keinginannya untuk tidak masuk pesantren malah membuatnya terjebak begitu dalam dengan pesantren.
Namanya Mazaya Farha Kaina, biasa dipanggil Aza, anak dari seorang ustad. orang tuanya berniat mengirimnya ke pesantren milik sang kakek.
karena tidak tertarik masuk pesantren, ia memutuskan untuk kabur, tapi malah mempertemukannya dengan Gus Zidan dan membuatnya terjebak ke dalam pesantren karena sebuah pernikahan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Ini namanya kencan
Setelah sarapan sederhana di rumah baru, Gus Zidan menepati janjinya dan mengajak Aza berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Wahyu sudah siap dengan mobilnya di depan rumah siap mengantar pasangan baru itu.
"Sama om Wahyu juga?" tanya Aza sedikit berbisik membuat Gus Zidan tersenyum sembari melirik Wahyu yang menatap tidak suka dengan panggilan yang disematkan oleh Aza.
"Aku bahkan belum menikah, sudah dipanggil om saja," gerutu Wahyu lirih sembari membukakan pintu mobil.
Aza tampak sangat bersemangat, berjalan di samping Gus Zidan dengan senyum ceria di wajahnya.
Setibanya di pusat perbelanjaan, Aza langsung melirik beberapa toko yang menjual baju kaos dan celana jeans, barang-barang favoritnya yang biasanya ia kenakan saat berada di rumah.
"Gus Zidan, ke toko itu aja dulu, aku butuh beberapa baju baru," kata Aza sambil menunjuk ke sebuah toko yang menjual pakaian kasual. "Tapi Gus Zidan belikan, kan?" tanyanya memastikan karena ia sama sekali tidak membawa uang selain ATM pesantren.
"Iya, tentu saja aku akan membelanjakanmu." jawab Gus Zidan dengan begitu yakin.
Namun, Gus Zidan, dengan senyum bijaksana yang biasa, langsung mengarahkan langkah mereka ke toko busana muslim yang berada di sebelahnya. "Eh, tunggu sebentar, lihat dulu yang ini. Bagus lho bajunya, cocok buat kamu pakai di pesantren," ujarnya sambil menarik pelan lengan Aza untuk masuk ke toko tersebut.
Aza melirik Gus Zidan dengan mata menyipit, tahu betul apa yang sedang dilakukan suaminya. "Kamu sengaja kan, biar aku nggak beli kaos sama jeans?" katanya dengan nada protes, tapi tetap menurut dan ikut masuk ke toko busana muslim.
Gus Zidan terkekeh, memandangi beberapa gamis dan jilbab yang dipajang di rak-rak. "Ya kan kamu di pesantren, nggak mungkin pakai jeans di sana, nggak bakalan kepakai malah sayang. Lagipula, gamis-gamis ini bagus kok, lebih cocok buat kamu," katanya sambil memegang sebuah gamis berwarna pastel yang sederhana namun anggun.
Aza memutar bola matanya, merasa tak punya pilihan lain selain mengikuti keinginan Gus Zidan. "Tapi kan aku juga butuh baju santai buat di rumah, Gus Zidan yang baik hati dan tidak sombong," katanya sambil melirik ke arah toko baju yang diincarnya tadi.
Gus Zidan tertawa kecil lagi. "Iya, iya, nanti kita cari pas kita sudah benar-benar pindah ke rumah. Tapi sekarang lihat dulu ini. Kalau nggak ada yang cocok, baru kita ke toko lain," ujarnya dengan nada setengah serius, setengah bercanda.
Aza mendengus pelan, meskipun sebenarnya senang juga melihat perhatian Gus Zidan terhadap penampilannya. Dia tahu Gus Zidan itu memang peduli dengan apa yang terbaik buatnya, terutama ketika berada di lingkungan pesantren. "Ya sudah deh, aku lihat dulu," kata Aza akhirnya sambil mulai memeriksa beberapa gamis yang dipilihkan Gus Zidan.
Meskipun awalnya Aza kesal karena tidak bisa langsung membeli pakaian yang ia inginkan, dia tak bisa menahan senyumnya saat melihat bagaimana Gus Zidan dengan sabar memilihkan baju untuknya. Tanpa disadari, ia merasa nyaman dengan perhatian dan kehangatan suaminya yang satu ini.
