Rocky, si anak mami dari keluarga konglomerat, dipaksa menikah dengan Lisa, gadis yang tidak sesuai ekspektasinya.
Kehadiran seorang pengusaha tambang diantara mereka telah menumbuhkan rasa cemburu dihatinya, sehingga dengan segala upaya ia berusaha membuat sang isteri jatuh cinta padanya.
Ikuti kisahnya ; ISTERIKU, CANDUKU
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Lebih Dari Pacar
Lisa membenarkan topi yang melindungi kepalanya, sembari mengusap keringat diwajah menggunakan punggung tangannya
Kulit wajahnya merah merona terpapar sinar matahari yang sudah naik tepat diatas kepala siang itu.
Sejak pukul sembilan pagi hingga pukul sebelas lewat dua puluh lima menit ini, ia dan kawan-kawannya satu kelompok telah berjemur dibawah teriknya panas matahari yang membakar kulit, demi mengerjakan tugas dari sang dosen Rekayasa Jalan Raya.
Teet! Teet! Teet!
Lisa menoleh, suara klakson serupa terompet itu menyita perhatiannya. Dari kejauhan, debu jalanan mengepul naik keudara, padahal sudah disiram water truck tambang.
Samar-samar, Lisa dapat melihat dua mobil sarana tambang melaju dengan kecepatan standar, berada paling depan dan disusul tujuh unit trailer pengangkut empat unit eksavator dan tiga unit motor grader tengah melintas.
Seketika ia teringat ucapan sang Mami semalam, bila hari ini perusahaan keluarga suaminya itu akan memobilisasi tujuh unit alat berat pada PT. Pilar Energi milik keluarga Grasse.
"Dimana dia?" gumam Lisa didalam hati, tidak melihat mobil suaminya dalam iring-iringan panjang itu.
Seingatnya, sang mami juga sempat mengatakan bila Rocky sendiri yang ikut mengantarkan semua unit alat-alat berat itu ke perusahaan tambang sebagai bentuk tanggung jawabnya.
"Lisa, buruan! Panas nih!" panggil salah satu mahasiswa satu kelompoknya.
"Iya-iya, maaf," Lisa buru-buru berbalik dan kembali fokus pada theodolit, alat ukur yang tengah mereka operasikan.
"Bagaimana Lisa? Apa ada kesulitan? Atau kendala mungkin?" Ridwan, dosen Rekayasa Jalan Raya datang menghampiri kelompok Lisa setelah selesai berkunjung dari kelompok para mahasiswanya yang lain, yang berada pada stasiun-stasiun berbeda, yang telah ditentukan untuk masing-masing kelompok.
Ridwan sengaja membawa seratus enam puluh orang mahasiswa Teknik Sipil-nya yang baru semester satu itu untuk praktek langsung di area tambang tempatnya berkerja, berharap ilmu yang ia ajarkan secara teori dan dipraktekan hari itu bisa bermanfaat bila mereka lulus dan terjun kedalam dunia kerja nantinya.
"Untuk sementara belum pak. Aman terkendali. Juga pengambilan sudut horisontal maupun sudut vertikalnya ke titik-titik yang telah Bapak tentukan juga sudah kelar," Lisa menunjukan hasil catatannya pada sang dosen yang turut memperhatikan apa yang ditunjukan oleh satu-satunya mahasiswinya itu.
"Bagus--" puji Ridwan terputus, saat melihat satu unit jeep wrangler sport membelah jalanan tambang meninggalkan kepulan debu dibelakangnya lalu berhenti didekat mereka.
Pintu perlahan terbuka.
Ridwan menoleh kearah kiri dan kanannya, menemukan para mahasiswanya yang sedang terpana dengan rahang terbuka, memandang sosok pria dewasa dengan style casual kekinian yang keluar dari belakang kemudi.
Pandangan mereka terus mengiringi langkah tegap pria berotot bak Ade Ray itu.
Rahangnya yang tegas dengan dagu persegi. Tatapan mata gelapnya yang mendominasi dihiasi alis tebalnya yang hitam membuat para mahasiswa itu tidak mampu mengalihkan perhatiannya dari sosok pria hampir sempurna itu.
