Rena Agnesia merasa sial saat tertimpa musibah, namun takdir itu mengantarkannya bertemu Jojo Ariando, pangeran tampan yang membuat hatinya meleleh.
Rena menjalin cinta jarak jauh dengan Jojo, seorang pria tampan nan dingin yang dikelilingi banyak wanita karena talentanya dalam pengobatan herbal.
Akankah mereka bersatu setelah konflik yang terus menghalangi cinta mereka? Mampukah Jojo memantapkan pilihan hati ke sosok Rena Agnesia di saat seorang rival berat hadir membayangi?
Saksikan romansa mereka hingga puncak manis yang didamba setiap insan di dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Rencana Rena
Rena tahu, sebenarnya bu Sri hanya mengkhawatirkan masa depannya.
"Memangnya, jika ibuk di posisiku, lantas menikahi wak Abdul dan dia bangkrut bagaimana? Sudah ngga cinta dari awal, bangkrut lagi", Rena mencoba menguji ibunya.
"Ya, mau bagaimana lagi. Sudah terlanjur memilih, diterima saja risikonya", jawab bu Sri.
"Tuh kan. Kalau aku sih mending memilih mas Jojo yang jelas kucintai meski masih berproses. Kalau aku mampu berjuang saat dia miskin, aku yakin bisa membersamainya saat kaya atau pun saat ia terpuruk lagi", jawaban Rena lagi-lagi tidak bisa dipatahkan bu Sri.
"Iya, ibu ngga masalah kamu pilih siapapun asal kamu bahagia. Ibu akan terus mendukungmu selama kamu benar", pungkas bu Sri. Mereka pun segera memasak coto makassar setelah membawa semua bahan ke dapur, semua sesuai resep yang Rena cari di internet.
Di kediaman Jojo, pemuda itu sedang meracik herbal dan menganalisis efeknya ke dalam tubuh. Sesaat setelah mengonsumsi herbal racikannya sendiri, ia segera memejamkan mata, mulai mengatur nafas, dan mencoba meneliti perubahan apa yang ia rasakan dalam tubuhnya.
Jojo memang sudah lama berlatih taichi dan reiki untuk melatih kepekaan diri dalam merasakan energi alam. Meski kemampuannya tidak seekstrim pendekar dalam novel, Jojo bisa merasakan perubahan energi di dalam tubuhnya karena reaksi terhadap herbal dan obat kimia buatan sekalipun.
Setelah ia rasa cukup, Jojo pun mengakhiri penelitian kecilnya.
"Hufh", Jojo membuka mata setelah menghela nafas panjang. Ia pun menuliskan sebuah catatan tentang kompoisisi dan reaksi di dalam tubuh.
Hanya di saat-saat senggang seperti ini lah ia bisa membuat penelitian kecil yang bisa ia konfirmasi dengan pasien lainnya menggunakan herbal serupa nantinya. Ini juga rahasia Jojo, agar bisa meresepkan herbal sesuai karakter tubuh seseorang. Meski wajahnya nampak lugu seakan tak bisa apa-apa, Jojo bahkan mampu merasakan anomali energi tubuh pasien sebelum meresepkan herbal.
Setelah menulis catatan, entah kenapa tiba-tiba pikiran pemuda itu mengingat mimpi uniknya dengan Salsa.
"Hufh, Salsa itu gadis yang menarik dan begitu terbuka menyatakan perasaannya. Tapi, Rena lah yang selama ini sudah menghiasi duniaku", nampak Jojo merasakan sensasi berbeda saat teringat sosok bercadar itu.
"Ah lupakan! Apa sebenarnya yang kupikirkan ini?", lirih Jojo sembari menggelengkan kepala, mencoba menghilangkan pikiran aneh yang terngiang di benaknya.
"Semoga saja Rena bisa segera memenuhi syarat dari Ayah", gumam Jojo sembari membuka ponsel dan mengetik pesan kepada Rena.
"Ay, minggu depan datang lah ke rumah. Ayah ingin merasakan sup iga sapi buatanmu. Tuliskan bahan dan bumbunya, aku yang akan siapkan dan bantu kamu selama memasak", tulis Jojo.
Ia melihat ponselnya selama beberapa menit. Biasanya Rena akan sangat cepat membalas pesannya. Namun, kali ini sampai 10 menit pun belum ada balasan.
"Em, mungkin dia tengah sibuk berlatih di rumah", gumam Jojo memaklumi sembari memasukkan ponselnya ke dalam laci nakas lantas pergi ke halaman belakang untuk kembali berlatih taichi.
Pagi itu, Rena yang tidak sempat memeriksa ponselnya pun bergegas berangkat ke salon karena kelamaan memasak.
"Hm, hari ini, harus kuapakan si Salsa itu?", batin Rena yang ingin membuat Salsa mengundurkan diri karena tidak kuat dengan pelatihan yang ia berikan.
Gadis itu melajukan sepeda listriknya hingga 40km per jam menyibak kemacetan kota Liman. Segera, Rena sampai dan memarkir kendaraan di halaman salon. Ia pun bergegas membuka kunci salon dan membersihkan area luar dan dalam.
Hingga usai bersih-bersih, Rena belum melihat si Salsa, rival yang hendak ia singkirkan.
"Ke mana nih kapster baru? Apa dia sudah menyerah sekarang?", Rena berbicara kepada dirinya sendiri. Ia merasa kemarin belum terlalu keras mengerjai Salsa. Sebenarnya, ia hanya ingin Salsa menyerah untuk mendekati Jojo saja.
