NovelToon NovelToon
Aku Menolak Menjadi Pemeran Figuran

Aku Menolak Menjadi Pemeran Figuran

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Transmigrasi ke Dalam Novel
Popularitas:43.2k
Nilai: 5
Nama Author: @hartati_tati

Naya wanita cantik yang berumur 27 tahun mendapati dirinya terbangun didunia novel sebagai pemeran tambah yang berakhir tragis. Naya merasuk kedalam tubuh Reka remaja cantik yang berusia 18 tahun. Reka memiliki keluarga yang sangat amat menyayanginya, mereka rela melakukan apapun demi kebahagiaan Reka. Meskipun memiki keluarga yang sangat amat mencintainya sayangnya kisah percintaan Reka tidak berjalan dengan baik. Tunangannya Gazef lebih memilih pemeran utama wanita dan meninggalkan Reka. Reka yang merupakan pemeran tambahan akhirnya menjadi batu pijak untuk kebehagian Gazef dan Rosa, Reka harus mati demi kebahagiaan pemeran utama dalam novel.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @hartati_tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Reka menyeret tubuh Rosa dengan kasar, menariknya ke tengah jalan yang sepi dan gelap. Rosa berusaha memberontak, tetapi tenaganya tidak sebanding dengan kekuatan Reka.

"Reka, tolong...," isak Rosa dengan suara parau, tetapi permohonannya tidak digubris.

Dengan gerakan yang penuh amarah, Reka menghempaskan tubuh Rosa ke tanah, membuat Rosa meringis kesakitan. Tubuh Rosa terbanting keras, menambah rasa sakit dan ketakutannya.

Rosa menangis semakin keras, tubuhnya gemetar dalam kesakitan dan keputusasaan. Dia hanya bisa merintih pelan, berharap ada seseorang yang datang menolongnya. Namun, malam itu terasa sepi dan sunyi, seakan dunia berhenti dan hanya ada ketakutan yang menyelimuti.

Reka menatap langit malam yang gelap, bintang-bintang tampak seperti bercahaya jauh di atas sana, menyaksikan drama di bawah mereka. Reka merasakan kemarahan yang membara di dalam dirinya, sebuah kekuatan yang menggerakkan setiap otot dan pikirannya.

"X!" teriak Reka, suaranya menggema dalam keheningan malam. "Dengar aku, X! Kau pikir bisa mengendalikan hidupku dengan ceritamu yang murahan? Aku akan menghabisi Rosa, karakter kesayanganmu, dan kau tidak bisa melakukan apa-apa!"

Rosa, yang tergeletak di tengah jalan, gemetar ketakutan mendengar kata-kata Reka. Air mata terus mengalir di wajahnya yang pucat, matanya penuh dengan rasa putus asa.

Reka melanjutkan, suaranya dipenuhi dengan kemarahan. "Kau pikir kau bisa menentukan akhir hidupku? Salah besar! Akhir hidupku aku yang menentukan, bukan kau, penulis brengsek!"

Dengan gerakan tegas, Reka mengarahkan Desert Eagle Mark XIX ke arah Rosa yang gemetar ketakutan. Mata Reka memancarkan kebencian yang mendalam, sementara jarinya berada di pelatuk, siap untuk menembak kapan saja.

"Reka, tolong... jangan lakukan ini," pinta Rosa dengan suara bergetar, tubuhnya menggigil ketakutan.

Reka tidak menunjukkan belas kasihan sedikit pun. "Diam, Rosa. Kau hanyalah pion dalam permainan ini, seperti aku. Tapi sekarang, aku yang akan memegang kendali. Akhir hidupmu ada di tanganku sekarang."

Malam yang dingin semakin mencekam, hanya suara napas Rosa yang terdengar, sementara Reka tetap teguh pada keputusannya. "Lihat ini, X! Lihat bagaimana aku mengambil kendali! Kau tidak bisa menghentikanku!" teriak Reka, suaranya penuh dengan determinasi dan kemarahan yang membara.

Reka menarik pelatuk Desert Eagle Mark XIX, dan suara tembakan bergema di udara malam yang sunyi. Peluru melesat cepat menuju Rosa yang terbaring ketakutan di jalan. Namun, sesuatu yang aneh terjadi. Peluru itu berhenti di tengah jalan, menggantung di udara seolah-olah ada kekuatan tak terlihat yang menahannya.

Reka menatap kejadian itu dengan tatapan penuh keheranan, lalu tersenyum sinis. “Jadi, itu kuncinya,” gumamnya dengan suara rendah, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri. “Bukan hanya karena aku ingin membatalkan pertunangan. Tapi karena karakter utama dalam cerita ini terluka atau mati, cerita berputar kembali ke awal.”

