Perfect Husband

Sore pun tiba....

Andre sudah menunggu di depan kantor, dia akan menemani Poppy ke rumah sakit sekaligus menjenguk Fabby. "Bu Fabby kenapa?" tanya Andre.

"Demam, kemarin dia pulang hujan-hujanan," sahut Poppy.

"Kok bisa hujan-hujanan?" tanya Andre penasaran.

"Dia habis dari makam kedua orang tuanya, Bu Fabby memang suka ke makam kedua orang tuanya jika sedang sedih," sahut Poppy kembali.

Poppy terlihat murung membuat Andre khawatir. "Kamu kenapa murung, sayang?"

"Aku sedih Mas, Pak Arga tidak bisa dihubungi bahkan sekarang nomornya malah tidak aktif. Padahal Pak Arga selalu ingin tahu kabar mengenai Bu Fabby, aku yakin pasti Pak Arga sangat khawatir jika mengetahui Bu Fabby masuk rumah sakit," sahut Poppy.

"Pak Arga itu siapa? bukanya Bu Fabby belum punya pacar ya?" tanya Arga pura-pura tidak tahu.

"Sebenarnya Bu Fabby sudah menikah dengan Pak Arga, namun Bu Fabby tidak mencintai Pak Arga. Jadi mereka menikah karena dijodohkan oleh Nenek Andin," jelas Poppy.

"Oh, begitu."

"Mas jangan bilang sama siapa-siapa ya, aku takut Bu Fabby ngamuk karena pernikahan mereka selama ini disembunyikan," ucap Poppy memelas.

Melihat wajah kekasihnya ketakutan, Andre pun mengusap kepala Poppy dengan lembut. "Kamu jangan khawatir, aku tidak akan bilang sama siapa-siapa kok," ucap Andre dengan senyumannya.

Beberapa saat kemudian, mereka pun sampai di rumah sakit. Keduanya langsung menuju ruangan rawat Fabby, dan ternyata Fabby sudah bangun dan sekarang duduk di atas ranjang pasien sembari melamun. "Nek, bagaimana keadaan Bu Fabby?" tanya Poppy.

"Eh, kamu Pop. Demamnya sudah sembuh, namun dia tidak mau makan," sahut Nenek Andin sedih.

Andre secara diam-diam mengambil foto Fabby yang sedang melamun itu lalu mengirimnya kepada Arga.

"Ya sudah, lebih baik sekarang nenek pulang saja untuk istirahat. Bu Fabby, biar Poppy sama Mas Andre yang jagain," ucap Poppy.

Andin menoleh ke arah Andre. "Ini siapa?" tanya Nenek Andin.

"Ini namanya Mas Andre, pacar Poppy," sahut Poppy malu-malu.

"Apa kabar, Nek!" sapa Andre sembari mencium punggung tangan Andin.

"Baik. Owalah, ternyata kamu sudah punya calon juga. Semoga kalian segera menikah menyusul Fabby," ucap Nenek Andin.

"Amin, Nek."

"Ya sudah, nenek pulang dulu nanti kalau ada apa-apa kamu segera hubungi nenek," ucap Nenek Andin.

"Baik, Nek."

Andin pun memutuskan untuk pulang, perlahan Poppy menghampiri Fabby dan duduk di hadapan Fabby. "Bu, ibu makan dulu ya, biar cepat sembuh," ucap Poppy.

"Aku tidak punya selera untuk makan, Pop. Aku sedang memikirkan nasib perusahaan aku," sahut Fabby sedih.

"Ibu jangan pikirkan masalah perusahaan, karena semuanya sudah aman," ucap Poppy.

Fabby menatap Poppy. "Maksud kamu apa?" tanya Fabby.

"Polisi sudah menemukan orang yang mencuri desain ibu dan ternyata dia OB di kantor kita, dia disuruh Rangga. Sekarang Rangga sudah mendekam di penjara," sahut Poppy.

"Hah, serius kamu Pop? terus si Nindi ikut di penjara juga?"

"Sayangnya tidak bu, Nindi terlalu licik dia beralasan jika dia tidak tahu apa-apa dan dia meninggalkan Rangga begitu saja," sahut Poppy.

"Kurang ajar, licik sekali dia. Tapi, bukanya dulu pihak polisi tidak menemukan pelaku karena gak ada bukti CCTV? terus kenapa sekarang tiba-tiba polisi menemukan pelakunya?" tanya Fabby merasa aneh.

"Entahlah Bu, kata Polisi tadi ada seseorang yang mengirimkan bukti valid namun orang itu tidak mau disebutkan namanya," sahut Poppy.