"Hufh, tapi", Rena bergumam sembari mengingat bahwa ada 800 ribu penggemar Jojo di seluruh nusantara. Jika pun ia berhasil menghalau beberapa, itu tak berarti ia mampu menghalau semuanya.
"Sialan nih Paijo. Apa kurusak saja wajahnya? Tapi, aku juga ngga mau suami jelek", geruru Rena dalam hati, tak tahu bagaimana caranya agar Jojo bisa ia miliki seutuhnya tanpa diperebutkan perempuan lain.
Saat asyik dengan pikirannya sendiri, Rena tak menyadari ada seseorang yang membuka pintu salon.
"Asalamu'alaikum", terdengar suara Salsa.
"Baru juga trainee, sudah telat!", kritik Rena, menunjukkan wajah tegas setelah membalas salam Salsa dengan suara pelan saja.
"Maaf mbak Rena, tadi terjebak macet", ujar Salsa yang memang selalu diantar jemput dengan sopir pribadi.
"Huh, makanya, kalau mau kerja, mandiri dong sepertiku, naik sepeda sendiri", ujar Rena, bermaksud mengejek Salsa yang terkesan manja.
"Aku ngga bisa naik sepeda dan ke mana-mana memang selalu diantar sopir mbak. Lagi pula, di dalam persyaratan kerja, tidak ada keharusan mampu naik motor atau sepeda", jawab Salsa logis, berhasil membuat geram Rena.
"Itu kan saran. Kamu diberi saran kok menjawab terus", kesal Rena karena Salsa seolah menunjukkan kastanya sebagai putri orang berada.
"Maaf mbak", sahut Salsa kemudian melepas cadarnya dan menyiapkan perlengkapan untuk layanan spa.
"Nah, itu baru benar. Kapster harus peka dan tahu posisi", ujar Rena, menyindir Salsa agar tidak mendekati Jojo. Ia lupa bahwa Salsa tidak tahu bahwa dirinya adalah tunangan Jojo Ariando.
Tak lama, seorang perempuan berusia 30 tahun memasuki salon dan mengonfirmasi bahwa dia telah memesan layanan spa. Mata Rena berbinar, merasa saatnya mengerjai si Salsa.
"Nah, sekarang saatnya kamu praktik. Aku yang akan mengawasi. Tapi ingat, kalau ada kesalahan dan kritik, itu murni tanggung jawabmu", ungkap Rena, ingin tahu bagaimana reaksinya jika dikritik pedas oleh pelanggan karena salah urat. Sebelumnya, Salsa memang sudah dilatih Tini. Namun, Rena sangsi dengan pencapaian gadis manja yang ada di depannya.
"Baik mbak Rena. Tolong arahannya jika aku salah memijat", ujar Salsa yang membuat Rena mengernyit. Ia sudah menekan mental Salsa, tapi perlawanan yang ia harapkan, sama sekali tidak muncul dari kata-kata Salsa.
"Apa dia ini tidak paham yang kuucapkan atau dia memang pintar menyembunyikan kejengkelan di dalam hatinya?", batin Rena.
Setelah pelanggan siap diterapi pijat lulur, nampak Salsa segera melakukan prosedur dengan terampil.
"Sial! Apa dia jenius? Bahkan Tini pun tidak seterampil itu memijat", umpat Rena saat melihat bagaimana teknik Salsa memijat. Alur pijatan searah tulang dan rusuk, tekanannya begitu matang. Bahkan ia curiga kalau gadis ini sudah profesional dalam bidang salon dan hanya bersandiwara saja sebagai kapster pemula.
Saat hampir selesai, Rena memberi instruksi tambahan.
"Tambahkan tepukan ringan di titik-titik ini dan area ini", Rena menunjuk dua area tanpa memberi contoh apapun, sengaja ingin menguji kemampuan Salsa.
"Jika dia pun bisa teknik ini, fix dia pasti cuma sandiwara menjadi kapster pemula", batin Rena yang tak mau melewatkan sedetik pun.
Namun, bukannya mengikuti arahan Rena, Salsa malah menekan simetris pangkal pundak, punggung, hingga pinggang pelanggan sampai terdengar suara renyah.
"Mampus! Pasti salah urat!", batin Rena, merasa senang.
Hanya saja, ia heran karena tidak ada teriakan atau sekedar protes dari pelanggan sekalipun.
"Aneh? Apa jangan-jangan?", batin Rena, takut jika pelanggan pingsan karena uratnya terjepit dan kehilangan kesadaran. Ia pun menengok ke wajah pelanggan.
"Bu, bu? Ibu baik-baik saja?", Rena mencoba membangunkan pelanggan yang terlihat santai, tidak nampak reflek tubuh karena kesakitan.
"Em, eh, iya mbak. Maaf saya ketiduran", ujar pelanggan yang terlihat begitu nyaman dan puas atas pijatan Salsa.
"O, begitu. Kalau begitu ibu bisa masuk ke ruang sauna, kemudian berendam ke bathub yang telah kami sediakan", ujar Rena yang ingin memastikan, apakah benar pelanggan merasa nyaman atau belum menyadari ada masalah di tubuhnya seperti dugaan Rena.
"Pasti sebentar lagi pelanggan berteriak kesakitan. Saat itu, tamat riwayatmu Salsa!", batin Rena, nampak tersenyum bahagia, membayangkan bisa menyingkirkan satu pengacau hubungannya dengan Jojo.