NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 31

Suara pintu diketuk, bersamaan dengan bayang-bayang yang muncul di jendela yang tertutup rapat. Pagi buta begini, sudah ada dua tamu yang datang. Walaupun satunya selalu datang dengan tidak wajar. Hanya menjelma kepala di bingkai jendela. Satu lagi, sahabatku yang telah kembali. Kembali dalam artian berdamai, dan melupakan segala pertukaran sakit hati itu. Dipikir-pikir, hubungan persahabatan memang seperti itu. Bertengkar, tidak saling menyapa, ribut, tapi kemudian kembali seolah semua itu tak pernah terjadi. Sesaat, aku akan berpikir lagi. Apakah nantinya, aku akan bertengkar lagi dengan Niji? Apakah jika kami dewasa nanti, hubungan persahabatan akan terasa berbeda? Bagaimana jika sudah berumah tangga. Seperti bibi dan bibi Yumi. Bertemu sesekali padahal masih dalam desa yang sama. Ah, aku masih ingin tetap bermain bersama Niji. Sekali pun kami telah berkeluarga. Begitulah pikirku selepas berdamai dengan Niji setelah melalui perasaan tegang luar biasa sambil membawa wadah berusaha makanan laut yang baru dihangatkan.

"Tinggal masuk aja, Niji. Kenapa perlu diketuk." Kerudung rumahan segera kukenakan untuk meladeni satu tamu tak wajar di balik jendela.

"Lupa. Rasanya sudah lama tidak ke sini. Jadi, aku terbiasa seperti yang kulakukan pada rumah teman yang lain." Niji berkata dengan matanya yang melirik ke arah jendela. Bayangan kepala itu masih terlihat. Tidak mengetuk lagi seperti kemarin. Tampak seperti siluet patung.

"Kamu lihat dia di luar tadi?" Aku bertanya.

"Iya, dia pura-pura tidak melihatku. Padahal aku sempat memanggilnya." Niji merebahkan tubuhnya di atas kasurku. Rasanya sedikit berbeda. Aku masih merasakan suasana canggung saat bersama Niji. Seperti dua orang yang baru akrab. Ini bukan pertama kalinya, seperti yang pernah aku katakan. Dari dulu, kami memang lumayan sering bertengkar. Terutama sewaktu SD.

Aku melirik Niji kemudian berganti melirik jendela sambil mengangguk, meminta pendapatnya tentang bayangan Yoru itu. Mengingat, kami mengalami perdebatan akibat lelaki satu itu.

"Bukakan saja. Dia tidak akan pergi sampai kamu ladenin, 'kan?" Gadis tinggi satu ini memang benar-benar mengetahui banyak hal tentang Yoru di sini.

Niji bangkit dari kasur yang belum genap satu menit ia tiduri. Lalu mengikutiku dari belakang yang hendak membuka jendela untuk Yoru.

"Kali ini ada apa lagi, Yoru?" tanyaku malas, mengingat pengakuannya yang memang mendorong nenek Mei.

Benar-benar sangat konsisten. Ia dan kemeja krem lusuh. Ada luka baru di pipinya. Hanya luka gores. Mungkin hanya itu yang baru. Entahlah. Masih terlalu gelap untuk mencari luka lainnya. Lagipula, ia sudah bersahabat dengan semua jenis luka.

Yoru menguap lebar. Aroma pasta gigi herbal tercium. Percaya diri sekali manusia satu ini. Bagaimana jika ada aroma tidak mengenakkan yang bertebaran. Atau, dia percaya diri karena memang telah menggosok gigi.

"Jawablah. Kamu boleh mengabaikanku. Tapi jangan abaikan sahabatku. Kamu pikir orang-orang tidak lelah dengan sikapmu yang enggan merespon orang dengan benar," tegas Niji.

Lima cangkang keras berjejer rapi seperti biasanya. Aku tak lagi ingin menyembunyikannya dari pandangan Yoru. Kerang-kerang itu sudah menjadi bagian dari bingkai jendela kamarku.

"Aku lapar." Yoru berkata sambil memainkan cangkang kerang itu satu persatu. Matanya menyipit melihat lubang kerang seperti keong itu. Kemudian menggosoknya dengan kemeja krem lusuh. Mungkin ia menemukan beberapa butir debu. Padahal, setiap hari juga aku bersihkan.

Wajah Niji mulai terlihat muak. Seperti teringin mengacak-acak rambut kusut dan tebal milik Yoru. Siapa pun tentu kesal jika pertanyaannya tak pernah direspon dengan benar. Ucapan yang tak terarah seperti debu-debu di dalam angin puting beliung.

"Kenapa kamu menggunakan kemeja itu untuk membersihkan? Bukankah itu kemeja kesayanganmu?" tanyaku.

"Kamu punya lauk telur dadar lagi?"

Niji menepuk kening. Lantas menatap tajam ke arahku. Kehabisan kesabaran dalam menghadapi Yoru. Ia memilih merebahkan tubuhnya di atas kasur lagi.

"Mungkin ada. Tapi ini masih terlalu pagi. Ibu belum masak. Kamu mau menunggu?"

Pandangan Yoru kembali fokus melihat lubang cangkang kerang yang mirip keong sawah. Tiga kerang berbentuk kipas. Dua sisanya berbentuk keong.

