk ke ruang pribadi pria di depannya.
tidak menjawab, Vallerio membiarkannya bicara seorang diri sementara dia sibuk periksa tugas para muridnya.
"kakak.."
"aku gurumu Au, bisa nggak panggil sesuai profesi gitu?"
"iya tahu, tapi kalau berdua begini nggak perlu!"
"sekarang kamu keluar!" ujar Vallerio masih dengan suara lembutnya.
tidak mengindahkan perintah pria tampan itu, Aurora malah mengikis jarak, dengan gerakan cepat dia mengecup bibir pria itu, baru berlari keluar.
Vallerio-Aurora, here!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Singapura
Hukuman tetaplah hukuman, walau wajah Aurora sejak tadi terlihat mengiba, Wiliam tidak pernah mengubrisnya sama sekali. Setelah keputusannya keluar dan tidak ada yang bisa menentangnya, Wiliam bergerak cepat.
Saat ini, Wiliam, Aurora dan satu pelayan wanita kini tengah berada di dalam mobil menuju bandara untuk mengantar gadis itu menjalankan hukumannya.
“hapus air matamu, aku tidak akan berubah pikiran jika kau lupa!” ujar Wiliam dengan pandangan lurus ke depan. Cepat Aurora menghapus air matanya, menyisakan mata bengkak.
“ingat, di sana kamu harus membantu nenek, Malvin akan merekam keseharianmu!” kembali dia berujar semaunya.
Aurora tidak bisa berbuat banyak, hendak memegang ponsel juga tidak bisa, sebab ponselnya di sita oleh Wiliam. Bukan main menyedihkan nasib gadis kecil itu, pergerakannya sudah tidak seluas hari hari sebelumnya.
Hingga mobil mereka kini sudah sampai di Bandara. Aurora dan Bibi Dera, kini masuk ke dalam pesawat di hantar oleh Wiliam sampai ke tempat duduk.
“kakak, apa kamu tidak berubah pikiran? Kamu tidak sayang sama Aurora? Kamu tega kak, hiksss!” ternyata masih berlanjut, dia masuk ke dalam pelukan Wiliam. Sebenarnya pria itu juga tidak tega, melihat Aurora yang sejak tadi tak berhenti menangis saja membuat hatinya terenyuh, tapi Wiliam menguatkan tekadnya, toh di sana juga nanti Aurora tidak lama, hanya seminggu, itu pun sengaja dia lakukan untuk menguji Vallerio sebenarnya.
“Hanya seminggu, kakak juga akan sering ke sana” jawab Wiliam. kali ini suaranya terdengar sangat lembut, selembut tangannya yang tak berhenti mengusap pucuk kepala Aurora.
“Bi, jaga dia ya!” perintah Wiliam pada bi Dera yang sejak tadi menyaksikan dua majikannya dengan saksama.
“Iya Tuan” jawab wanita paruh baya itu dengan senyum lembut hasnya. Setelah itu, Wiliam keluar. Dia tidak menoleh karena takut pikirannya berubah. Hingga pesawat itu take off barulah Wiliam kembali ke mobilnya.
.
.
.
Bandara Changi Singapura.
Satu jam lebih waktu penerbangan, kini Aurora dan Bibi Dera sudah sampai di Bandara Internasional Changi Singapura. Gadis cantik itu menyeret kopernya, dia tidak mengizinkan Bibi Dera untuk menyeret kopernya tersebut walau wanita paruh baya itu menawarkan diri sejak tadi.
Mata Aurora memandang sekitar, mencari Malvin dan Tania yang katanya datang jemput.
“Rora” saat matanya mencari, Suara Malvin terdengar di sertai hebohnya anak kecil berumur lima tahun lebih.
“Kakak..” gegas Aurora berhambur ke dalam pelukan Malvin, memeluk pria itu dengan erat, air matanya sudah kembali berjatuhan. Usai memeluk Malvin, dia menghampiri Tania yang sejak tadi menatap sendu lantaran ikut prihatin dengan nasib gadis kecil itu.
“udah, drama menangisnya nanti saja, sekarang kita ke mobil dulu, hmm” memang tidak perlu di ragukan lagi, sedari dulu di bandingkan dengan Wiliam, Aurora lebih dekat dengan Malvin.
“Uty napa nangis?”
“Iya, cantiknya hilang kalau menangis terus!” Dua bocah Malvin, Alea dan Arkana tak hentinya menyahut. Mendengar itu Aurora mengusap air matanya, menoleh dan memperhatikan dua keponakannya yang sudah tumbuh besar dengan cepat.
“Enggak, Uty nggak nangis tuh” jawab Aurora sembari tersenyum.
“bohong, Lea ndak buta loh ya”
"hais, kenapa dah bocil jaman sekarang kepoh amat!" kesal Aurora. wajahnya yang terlihat cemberut berhasil membuat Tania dan Malvin terkekeh pelan. Memang apa yang mereka harapkan dari gadis itu? tumbuh besar dan dewasa? tidak sama sekali. Walau sudah SMA, bahkan sudah mulai berpacaran, dia masih gadis kecil yang terlihat sangat menggemaskan jika sedang marah.
Apalagi wajah Aurora memang tidak bisa bohong, dia masih kecil dan imut.
"Lea, Arkana, kalian duduk rapi, diam dan jangan banyak tanya, oke!"
"oke mommy.." jawab kedua bocah itu serempak.
"good!"
Usai meletakkan semua barang barang Aurora di bagasi, Malvin mulai melajukan mobilnya pulang ke rumah. Dalam perjalanan, mereka tidak banyak bertanya karena takut membuat mood gadis itu kembali buruk.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
lagian knpa emgga bilng kalo udah punya pacar .. 🗿🔪