Kisah ini bermula ketika JAPRI (Jaka dan Supri) sedang mencari rumput untuk pakan ternak mereka di area hutan pinus. Sewaktu kedua bocah laki-laki itu sedang menyabit rumput, beberapa kali telinga Supri mendengar suara minta tolong, yang ternyata berasal dari arwah seorang perempuan yang jasadnya dikubur di hutan tersebut. Ketika jasad perempuan itu ditemukan, kondisinya sangat mengenaskan karena hampir seluruh tubuhnya hangus terbakar.
Siapakah perempuan itu? Apa yang terjadi padanya? dan siapakah pembunuhnya?
Ikuti kisahnya di sini...
Ingat ya, cerita ini hanya fiktif belaka, mohon bijak dalam berkomentar... 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30 Supri Menjadi Sosok Yang Berbeda
Setelah cukup istirahat, makan dan minum. Pak Bedjo, Jaka dan Supri pun melangkahkan kakinya menuju ke cabang gua tempat pertapa misterius berada. Begitu mereka sudah bertemu si kakek, Jaka menghaturkan sembah cara Jawa tempo dulu.
"Sugeng sonten Eyang, lama kita tidak bertemu," rupanya, khodam yang ada di dalam raga Jaka mengenal pertapa itu.
"Sepertinya kamu sudah punya tuan rumah baru, Sukmo," ternyata, nama si loreng adalah Sukmo.
"Inggih Eyang, saya masih beradaptasi dengan raga anak ini," kata khodam tersebut.
"Ingat Sukmo, sejatinya kamu itu adalah harimau, dan sekarang tuan rumahmu masih anak-anak. Kamu harus bisa lebih mengendalikan dirimu, jangan sampai membuat tuan rumahmu celaka bahkan kehilangan nyawa gara-gara kamu," si kakek memperingatkan loreng.
"Inggih Eyang, nasehat Eyang akan saya perhatikan."
"Kalian bertiga menginap dulu saja di sini dan pulanglah pada keesokan paginya. Menurut penerawanganku, malam ini kalian sedang diincar oleh beberapa orang yang punya ilmu hitam tingkat tinggi," tutur pertapa misterius itu.
"Maksud Mbah, Burhan menyewa beberapa dukun begitu?" sela Pak Bedjo setelah sempat kaget dengan perkataan si kakek.
"Aku tidak tahu siapa itu Burhan, yang jelas untuk ke depannya, hidup kalian bakal tidak tenang karena diganggu oleh dukun-dukun itu," terang si pertapa.
"Burhan itu dalang pembunuhan sadisnya Murni, Mbah," jelas pria bertubuh gemuk itu.
"Burhan adalah dalang pembunuhan sadis?" tanya kakek tersebut.
"Inggih Mbah. Sejak Jaka dan Supri menemukan jasad Murni, keluarga kita jadi tidak bisa tenang. Ada saja masalahnya," keluh Pak Bedjo apa adanya.
"Karena sudah terjadi, kalian harus sabar menghadapinya. Percayalah, sesuatu yang jahat, cepat atau lambat pasti akan kalah," nasehat si pertapa itu.
"Inggih Mbah, kami akan berusaha untuk terus sabar. Tapi sebagai manusia biasa sekaligus orang tua, kami sering merasa khawatir dan takut dengan keselamatan anak-anak kami," jujur pria paruh baya tersebut.
Untuk sesaat suasana menjadi hening karena si pertapa sedang memikirkan sesuatu.
"Sekalipun Sukmo memiliki kemampuan supranatural yang lumayan, tapi tidak mudah juga untuk menghadapi serangan ilmu hitam tingkat tinggi dari sekian dukun. Apalagi tuan rumah Sukmo masih anak-anak," kata si kakek.
"Begini saja, aku akan numpang di salah satu raga kalian, agar masalah yang kalian hadapi cepat selesai," lanjut pertapa itu.
"Mbah mau numpang di raganya siapa?" tanya Pak Bedjo dengan perasaan was-was.
"Bagaimana kalau aku numpang di raga anakmu? Karena tidak mungkin aku menumpang juga di raga tuan rumah Sukmo. Tubuh anak itu pasti tidak akan kuat."
Apa yang dikhawatirkan oleh pria paruh baya tersebut betulan terjadi.
"Kamu tidak perlu khawatir. Aku pasti akan menjaga anakmu dengan baik," si kakek yang bisa merasakan kecemasan Pak Bedjo pun berusaha menenangkan.
"Ya sudah Mbah, monggo silahkan, saya nurut saja," ucap pria paruh baya itu.