"Astaga baik sekali orang itu, padahal jika tahu aku ingin sekali mengucapkan Terima kasih kepada dia," ucap Fabby.

"Orang itu suami mu Fabby, dia yang sudah menolongmu dan membantu perusahaanmu sehingga menjadi aman kembali," batin Andre.

Sementara itu, Arga merasa sangat khawatir dengan keadaan Fabby. Dia masih dalam perjalanan, tapi selama di dalam pesawat perasaannya sungguh tidak enak dan pikirannya terus saja tertuju kepada Fabby. Arga sudah tidak peduli mau dibilang bucin atau pun bodoh, yang jelas cinta Arga hanya untuk Fabby seorang.

***

Keesokan harinya...

Arga sampai di Jerman menjelang tengah malam, dia tidak sempat membuka ponsel karena saking kelelahannya. Di Jerman, Arga dan kedua orang tuanya tinggal di sebuah apartemen mewah. Di sana Arga mempunyai sebuah perusahaan cabang yang saat ini sedang merintis supaya lebih sukses lagi dan yang memegang adalah Papanya.

"Pa, Arga kenapa tiba-tiba datang ke sini? biasanya dia gak mau ikut kita," ucap Mama Liliana.

"Entahlah, pasti sudah terjadi sesuatu dengan istrinya," sahut Papa Alan.

Setelah selesai sarapan, Alan pun berangkat ke kantor sedangkan Arga masih tidur dan Liliana tidak berani membangunkan putranya itu. Sementara, Fabby hari ini sudah bisa pulang dari rumah sakit dan pulang menuju rumah neneknya. Fabby merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu melihat ponselnya.

"Tumben si Arga tidak menghubungiku? biasanya dia paling rajin, mana selama aku di rumah sakit dia tidak datang lagi," gumam Fabby.

Fabby mulai merasa aneh, mungkin karena Arga terbiasa selalu memberi perhatian lebih kepadanya membuat ada yang aneh jika Arga tidak ada. Menjelang siang, Arga mulai menggerakkan tubuhnya. Perlahan dia membuka matanya, lalu menyalakan ponselnya yang sudah sejak kemarin dia matikan.

Arga bangun dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, lalu setelah selesai dia pun memakai baju dan melihat ponselnya. "Hah, Fabby sakit," gumam Arga kaget.

Arga pun segera menghubungi Andre untuk menanyakan keadaan Fabby, setelah mendengar jika Fabby sudah pulang ke rumah, Arga sedikit merasa lega walaupun di dalam hatinya masih ada kekhawatiran.

***

1 bulan kemudian....

Waktu berjalan dengan sangat cepat, sudah 1 bulan berlalu. Selama itu pun, Arga hanya bisa melamun tanpa melakukan apa pun. Dia begitu sangat merindukan Fabby, tapi sayang Fabby sama sekali tidak merindukannya.

"Fabby, aku sangat merindukanmu," batin Arga.

Berbeda dengan Arga yang begitu sangat merindukan Fabby, Fabby justru biasa saja bahkan dia sibuk kembali dengan pekerjaannya. Dan itu membuat Arga sedikit beruntung karena Fabby lupa akan ucapannya yang ingin bercerai dengan Arga. Fabby melompat dari tempat tidur, kala tiba-tiba perutnya terasa sangat mual.

"Astaga, kenapa perutku terasa sangat mual," batin Fabby.

Pagi itu Fabby muntah-muntah, tubuh Fabby begitu sangat lemas. Dia sampai terduduk di lantai kamar mandi saking lemasnya. "Kenapa perutku mual sekali? perasaan selama ini aku tidak telat makan," lirih Fabby.

Perlahan Fabby mencoba untuk berdiri, namun tiba-tiba kepalanya terasa sangat pusing dan pandangannya mulai gelap. Fabby jatuh pingsan di depan pintu kamar mandi. Beberapa saat kemudian, Fabby mulai membuka matanya namun dia sudah berbaring di atas tempat tidur dan melihat Andin tersenyum kepadanya.

"Nek, Fabby kenapa?" tanya Fabby sembari memegang kepalanya.

"Tadi si bibi menemukan kamu pingsan di depan kamar mandi, lalu nenek menghubungi dokter keluarga untuk datang ke sini," sahut Nenek Andin.

"Terus kata dokter Fabby kenapa? apa maag Fabby kambuh lagi?" lirih Fabby.

Andin menggelengkan kepalanya sembari tersenyum. "Kamu hamil, Fabby," sahut Nenek Andin.

Seketika Fabby membelalakkan matanya. "Apa, hamil?"

Fabby tidak bisa berkata-kata, dia benar-benar kaget mendengar ucapan neneknya.