"Hei! Hei! Tutup rahang kalian! Banyak debu jalanan! Yang kalian pandang itu laki-laki sama seperti kalian, bukan wanita! Hanya Lisa saja wanita disini!" pekik Ridwan menginterupsi.
Sontak para mahasiswa itu mengerjap-ngerjapkan mata mereka lalu terkekeh malu menatap kearah sang dosen.
"Perkenalkan, ini pak Mathias Colin--(owner PT. Pilar Energi)"
"Panggil aku kak Mathias saja -- senior kalian -- karena aku juga alumni di Teknik sipil sebelas tahun silam," potong Mathias cepat sembari tersenyum tipis.
Sementara Ridwan, dosen yang merasa pesonanya terkalahkan oleh mantan mahasiswanya itu hanya bisa mendelikan matanya kala ucapannya terputus oleh Mathias.
Padahal ia dengan bangganya berniat memperkenalkan sang mantan mahasiswa sebagai owner dan dirinya pernah mengajarinya saat dibangku kuliah dulu.
"Dan ketika itu, pria hebat inilah yang menjadi dosenku," puji Mathias, sembari menggandeng tubuh Ridwan yang berdiri disebelahnya.
Akhirnya Ridwan tersenyum pongah.
"Ternyata pak Ridwan sudah tua..." kompak para mahasiswa itu berucap tanpa sadar, membuat Ridwan kembali mendelik tajam mendengarnya.
"Apa kalian minta nilai E?" ancam Ridwan tak suka.
"Ampun pak, jangan pak," para mahasiswa itu memohon dengan wajah memelas.
Melihatnya, Mathias kembali tersenyum tipis lalu mendekati Lisa yang berdiri tidak jauh darinya.
"Sudah selesai?" tanya Mathias pelan, masih dengan senyum tipis terkembang diwajahnya.
"Sudah Kak," sahut Lisa, balas tersenyum.
"Boleh Kakak lihat?"
Lisa langsung memperlihatkan catatannya.
"Dilihat dari posisi kaki segitiganya sudah benar. Setelan kedataran theodolit dan cara mengatur nivo-nya juga sudah benar," Mathias membawa buku catatan Lisa sambil mencocokan pada alat pengukur theodolit yang dioperasikan para mahasiswa yang berpraktek siang itu diarea tambang miliknya.
"Cara pengambilan titik, juga kemiringan sudut vertikal dan horisontalnya juga sudah tepat," ucap Mathias lagi, setelah dirinya ikut membidik sesaat, titik-titik tembakan alat ukur itu sesuai catatan Lisa.
"Bila hasil kerja kalian hari ini perhitungannya masuk standar dan terpilih untuk jalur hauling tambang, Kakak akan bantu rekomendasikan nama-nama kalian untuk bisa diterima berkerja sebagai team perencana jalan tambang begitu kalian lulus," Mathias menutup buku catatan ditangannya lalu mengembalikannya pada pemiliknya.
"Kak Mathias serius? Memang bisa?" tatap mereka antusias.
"Eum, tentu saja serius," Mathias mengangguk dengan menggerakan kedua alis tebalnya.
"Kakak kenal pemilik perusahaan ini," imbuhnya lagi, lalu disambut sorak antusias kegirangan para mahasiswa itu.
"Pak Ridwan, apa masih ada kegiatan setelah ini?" Mathias beralih pada mantan dosennya itu.
"Sepertinya sudah tidak ada lagi Pak, setelah makan siang para mahasiswa akan pulang," sambil melirik arlojinya yang sudah menunjukan pukul dua belas kurang sepuluh menit.
"Kalau begitu, saya minta izin membawa Lisa pulang bersama saya lebih dulu."
"Wow!" serempak para mahasiswa itu memekik tertahan dengan raut curiga, lalu buru-buru bungkam saat Ridwan memberi tatapan tajam kearah mereka.
"Mama baru pulang dari rumah sakit Singapura kemarin, ingin makan sup tulang kaki sapi kacang merah buatan Lisa," sambung Mathias saat para mahasiswa itu sudah tidak bersuara lagi.
"Baiklah, saya izinkan Pak. Jangan lupa memulangkannya kerumah orang tuanya ya?" ucap Ridwan tersenyum penuh arti.