Reka memandang Rosa yang mematung di jalan. Reka menata tajam pada peluru yang menggantung di udara.

“Kau sangat beruntung, Rosa,” kata Reka dengan suara penuh kebencian. “Tapi ini hanya masalah waktu. Aku akan menemukan caranya.”

Dengan senyuman sinis, Reka menatap langit malam yang gelap. "Kau pikir bisa terus memainkan cerita ini sesuka hatimu? Aku akan menemukan cara untuk keluar dari sini dan menentukan nasibku sendiri."

Reka berbalik, meninggalkan Rosa yang masih terguncang di tanah. "Permainan ini baru saja dimulai, X. Kau tidak bisa menghentikanku selama-lamanya," gumam Reka, berjalan menjauh dengan langkah yang penuh keyakinan.

Saat Reka hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba dia merasakan tubuhnya seperti ditarik paksa. Semua yang berada di sekitarnya bergerak dengan sangat cepat, seperti kilat yang melesat. Pandangannya kabur, suara-suara berbaur menjadi satu hingga tak lagi terdengar jelas. Reka merasa tubuhnya dipaksa untuk melesat melewati ruang dan waktu.

Lalu, seketika itu juga, semuanya berhenti. Reka duduk tersungkur di lantai keramik kantin yang dingin. Dengan napas terengah-engah, Reka mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Dia mendongak dan melihat Gazef sedang memeluk Rosa yang menangis di tengah kantin. Reka merasa dunia seolah berputar.

Gazef menatap Reka dengan pandangan tajam. "Apa yang kau lakukan di sini, Reka?" suaranya penuh kemarahan.

Rosa, dengan air mata mengalir di wajahnya, menambahkan, "Mengapa kau selalu mengganggu hidupku? Apa yang kau inginkan dariku?" kata Rosa disela isak tangisnya.

Reka melihat sekelilingnya, memperhatikan tatapan heran dan penasaran dari banyak murid yang berada di kantin sekolah. Mereka semua memandangnya seolah-olah dia adalah tontonan yang menarik. Reka merasakan dinginnya lantai keramik di bawahnya dan mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.

Tatapannya turun ke pakaian yang dikenakannya, dan Reka terkejut saat melihat bahwa dress putih indah yang tadi dipakainya telah berubah menjadi seragam sekolah. Napasnya terhenti sesaat, dan pikirannya mulai berpacu.

"X memutar waktu lagi," batinnya, menyadari permainan yang sedang dimainkan oleh penulis yang dia tantang.

Dia mengangkat kepalanya dan melihat Gazef yang masih memeluk Rosa yang menangis di sudut kantin. Gazef menatapnya dengan kebencian yang jelas terpancar dari matanya.

"Berhenti mengganggu kami!" bentak Gazef.

Rosa, dengan air mata yang mengalir deras, menatap Reka dengan tatapan penuh permohonan.

"Tolong, Reka. Berhentilah. Apa pun yang kau lakukan, kau hanya menyakiti lebih banyak orang," kata Rosa dengan nada lirih.

Reka mengabaikan tatapan penuh kebencian dan air mata mereka, mencoba memikirkan langkah berikutnya. Dia berdiri perlahan, mengusap lututnya yang terasa sakit karena terjatuh.

Reka memutar tubuhnya dengan anggun, kemudian berjalan keluar dari kantin dengan langkah yang tegas. Dia bisa merasakan tatapan aneh dari Gazef dan Rosa yang masih memandanginya dengan kebingungan dan ketakutan. Namun, Reka sama sekali tidak tertarik untuk menanggapi drama yang dibuat oleh X, sang penulis novel yang terus mencoba mengendalikan hidupnya.

"Sekarang bukan saatnya untuk drama murahan ini," gumam Reka pada dirinya sendiri.

"Reka, tunggu!" Gazef berseru, suaranya terdengar penuh kebingungan.

Gazef menatap Reka dengan kening berkerut. "Reka, apa yang sebenarnya kau rencanakan? Kau tidak bisa terus bertindak seperti ini!" teriak Gazef.

Reka berhenti sejenak, menoleh sebentar ke arah Gazef dan Rosa, lalu menggelengkan kepala dengan senyum sinis.

"Kalian berdua bisa terus dengan drama kalian. Aku sudah punya rencana sendiri."

Rosa, dengan air mata yang masih menggenang di matanya, menatap Reka dengan penuh permohonan.

"Tolong, Reka. Jangan buat semuanya lebih buruk," kata Rosa.

Reka yang mendengar perkataan Rosa terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya.

"Hahhh? Memangnya apa sudah aku lakukan?" tanya Reka dengan nada bingung, memandang Rosa dengan tatapan tak percaya.

