"Kamu tahu arti namaku?" Ucap Acel saat mereka duduk di pinggir pantai menikmati matahari tenggelam sore itu sembilan tahun yang lalu.
"Langit senja. Akash berarti langit yang menggambarkan keindahan langit senja." jawab Zea yang membuat Acel terkejut tak menyangka kekasihnya itu tahu arti namanya.
"Secinta itukah kamu padaku, sampai sampai kamu mencari arti namaku?"
"Hmm."
Acel tersenyum senang, menyentuh wajah lembut itu dan membelai rambut panjangnya. "Terimakasih karena sudah mencintaiku, sayang. Perjuanganku untuk membuat kamu mencintaiku tidak sia sia."
Air mata menetes dari pelupuk mata Zea kala mengingat kembali masa masa indah itu. Masa yang tidak akan pernah terulang lagi. Masa yang kini hanya menjadi kenangan yang mungkin hanya dirinya sendiri yang mengingatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aksi yang menegangkan
"Kau sudah menemukan lokasinya?" tanya Acel pada Mike dalam perjalanan mereka menuju suatu tempat. Saat ini Acel mengemudikan mobilnya sendiri, sementara Mike masih mencari lokasi keberadaan Zea melalui gps yang dia pasang di pin jilbab yang Zea pakai saat menghadiri acara pelantikan tadi. "Semoga dia masih memakai pin itu." katanya mulai khawatir, karena Mike masih belum menemukan apapun.
"Aku menemukan titik gps nona Zea, Tuan muda."
"Kemana arahnya, Mike?"
"Terus saja Tuan muda. Titiknya berada di gedung terbengkalai di tengah hutan. Gedung yang pernah menjadi sitaan bank karena kasus korupsi."
"Kau tidak perlu sedetail itu Mike. Aku tahu dimana lokasinya." mobil melaju semakin cepat.
"Tuan muda, bisakah sedikit lebih pelan. Ini terlalu laju, banyak kendaraan di depan!" Jerit Mike yang terpental beberapa kali di kursi belakang.
"Tenang saja Mike. Percaya padaku, aku pengemudi yang handal." laju mobil semakin bertambah bahkan dengan kecepatan penuh.
Tidak butuh waktu lama, Acel dan Mike tiba di depan gedung terbengkalai itu.
"Apa mereka meninggalkan nona Zea sendirian didalam sana?" tebak Mike saat merasa gedung itu sangat sepi.
Acel terus melangkah masuk mengikuti titik keberadaan gps Zea. Mike mengekor dibelakangnya sambil sesekali terkejut karena beberapa kali menemukan kelelewar dan serangga yang melintas tiba tiba di hadapannya.
Teriakan Mike dan suara langkah kaki mereka ternyata terdeteksi oleh penjaga yang berada di luar ruangan tempat Zea di kurung. Mereka pun segera bersiap dengan pistol ditangan mereka yang sewaktu waktu siap ditembakkan.
"Tuan muda, sepertinya kita ketahuan." Bisik Mike sambil memper-pelan langkahnya.
Acel langsung melihat dua orang pria tegap lengkap dengan senjata api mereka, matanya melirik batu bata didepannya. Tanpa pikir panjang, segera dilemparkan batu batu itu kearah berlawanan dengan tempat persembunyian saat ini. Bodohnya, pengawal itu tertipu. Mereka memeriksa kearah luar dan meninggalkan penjagaan mereka pada ruangan itu. Sehingga dengan mudah mereka masuk ke ruangan dimana Zea ditahan.
"Nona Zea!" teriak Mike yang pertama kali melihat keadaan Zea yang mengenaskan. Segera dia menghampiri Zea dan berjongkok di dekat tubuh terbaring Zea. "Nona baik baik saja?" tanyanya khawatir.
Acel hanya menggeleng kesal karena Mike tidak membantu Zea sama sekali. Tanpa pikir panjang Acel meraih kaki kursi itu hingga Zea kembali ke posisi duduk. Keduanya hanya saling menatap tanpa mengatakan sepatah katapun.
"Lepaskan ikatannya, Mike!"
"Baik Tuan muda." Mike melepas ikatan tali di belakang sedang Acel melepas ikatan tali di kaki Zea.
Brukkk...
"Angkat tangan atau kalian akan keluar tanpa kepala!"
Lima pistol kini mengarah pada mereka bertiga, sehingga mau tidak mau mereka mengangkat tangan keatas. Dan dalam posisi seperti ini, Acel menggenggam erat tangan Zea dan membiarkannya bersembunyi di balik punggungnya.
"Dalam hitungan ketiga, ikuti Mike!" titahnya pada Zea.
"Mike, lakukan seperti rencana."
"Baik Tuan muda." Mike melangkah mundur dan siap menarik tangan Zea.
"Satu..." Acel melepas pengangan tangan Zea secara perlahan. "Dua," kini hanya memegang jari telunjuk Zea. "Tiga..."
Tepat hitungan ketiga, Mike menarik tangan Zea membawanya berlari kearah yang aman sementara Acel mengalihkan perhatian lima orang dihadapannya. Kemampuan bela dirinya yang luar biasa membantunya mengalahkan lima lawan bersenjata api hanya dalam hitungan kurang dari dua menit.
"Sekarang Mike!" teriaknya.
Mike melepas pegangan tangan Zea, lalu dia mengambil sesuatu dari saku celananya dan melemparnya kearah lima pria yang terbaring dilantai.
"Nona tutup hidung!"
Zea mengikuti perintah, kemudian Acel menariknya keluar dari ruangan itu dan Mike mengekor dibelakang mereka.
"Akh..." rintih Zea saat Acel terlalu kencang menggenggam tangannya yang sakit.
"Kamu terluka? Dimana?"
Zea mengangkat tangannya memperlihatkan punggung tangannya yang tergores dan memiliki warna kebiruan.
"Tuan muda ayo! Ini medan perang bukan tempat bulan madu!" teriak Mike menggoda saat dia sudah hampir tiba dimobil.
Tanpa ragu, Acel langsung menggendong Zea yang membuat Zea kaget dan mencoba berontak. "Jangan bergerak. Kamu tidak seringan kapas." gerutu Acel yang membuat Zea kembali diam dan pasrah dalam gendongan suaminya.