"Kalau begitu, kalian berdua kembalilah ke bagian gua yang tadi. Dan untuk Supri, dia akan tetap di sini bersamaku untuk melakukan ritual. Bagaimana Le? Kamu bersedia Mbah tumpangi kan?" ujar pertapa tersebut.
"Inggih Mbah, Supri bersedia," bocah laki-laki itu sudah pasrah.
Tak lama kemudian, tampaklah Pak Bedjo dan Jaka meninggalkan gua tersebut.
"Sekarang kamu duduklah bersila di depan Mbah sini," perintah si kakek yang langsung dituruti oleh Supri.
"Pejamkan matamu, lalu konsentrasi lah pada satu titik," kata pertapa tersebut.
Setelah si gembul memejamkan matanya, si kakek pun tampak komat kamit selama kurang dari setengah jam. Kemudian sosok pertapa itu berubah menjadi asap putih yang tak lama kemudian masuk ke raga Supri melalui ubun-ubun.
Ketika asap jelmaan si kakek merasuk ke raga Supri, tubuh bocah laki-laki itu tersentak untuk sesaat dan wajahnya menegang seolah menahan sesuatu.
Tidak ada satu menit, asap jelmaan si pertapa sudah merasuk sepenuhnya ke raga Supri. Dan sekarang malah tampak si gembul yang mulutnya ganti komat-kamit.
Satu jam an kemudian, bocah laki-laki bertubuh gemuk itu pun lalu membaringkan tubuhnya untuk tidur sampai keesokan paginya sebelum matahari terbit.
"Kita berangkat sekarang," ajak Supri pada Pak Bedjo dan Jaka yang waktu itu baru bangun dari tidur.
"Kita naik tali itu, Le?" tanya pria paruh baya tersebut dengan menunjuk tali dari sulur tanaman yang masih menjuntai sejak kemarin.
"Tidak perlu. Di belakang gua ada pintu gaib yang hanya aku yang bisa membuka dan menutupnya," kata si gembul yang penuturannya berubah menjadi seorang yang berwibawa dan Pak Bedjo menyadari akan hal itu.
Sebelum mereka beranjak dari tempat tersebut, Supri menarik tali sulur hingga putus lalu menggulungnya yang kemudian menghilang secara ajaib di telapak tangannya. Tak berapa lama, lubang bagian atas gua pun juga tertutup kembali dengan sendirinya.
Dengan dipandu oleh si gembul, ketiga orang tersebut menyusuri gua yang rupanya lumayan panjang dan luas. Setelah hampir setengah jam, mereka pun berhenti karena guanya buntu.
Sambil komat kamit, Supri pun menempelkan telapak tangan kanannya pada dinding gua yang ada di depannya, yang tak lama kemudian muncullah pintu gaib yang cukup panjang dan lebar, yang bisa dilewati oleh manusia.
Pak Bedjo merasa sangat heran begitu melewati pintu gaib tersebut dan melihat di sekitarnya yang ternyata adalah area perbukitan yang terdapat beberapa batu karang yang lumayan besar.
Begitu pria paruh baya itu berbalik ke belakang, dia sudah tidak melihat gua lagi karena telah menghilang secara gaib. Sekalipun di dalam hatinya menyimpan beberapa pertanyaan, namun Pak Bedjo tidak berani untuk bertanya.
Dengan langkah mantap, Supri berjalan di depan Pak Bedjo dan Jaka menyusuri perbukitan, yang puluhan menit kemudian mereka kembali bertemu dengan area hutan.
Selama lebih dari 3 jam ketiga pria itu menyusuri hutan sampai akhirnya Pak Bedjo merasa lelah dan ingin istirahat sebentar.
Saat pria paruh baya tersebut menawarkan makanan dan minuman sisa kemarin, dengan kompak, Supri dan Jaka menolaknya. Akhirnya Pak Bedjo makan dan minum sendirian.
Setelah ngaso selama 20 menitan, mereka pun melanjutkan perjalanan, hingga akhirnya mereka tiba di Desa Suka Makmur jam 2 siang lebih beberapa menit. Jaka pun langsung pamitan pada Pak Bedjo dan Supri untuk pulang ke rumahnya.
Bukan main senangnya Bu Aminah ketika melihat anaknya pulang dengan selamat. Namun, begitu wanita itu ingin memeluk Supri, anaknya tersebut menolak, yang tentu saja membuat Bu Aminah merasa heran campur kecewa.
"Nanti saja Mak, Bapak akan jelaskan. Sekarang biar Supri mandi dulu," Pak Bedjo berusaha menenangkan istrinya.
"Kamu mandi dulu lah Pri, setelah itu makan dan minumlah karena sedari pagi kamu menolak untuk makan dan minum," perintah pria paruh baya itu yang membuat Bu Aminah tampak kaget.