NovelToon NovelToon
Maaf Yang Terlambat

Maaf Yang Terlambat

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Anak Kembar / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rianti Marena

Konon tak ada ibu yang tega 'membuang' anaknya. Tapi untuk wanita seperti Ida, itu sah-sah saja.
Lalu tidak ada yang salah dengan jadi anak adopsi. Hanya, menjadi salah bagi orang tua angkat ketika menyembunyikan kenyataan itu. Masalah merumit ketika anak yang diadopsi tahu rahasia adopsinya dan sulit memaafkan ibu yang telah membuang dan menolaknya. Ketika maaf adalah sesuatu yang hilang dan terlambat didapatkan, yang tersisa hanyalah penyesalan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rianti Marena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berburuk Sangka

Suryani tidak bisa duduk dengan nyaman. Hatinya tidak tenang. Di sampingnya duduklah Ayu, perempuan yang lebih muda beberapa tahun darinya, sekaligus majikannya. Lagu pop kekinian yang ceria nyatanya tidak berpengaruh terhadap suasana di meja mereka sekarang. Terlebih ketika perempuan yang sudah belasan tahun tidak pernah lagi dilihat Suryani muncul. Kini perempuan itu duduk bersama mereka. Tepatnya di seberang meja, berhadapan dengan Ayu.

'Haduhh, hampir copot ini. Jantung, hati, paru-paru serasa transmigrasi semua di dalam sini. Perempuan yang duduk di depan kami ini betulan Ida, istri almarhum Mas Yunus! Owalah, Gusti!' Suryani membatin.

Beberapa menit pertama ketiganya diam. Suryani yang datang dan diajak atas dasar perintah, terpaksa tetap ikut duduk di situ, antara sebagai pemanis atau obat nyamuk. Di bawah tatapan galak Ayu, mana berani Suryani lebih dulu menyapa perempuan cantik yang dikenalnya sebagai istri dari adik kandung majikan perempuannya?

Ida berdeham, memecah kesunyian. Perempuan itu memasang senyum. "Mbak Ayu apa kabar?" tanya Ida sungkan. Kentara ia mencoba untuk bersikap ramah. Namun, Suryani sudah hafal seperti apa sifat perempuan itu. Ia yakin, pasti Ida hanya berpura-pura ramah dan sopan di hadapan majikannya.

Ayu tak kunjung menjawab. Senyuman di wajah Ida bertahan. Hadeh, suasananya nggak enak banget, batin Suryani lagi. Lalu Ayu menjawab dingin, "Seperti yang kamu lihat."

Perempuan di hadapan Ayu tersenyum sinis. 'Hmh, sepertinya Mbak baik-baik saja. Syukur, deh."

'Nah, ini dia aslinya, keluar juga. Sudah bertahun-tahun berlalu. Perempuan itu belum juga berubah. Sikap ramah dan sopannya tadi hanya basa-basi. Sok sungkan di hadapan Bu Ayu. Aku jadi penasaran, apa maunya?'

Suryani menghela napas menahan kesal untuk kesekian kalinya, mulai berempati dengan majikannya. Mungkin inilah alasan Ayu enggan menanggapi sikap manis pura-pura Ida, pikir Suryani.

"Anakku gimana, Mbak? Sehat, to? Pasti sekarang dia sudah besar dan cantik." Ida memasang senyum manis di wajahnya yang mulus.

'Halah, mbel-prut! Ngapain dia tanya soal anak? Selama ini dia ke mana saja? Mau anaknya sakit atau sehat, bisa sekolah atau tidak, punya kesulitan atau tidak, bahagia atau susah, apa pernah dia mau tahu?' Suryani jadi jengkel sendiri.

Suara Ayu yang merespon pertanyaan Ida menyuarakan kejengkelannya.

"Buat apa kamu basa-basi? Apa pernah kamu peduli dengan anakmu?"

Ida tertawa kecil sebelum menanggapi pertanyaan Ayu. "Aku memang tidak berniat membesarkannya sendirian, Mbak. Tidak tanpa suamiku. Bukankah dulu Mbak Ayu sendiri yang mengatakan suamiku meninggal dalam kebakaran desa nelayan?"