"Tenang aja, Niji. Aku juga kesal kepadanya," seruku dengan tatapan tajam pada Yoru.

"Itu bukanlah kabar baik. Itu adalah kabar buruk pangkat dua." Niji menjawab dengan wajahnya yang menyatu pada seprei.

Aku tertawa getir. Menyadari betapa lelahnya menghadapi Yoru. Haruskah kami aneh juga sepertinya agar tidak merasakan stres?

"Yoru, rupanya kamu di sini!" Seseorang datang.

Gadis manis yang sekitar belasan hari lalu dikatakan nenek Mei akan berangkat ke Jakarta keesokan harinya. Mengapa ia masih di sini? Belum berangkat? Atau kembali lagi? Tapi, mau apa dia kembali lagi jika hanya belasan hari di Jakarta.

"Eh, Shinea. Ternyata dia ke rumahmu," sapa Naima ramah. Niji yang mendengar suara segera bangkit lagi dari tempat tidur dan menyaksikan siapa yang tengah berbicara denganku.

"Eh, hai." Naima menyapa Niji.

Niji melambai kaku sebab kebingungan.

"Bagaimana kamu bisa tahu jika Yoru ada di sini? Tempat ini bahkan harus dilalui dengan melewati perkebunan dulu," tanyaku.

Naima tersenyum manis. Wajahnya imut. Benar-benar tidak terlihat seperti anak kuliahan. Ia lebih cocok seusia denganku dan Niji. Atau minimal masih sekolah.

"Entahlah. Mungkin telepati antara kakak dan adik."

Aku dan Niji saling pandang. Seolah ingin mendengar ulang jawaban Naima yang kami dengar tadi. Sekedar memastikan bahwa dua pasang telinga ini tidak salah menangkap.

"Aduh, maaf Shinea. Kita tidak pernah sempat berkenalan dengan benar. Karena aku tidak tahu kamu di mana. Aku hanya mengandalkan rumah nenek Mei untuk bisa menemuimu. Kau tahu, Yoru dilarang keras ke rumah itu lagi."

"Ya, dia telah mendorong nenek-nenek yang sudah lemah. Dasar jahat!" ucap Niji tanpa tertahan.

Aku menyenggol bahunya. Takut membuat Naima tersinggung, atau lebih seram lagi jika Yoru yang tersinggung.

"Aku tak bisa melindungi Yoru. Walaupun seharusnya ia tidak perlu dilindungi. Ia hanya perlu mengubah sikapnya agar tidak dihukum terus menerus. Awalnya, aku hanya ingin berkunjung untuk menemui keluarga bapak. Sekalian menjenguk adikku yang bernama Yoru ini. Ternyata, kondisinya separah itu. Lebih tepatnya hukumannya separah itu karena kelakuannya memang separah itu. Setiap hari, aku membujuk bapak agar bisa membawa Yoru ke rumah kami di Sumatera. Tapi, bapak selalu menolak," tutur Naima.

Yoru berbalik dan berlalu. Naima membiarkannya begitu saja. Padahal, ia ke sini untuk mencari Yoru.

"Kami saja yang bukan siapa-siapanya benar-benar tidak tega dengan pukulan bertubi-tubi itu," ungkapku.

"Iya, karena Yoru memang pantas mendapatkannya. Tapi aku juga tidak tega. Ya, apa boleh buat. Caraku membela Yoru membuat pakde marah besar dan memintaku untuk segera kembali ke Jakarta, tempat kuliahku. Oleh sebab itu, aku mengikuti langkah Yoru yang ternyata menuju rumah nenek Mei. Di sanalah aku menemukan tempat nyaman," tambah Naima.

"Tunggu, kenapa kamu bisa menjadi kakak Yoru. Bukankah Yoru anak pertama dan tunggal dari ibu dan bapaknya?" Aku bertanya tanpa kepikiran bahwa ada yang namanya saudara tiri.

Tentu saja itu jawabannya. Istri bapaknya Yoru adalah ibu kandung dari Naima. Perempuan manis ini ternyata dari Sumatera. Tempat bapak Yoru dan keluarga barunya tinggal.

"Yoru tidak mendorong nenek Mei tanpa sebab. Ada ular berbisa berwarna mirip rumput. Sehingga tidak terlihat orang lain. Nyaris menggigit nenek Mei dan langsung diselamatkan Yoru dengan cara mendorongnya sangat keras. Siapa pun yang melihatnya tentu melihatnya sebagai Yoru si anak nakal. Bukan Yoru penyelamat. Sialnya, ular itu malah menghilang sebelum sempat menjadi bukti. Nenek Mei menjelaskan, Yoru hanya terdiam. Namun, tetangga nenek Mei melarang keras Yoru untuk datang ke sana lagi." Akhirnya, semua telah jelas. Aku lega, Yoru benar-benar menyayangi nenek Mei.

Raut wajah Niji berubah. Seperti menyesal telah menembak Yoru dengan perkataan tajam sebelum mengetahui kebenarannya.

"Kenapa dia tidak membela diri?" tanyaku.

"Karena ia tahu bahwa itu percuma," sahut Niji.

Naima menunduk, "Aku ingin membawa Yoru pergi dari sini. Di saat yang tepat, entah disetujui bapak atau tidak."

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!