Rosa, dengan wajah yang masih basah oleh jus, menatap Reka dengan mata penuh amarah dan kebencian. "Kamu mendorongku dan menyiramkan jus ke kepalaku!" teriaknya dengan suara gemetar, menarik perhatian beberapa murid di sekitar mereka.

Reka mengerutkan kening, merasa kebingungan dan marah pada saat yang sama. "Aku tidak ingat melakukan itu," katanya dengan suara tegas. "Kenapa aku harus melakukan sesuatu yang bodoh seperti itu?"

Gazef, yang masih berdiri di samping Rosa, melangkah maju dengan tatapan tajam.

"Reka, cukup! Kami semua melihat apa yang kamu lakukan. Jangan berpura-pura tidak tahu," ujar Gazef dengan nada marah.

Reka menghela napas panjang, mencoba menahan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. "Baiklah, kalau kalian semua yakin aku yang melakukannya, aku akan minta maaf," Kata Reka dengan nada santai.

"Sungguh adegan klise. Aku sudah meminta maaf, masalah selesai," kata Reka dengan nada sinis sambil berjalan pergi.

Gazef tampak semakin marah. "Reka, kau tidak bisa pergi begitu saja setelah apa yang kamu lakukan!" bentaknya.

Reka terus berjalan keluar dari kantin, teriakan Gazef yang memanggilnya terdengar semakin keras, namun Reka mengabaikannya sepenuhnya.

“Reka, tunggu! Jangan pergi begitu saja!”

Namun, Reka sudah tidak tertarik lagi. Dia sudah terlalu lelah dengan semua drama ini. Sekali lagi, dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak. Di luar kantin, angin siang yang segar menyambutnya, membawa aroma kebebasan yang sudah lama dirindukannya.

Dia melewati lorong-lorong sekolah dengan langkah yang tetap, tidak peduli dengan tatapan heran dari beberapa murid yang melihatnya. Beberapa dari mereka berbisik, mencoba menebak apa yang baru saja terjadi di kantin. Tapi Reka tidak peduli. Dia tahu apa yang dia inginkan sekarang adalah kebebasan dari peran yang dipaksakan padanya.

Reka melihat ke arah taman sekolah yang tenang, tempat favoritnya untuk menyendiri. Dia memutuskan untuk menuju ke sana, membutuhkan waktu untuk berpikir dan menenangkan diri.

“Aku harus mencari cara untuk keluar dari cerita ini,” pikir Reka dalam hati. “Aku tidak akan membiarkan diriku dikendalikan oleh siapapun lagi.”

1
Batara Kresno
Luar biasa
Murni Dewita
👣
Yui
Luar biasa
Dede Mila
baca
Aisyah Suyuti
seru
Black Moon
Masih nunggu up nya, Thor.
renaa.
di chapter sebelumnya si arsan manggilnya cebol, trs micro sister, lah skrg malah kunti bogel 🙂
zakia Mutmainah
kenapa harus nolak reka? padahal kalo reka sama kael itu pasti cocok banget
Black Moon
Kalo Gw jadi Kael juga pasti mikirnya ke arah situ, sabar ya Kael tapi bukan itu yg mau dibicarakan 🙈
✓🥀 forever
suka/Heart/

smngt Thor
Moly
Lanjut...
charis@ŕŕa
up 1 lg dong
Erni Nofiyanti
pusing bacanya muter2,
Erni Nofiyanti
kirain mukanya rusak
Midah Zaenudien
cukup bagus cuma aku belum faham alur x
@ImIm: *Biar typo
@ImIm: Reka aka naya dipaksa sama author buat mengikuti cerita novelnya dimana Reka aka naya harus mati. Karena Reka menolak dan mencoba mengubah alur cerita biara tidak mati akhirnya author (penulis novel) memutar waktu. Dibagian pertama Reka berhasil memutuskan pertunangan tapi Reka tidak tahu kalau keluarganya mencelakai Rosa dan Gazef pemeran utama dalam cerita novel makanya Reka sempat bingung kenapa dia tiba-tiba ke tarik kembali ke awal cerita dimana dia masih berstatus tunangannya Gazef. Dibagian kedua dimana Reka menembak Gazef disitu titik awal Reka sadar kalau terjadi sesuatu yang buruk kepada pemeran utama maka Reka akan di tarik paksa kembali ke titik awal cerita.

Semoga paham dengan penjelasannya
total 2 replies
Black Moon
Ditunggu up selanjutnya, semangat Author
Lippe
kata cebol dengan berat hati masih keterima. Tapi..... MICRO???
semungil itu😭😭😭😭
Neng Rusyanah
Luar biasa
Grey
apa jangan² karena perasaan kael? author nya terlalu terobsesi sama peran si kael? atau author nya terobsesi sama ending dari pemeran utama yg dia ciptakan?
Grey
kirain gegara kata rawrr nya😂🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!