'Ealah!' Suryani kehabisan kata. Ingin rasanya ia menghardik perempuan di hadapan Ayu. Dilihatnya kedua tangan majikannya mengepal kuat di bawah meja, menahan emosi. 'Sabar, Bu Ayu. Jangan ngamuk di sini, lo, ya,' ia berharap dalam hati.

"Lalu apa maumu? Kenapa mengajak bertemu? Katamu mau bicara?" Yak, nada Ayu mulai meninggi.

"Ada beberapa pertanyaan yang aku yakin hanya Mbak dan suami Mbak yang bisa menjawab," kata Ida kemudian. "Apa benar suamiku sudah meninggal?"

"Yunus dinyatakan meninggal setelah pencarian 10 tahun tak membuahkan hasil. Kasus hilangnya Yunus ditutup setelah itu. Kami juga memutuskan untuk tidak mencarinya lagi," jawab Ida dengan nada datar.

"Cih!" Raut wajah Ida berubah jadi kesal dan galak. "Mencari, Mbak bilang? Omong kosong! Suamiku masih hidup!"

"Kamu yang omong kosong! Punya muka kamu membentak saya?" balas Ida lebih galak.

Suryani menengahi. "Aduh, sabar, Bu. Sabar. Ini tempat ramai. Saru, dilihat orang, Bu."

Namun Ida tampak tidak terpengaruh sikap galak Ayu. Dengan galak ia berdiri dan menantang Ayu. "Aku sendiri yang melihatnya dengan kedua mataku ini. Mas Yunus masih hidup dan sepertinya dia mengasuh anak Mas Satrio."

Ayu memandang Ida dengan tatapan bingung. "Apa kamu bilang? Yunus masih hidup dan mengasuh anak Satrio?"

Mengertilah Ayu bahwa Ida telah salah sangka.

...*...

Gunung terheran-heran mendengarkan cerita istrinya. Pertemuan Ayu dengan Ida ternyata membuahkan informasi dan pertanyaan yang membuat baik dirinya maupun sang istri jadi penasaran. Kalau saja bisa, tadi pagi dia sendiri yang akan menemani istrinya menemui Ida. Mungkin hasil pertemuan mereka tidak akan se-membingungkan ini.

"Ibu yakin, Ida bilang Yunus masih hidup?" tanyanya. Lalu dijawab dengan anggukan yakin oleh sang istri. "Ida itu malah bilang dia sempat ditelepon oleh Yunus sendiri, Pak."

Gunung menghela napas. Tanyanya dengan tenang sambil menatap lurus mata istrinya, "Lalu Ibu percaya dengan kata-kata Ida?"

Ayu menggigit bibir atasnya, pertanda dirinya ragu. "Kalau hanya Ida yang bilang, aku nggak langsung percaya, Pak. Tapi Budhe juga pernah cerita, to, Pak, ada orang yang mirip Yunus dan Budhe lihat sendiri orang itu. Bahkan Budhe juga sempat mendengar suaranya."

Gunung menyimak perkataan istrinya. Bagaimana pun informasi itu tidak bisa begitu saja diabaikan. "Yunus itu 'kan punya gaya berbicara yang khas, Pak. Kalau Budhe saja merasa bahwa orang itu Yunus, apa salah kalau kita juga berharap Yunus masih hidup?" imbuh Ayu.

"Tapi kita belum punya bukti yang jelas, Bu. Jangan sampai kita terlena oleh harapan kosong. Nanti adanya hanya kecewa dan terluka."

Ayu duduk dengan lesu. Pendapat suaminya tidak salah. Toh mereka saat ini memang tidak punya bukti. Kalau hanya mengandalkan cerita Budhe Suryani dan Ida tanpa bukti yang realistis, bisa-bisa pendapat suaminya terjadi, mereka malah hanya akan kecewa dan terpuruk kesedihan yang lebih dalam.