Andai saja disekitarnya tidak ada para mahasiswanya, tentu akan banyak pertanyaan yang siap ia lontarkan. Jiwa keponya saat ini tengah meronta-ronta ingin tahu dan begitu penasaran.
...***...
"Selamat siang pak Rocky," seorang security menyapa ramah begitu Rocky menurunkan kaca mobilnya.Tepat pukul sebelas siang ia baru tiba dikantor security tambang PT. Pilar Energi, terlambat tiga puluh menit dari perkiraan karena menggunakan jalan umum pemerintah.
"Siang juga Pak," Rocky balas menyapa ramah.
"Mohon dengan hormat, silahkan berpindah di mobil sarana tambang Pak, mobil pak Rocky titip di parkiran kantor security saja." tunjuk sang security pada mobil sarana tambang yang sudah menunggunya.
"Baiklah," Rocky tersenyum lalu mengikuti aba-aba sang security yang memberi arahan padanya untuk memarkirkan mobilnya di parkiran.
Setelah posisi mobilnya terparkir rapi, Rocky turun dan tidak lupa membawa semua dokumen penting alat beratnya yang biasanya dikerjakan oleh Dirly sebagai asistennya. Ia berpindah pada mobil sarana khusus tambang yang telah menantinya.
"Sudah siap Pak? Atau masih ada yang tertinggal?" sang driver bertanya untuk mengingatkan, sebelum menjalankan mobil yang ia kemudikan.
"Tidak, kita bisa berangkat sekarang," sahut Rocky yakin.
"Baik."
Sang driver mulai menjalankan mobil perlahan, menuju barisan iring-iringan paling depan, lalu mulai melaju dengan kecepatan sedang.
Rocky memandang debu mengepul dibelakang mobil sarana yang ia tumpangi lewat kaca spion samping didepannya, sementara tujuh trailer yang memuat alat-alat berat dibelakangnya berjalan mengikuti dengan jarak aman, hampir tidak terlihat karen tertutup debu yang mengepul diudara.
Kiri dan kanan jalan nampak aktifitas para karyawan yang tengah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Sesekali Belaz 75710, truk tambang dengan kapasitas angkutan mencapai 496 ton batu bara melintas dari berlawanan arah membuat Rocky merasa ngeri membayangkan bila sampai terlindas alat pengangkut raksasa itu.
"Apa yang dilakukan para mahasiswa itu disini Pak?" tanya Rocky saat melihat beberapa mahasiswa yang berkelompok-kelompok dibeberapa stasiun-stasiun yang mereka lintasi mengenakan almamater kampus tempat ia kuliah dulu.
"Mereka mahasiswa semester satu Teknik Sipil Pak, asuhan pak Pramono Ridwan," jelas sang driver sambil fokus pada kemudinya.
Rocky mengangguk-angguk mengerti.
Beberapa menit kemudian, pandangan Rocky tertuju pada sosok mahasiswi yang sangat dikenalnya, setelah melewati stasiun berikutnya.
"Si rambut mekar? Ngapain dia ada disini?" pandangannya terus mengawasi Lisa yang juga sedang melihat kearah mobil sarana yang ia tumpangi.
"Apa ada diantara para mahasiswa itu yang pak Rocky kenal?" tanya sang driver saat menyadari tubuh Rocky sampai berpaling kebelakang walau mereka sudah menjauh.
"Iya ada, satu-satunya mahasiswi diantara para mahasiswa itu," gumam Rocky, sambil menoleh pada sang driver.
"Sudah saya duga," sang driver terseyum tipis.
"Gadis itu memang menjadi pusat perhatian para karyawan tambang semenjak kedatangannya tadi pagi. Apa dia pacar pak Rocky?" tanya sang Driver menduga, menoleh sejenak kearah Rocky yang memperlihatkan reaksi datarnya. Setelah memelankan laju kemudinya memasuki area perkantoran lapangan tambang.
"Lebih dari seorang pacar," datar Rocky hampir tidak terdengar, saat pandangannya menangkap sosok pria pemilik perusahaan tambang yang keluar dari lobi kantor dengan style casual-nya menuju satu unit jeep wrangler sport.
Bersambung...👉