"Bagaimana kalau yang ini?" Gus Zidan mengangkat gamis lain, yang kali ini berwarna biru lembut.
Aza hanya bisa mengangguk dan tersenyum tipis. "Iya, bagus kok," jawabnya. Meskipun dalam hati ia masih berharap bisa ke toko favoritnya, setidaknya ia merasa bahagia bisa menghabiskan waktu dengan Gus Zidan.
Setelah berhasil memilih beberapa baju busana muslim yang, meskipun jauh dari kaos dan jeans favoritnya, setidaknya sesuai dengan seleranya, Aza merasa cukup puas. Namun, dia masih merasa ada yang kurang dari jalan-jalan hari ini.
Aza segera melirik ke arah bioskop yang ada di pusat perbelanjaan itu dan langsung mendapat ide.
"Gus Zidan, gimana kalau kita nonton film aja?" kata Aza.
"Film ya? Tapi Wahyu pasti akan menunggu lama nanti." ucap Gus Zidan yang memang meninggalkan Wahyu di food court karena tidak ingin jadi obat nyamuk.
"Suruh pulang aja," ucapnya sambil menarik lengan Gus Zidan menuju papan jadwal film yang dipajang di depan bioskop.
Gus Zidan, yang sebenarnya tidak terlalu suka menonton film, hanya tersenyum kecil di balik topi dan kacamata hitam yang dipakainya. "Ya, terserah kamu aja. Aku nggak begitu ngerti soal film," katanya sambil mengikuti Aza dengan santai tanganya juga dengan lincah mengirim pesan pada Wahyu untuk pergi lebih dulu.
Gus Zidan sengaja memakai topi dan kacamata agar keberadaannya tidak terlalu mencolok, mengingat statusnya sebagai Gus yang mungkin saja dikenal oleh beberapa orang.
Aza bersemangat, melihat deretan film yang tayang hari ini. Ada film drama, komedi, hingga animasi. Tapi mata Aza langsung tertuju pada satu film aksi yang terlihat seru dari poster dan deskripsi singkatnya. "Mas Gus, ini aja! Film action! Seru kayaknya," ujarnya dengan penuh antusias, menunjuk film yang dimaksud.
Gus Zidan melirik ke poster film itu sekilas. "Action ya?" tanyanya datar, mencoba menyesuaikan diri dengan keinginan Aza. Meski dia lebih suka membaca kitab atau mendalami ilmu agama, hari ini dia ingin membiarkan Aza bersenang-senang. "Ya sudah, kalau kamu mau nonton yang itu, aku ikut aja," katanya dengan senyum tipis.
"Yay! Makasih, mas Gus!" Aza berseri-seri dan langsung membeli tiket.
Setelah mendapatkan tiket, mereka berdua menunggu film mulai dengan duduk di depan gedung bioskop.
"Kamu suka film action nggak mas Gus?" tanya Aza penasaran karena Gus Zidan yang nurut saja pada Aza.
Gus Zidan mengangguk, "Aku tidak begitu tahu film, jadi pastinya aku akan menikmatinya juga."
"Seneng banget! Ternyata seru juga jalan-jalan kayak gini sama kamu," ujar Aza sambil tersenyum lebar.
Gus Zidan mengangguk, "Kalau kamu senang, aku juga senang. Tapi jangan lupa, besok kamu harus kembali ke pesantren. Nggak boleh kebanyakan senang-senang."
Aza tertawa kecil. "Iya deh, mas Gus. Janji, nanti setelah ini balik pesantren. Tapi hari ini kita nikmati aja dulu, ya?"
Gus Zidan hanya tersenyum dan mengangguk, mengerti bahwa Aza butuh waktu untuk bersantai dan melepaskan diri dari rutinitas pesantren sejenak.
"Tahu nggak kalau kayak gini apa namanya?" tanya Aza sambil mengedipkan matanya beberapa kali dengan cepat.
"Apa?"
"Ini namanya kencan."
Bersambung
Happy reading
emak nya Farah siapa ya...🤔...
aku lupa🤦🏻♀️
yang sebelm nya ku baca ber ulang²....
hidayah lewat mz agus🤣🤣🤣🤣🤣🤣....
eh.... slah🤭.... mz Gus....😂😂😂
100 dst siapa ikut😂😂😂😂
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....