"Tapi yang bikin Bapak heran, kok Ida bisa berpikiran Yunus merawat anak Satrio? Apa yang jadi dasar pemikirannya?" kata Gunung, sengaja mengalihkan topik. "Dia cerita, nggak, Bu, soal itu? Kenapa dia bisa bilang begitu?"

"Ida nggak cerita banyak soal itu, sih, Pak. Dia hanya bilang sekarang Yunus merawat anak Satrio. Lalu masih kata Ida, dia punya sumber yang bisa dipercaya. Waktu Ibu tanya sumbernya dari mana dan siapa saja, Ida nggak mau bilang," papar Ayu.

"Lah, kok aneh, malah nggak mau bilang? Alasannya?"

Ayu mengendikkan bahu. "Tahu, tuh, Pak! Aku udah berusaha menahan diri untuk nggak ngamuk, eh Ida bawaannya emosiii terus. Mangkel aku, Pak!"

"Ya sudahlah." Gunung beranjak mendekati istrinya, merangkulnya penuh kasih. "Pastinya sekarang kita tahu, Ida ternyata masih peduli dengan Yunus. Walaupun sifat dan sikapnya egois dan kasar, Ida tetaplah perempuan yang pernah mencintai dan dicintai Yunus. Sampai saat ini mungkin Ida masih mengharapkan suaminya kembali."

"Nggak tahulah, Pak. Aku kok nggak rela, yo, seandainya Yunus adikku benar masih hidup lalu jadi satu lagi dengan Ida? Nggak ngertilah dulu itu Yunus bisa jatuh cinta sama Ida itu gimana."

Gunung tersenyum. Diusapnya bahu Ayu dengan lembut. "Sudah, ah. Kita tidak usah berandai-andai. Sudah bagus anak Yunus aman bersama kita, tidak dirusuhi Ida. Biarlah anak itu tumbuh dengan tenang dan bahagia bersama kita," hibur Gunung.

"Iyalah, Pak. Ibu juga nggak mau anak kita stress dan depresi di bawah pengasuhan perempuan macam Ida. Ih, amit-amit! Jangan sampai kejadian apes kayak gitu menimpa anak-anak kita," ujar Ida bergidik sambil membayangkan yang dikatakannya.

"Sekarang, kita siap-siap tidur, yuk! Sudah jam berapa ini? Besok jam 6 pagi Bapak sudah harus berangkat ke Wonosobo, cek lokasi untuk toko kita yang baru." Suami Ayu itu lalu menguap.

"Tapi, Pak, soal Yunus gimana?"

"Bu, kita selidiki dulu saja. Pelan-pelan. Lagipula kalau memang Yunus masih hidup, mestinya dia mencari kita, sama seperti kita mencari dia. Iya, nggak?"

"Iya juga, sih, Pak. Ahh, ya sudahlah. Dipikirkan besok lagi, Pak."

"Hm." Kantuk kembali menyerang Gunung. Ia menguap lagi lalu merebahkan diri. Dibiarkannya Ayu ikut berbaring di sisinya.

Dalam hati gelisah juga Gunung. Apa benar Yunus, adik iparnya itu masih hidup? Kalau ya, di mana dia? Mengapa tidak mencari mereka? Lalu soal anak yang dirawatnya dan dikira Ida sebagai anak Satrio, itu anak siapa? Apakah Yunus sudah menikah lagi?

"Huahhmm," Gunung menyerah lalu memejamkan mata, berharap pagi datang dengan jawaban atas semua tanya dalam benaknya.

...*...

1
Sabina Pristisari
yang bikin penasaran datang juga....
Rianti Marena: ya ampun.. makasih lo, udah ngikutin..
total 1 replies
Sabina Pristisari
Bagus... dibalik dinamika cerita yang alurnya maju mundur, kita juga bisa belajar nilai moral dari cerita nya.
Sabina Pristisari: sama-sama... terus menulis cerita yang dapat menjadi tuntunan tidak hanya hiburan ya kak...
Rianti Marena: makasih yaa..
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!