Kota Toagi terbagi menjadi lima wilayah, masing-masing dikuasai oleh kekuatan yang berbeda. Di timur, SMA Oyama memegang kendali, dikenal sebagai sarang para berandalan. Di barat, Geng Hakkai memerintah dengan tangan besi. SMA Mishima di selatan dan SMA Tokuji di utara terus-menerus bersaing untuk memperluas pengaruh mereka. Di tengah semua wilayah ini, terdapat daerah netral yang dikuasai oleh Geng Takagawa, menjaga keseimbangan rapuh di kota tersebut.
Kaito Takeda, seorang siswa baru di SMA Oyama, datang dengan ambisi besar. Dia ingin menyatukan sekolah yang terpecah belah ini dan membawa semua berandalan di bawah satu bendera. Namun, untuk mencapai tujuannya, Kaito harus menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam SMA Oyama maupun dari geng-geng lain yang tidak akan menyerahkan wilayah mereka begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pralam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Pendatang di SMA Oyama
Takeda kaito berjalan santai di sepanjang trotoar yang menuju SMA Oyama, sekolah yang baru saja menerima pindahannya. Meskipun cuaca pagi itu cukup cerah, suasana hati kaito jauh dari ceria. Otaknya terus memutar ulang rumor-rumor yang dia dengar tentang sekolah barunya. SMA Oyama bukan sekadar sekolah biasa. Itu adalah sarang para berandalan. Tempat di mana para siswa lebih sering berkelahi daripada belajar, lebih sering mengacau daripada mendengarkan guru. Bukannya takut, kaito justru merasa tertantang. Tapi tetap saja, perutnya seperti sedang bergejolak, mungkin akibat dari rasa penasaran yang bercampur gugup.
“Ini hari yang panjang,” gumamnya sambil menendang-nendang kerikil di jalan. Langkahnya santai, meski jantungnya berdegup kencang.
Saat ia mendekati gerbang SMA Oyama, kaito melihat dua pemuda sedang nongkrong di pinggir jalan. Yang satu berbadan besar dan gemuk, hampir seperti bola yang tidak seimbang. Sementara yang satunya lagi kecil dan kurus, bagaikan tiang listrik yang hidup. Mereka berdua tertawa dan bercanda, tidak terlalu memperhatikan lingkungan sekitar. kaito yang penasaran memutuskan untuk mendekat dan bertanya.
“Hei, kalian dari SMA Oyama?” tanya kaito sambil menyunggingkan senyum kaku, berusaha terlihat ramah meskipun hatinya tidak seceria senyumnya.
Si gemuk langsung memutar kepalanya, menatap kaito dari atas hingga bawah dengan pandangan meremehkan. “Apa urusanmu, brengsek?” katanya dengan suara serak, seperti orang yang habis menelan segenggam kerikil.
Senyum kaito menghilang sejenak. “Oh, nggak ada. Cuma tanya aja. Penasaran.” Ia mencoba tertawa kecil untuk menenangkan suasana, tapi malah terdengar canggung.
Pemuda kurus yang dari tadi hanya berdiri di samping, sekarang ikut melangkah maju, menatap kaito dengan pandangan tidak bersahabat. “Lu nyari ribut, hah?” katanya sambil menarik kerah baju kaito dengan tangan kurusnya yang tampak seperti cakar burung.
kaito langsung mengangkat kedua tangannya ke atas, tanda bahwa dia tak bermaksud untuk memulai masalah. “Nggak, nggak. Gue nggak nyari ribut. Sungguh, gue cuma tanya doang.”
Namun, tanpa aba-aba, si gemuk mengangkat tinjunya tinggi-tinggi dan melayangkan pukulan besar ke arah wajah kaito. Pukulan itu lambat, sangat lambat, hampir seperti adegan film yang diputar dalam gerakan lambat. kaito, dengan mudah, menghindar ke samping.
Pukulan si gemuk hanya menghantam udara kosong, membuatnya kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh. Wajahnya bingung, seperti tidak percaya bahwa pukulannya bisa meleset.
kaito melihat kesempatan itu. Tanpa ragu, ia langsung membalas dengan satu pukulan keras ke arah dagu si gemuk. *BUK!* Suara benturan itu terdengar jelas, disusul oleh tubuh besar si gemuk yang langsung terhempas ke belakang, jatuh keras ke tanah dengan suara *DUAK!* yang menggelegar.
“Wah, gue nggak nyangka dia jatuh secepat itu,” gumam kaito sambil melirik si gemuk yang sudah terkapar di tanah, tak sadarkan diri.
Sementara itu, si kurus yang melihat kejadian tersebut langsung terdiam. Matanya membelalak, bibirnya bergetar, dan wajahnya pucat pasi. Dia jelas tidak menyangka bahwa orang yang kelihatan biasa-biasa saja seperti kaito bisa melumpuhkan temannya dengan satu pukulan.
"Bro, bro... tunggu dulu... kita bisa bicarakan ini... pelan-pelan!" kata si kurus dengan nada panik, sambil mundur beberapa langkah. Wajahnya penuh dengan keringat dingin.
Namun, sebelum si kurus sempat melarikan diri, kaito sudah berdiri tepat di depannya. “Maaf ya, tapi gue lagi buru-buru,” kata kaito sambil tersenyum kecil, mencoba bersikap sopan meskipun situasinya jelas tidak sopan sama sekali.
Tanpa menunggu jawaban, kaito mengayunkan satu pukulan lagi. *DUK!* Pukulan itu mendarat tepat di wajah si kurus, membuatnya jatuh terjerembab ke tanah dengan cepat. Sama seperti temannya, si kurus pun pingsan dalam sekejap.
kaito menghela napas panjang dan mengusap lehernya yang sedikit pegal. “Yah, hari pertama di SMA Oyama dan gue udah bikin dua orang pingsan. Hebat juga ya sekolah ini,” gumamnya sambil menatap dua pemuda yang kini terkapar di pinggir jalan. Dia menatap mereka dengan rasa kasihan campur kebingungan.
Sambil berjalan pergi, meninggalkan dua korban tak bersalah di belakangnya, kaito menendang kerikil di depannya dan merenung. "Kalau begini terus, gue bisa terlambat masuk sekolah," pikirnya dengan wajah yang tampak serius. Tapi di dalam hatinya, dia merasa sedikit menikmati apa yang baru saja terjadi. Mungkin, ini pertanda bahwa SMA Oyama akan menjadi tempat yang menarik untuk petualangan barunya.