Mantan Yang Terkutuk

Sesaat sebelum Kemy ketahuan.

Terlihat Ayah sedang asik berbincang dengan Cakra dan juga putranya di teras belakang rumah yang terdapat kolam renang. Sedangkan Ibu masih sibuk mengepak makanan dibantu si Mbok untuk dibawa oleh kakak beradik itu sebagai oleh-oleh orangtua keduanya di Bogor.

"Jadi apa kegiatan kamu sekarang?" tanya Ayah.

Uya pun turut menyimak dan penasaran dengan jawaban dari Kakak Kemy itu.

"Masih meneruskan usaha Papa, Om. Mengurus pabrik tekstil di Tanggerang," sahut Cakra.

"Wah, pengusaha rupanya, keren kamu!" puji Ayah.

"Makasih, Om. Cakra juga masih harus banyak belajar. Justru yang keren itu Surya, Om. Putra Om ini sangat berani mendirikan Bisnis startupnya, dan berhasil berkembang sejauh ini. Padahal Ayahnya pemilik stasiun televisi ternama," tukas Cakra balik memuji.

Ayah Uya tertawa terbahak-bahak mendengarnya, dia setuju dengan pendapat anak muda didepannya yang mengatakan bahwa sang putra berani merintis perusahaan sendiri walau baru dalam skala kecil, dan hal itu dilakukan tanpa nebeng kesuksesan nama besar dirinya sebagai Raja Industri Media Pertelevisian di Negara ini.

"Om masih memberikan Surya kesempatan untuk bisa membangun impiannya. Nanti kalau sudah mentok, baru akan Om paksa. Biar seperti kamu, mau melanjutkan usaha yang dibangun oleh orangtuamu," pungkas Ayah penuh harap.

"Jangan anggap remeh bidang Surya dong, Yah. Dunia hiburan juga butuh acara yang fresh kan? Doakan saja rencana Surya untuk membangun rumah animasi dapat terwujud, dan bisa mencapai target sekelas animasi dari Jepang," ungkap Uya.

"Jangan kelamaan, keburu Ayah tambah tua dan susah buat dampingin kamu nantinya,"

"Ayah masih muda gini kok, masih seperti pemuda usia 40 tahunan,"

"Eleh kamu ini!"

Dalam hati, Cakra sungguh iri dengan kehidupan Uya yang terbilang mulus. Orangtuanya utuh dan berkelimpahan. Selain itu kedua orangtua dari lelaki itu pun sangat asik untuk diajak berdiskusi.

Jika mengingat masalalu, Cakra tidak menyangka bahwa bocah lelaki yang dulu sangat suka menempel padanya bak permen karet itu kini mampu berdiri di atas kakinya sendiri tanpa topangan dari orangtuanya.

Drrt Drrt

Tiba-tiba ponsel Cakra bergetar, lelaki itu pun pamit untuk mengangkat panggilan terlebih dahulu dari pegawainya. Tak berselang lama Cakra kembali dengan wajah gusar.

"Maaf Om, sepertinya saya harus pamit sekarang," katanya.

Melihat wajah Cakra yang seperti itu, Ayah Uya jadi penasaran, "Ada masalah?" tebak Ayah yang sudah berdiri diikuti Uya.

"Ada sedikit masalah di Pabrik, Om. Saya harus ke Tanggerang sekarang," sahut Cakra.

"Ya udah Bang, lo fokus aja dulu selesaikan masalah lo--"

"Tapi Kemilau?"

"Biar Gua yang anter nanti," ujar Uya. Dan Ayah membantu meyakinkan Cakra agar tak perlu khawatir.

Setelah kepergian Cakrawala yang tiba-tiba itu, Ayah dan Uya pun segera masuk keruang tengah dimana Citra dan Ibu sedang berbincang.

Uya celingukan mencari keberadaan wanita bertubuh minimalis itu, tapi batang hidungnya yang bulat tak terlihat.

"Loh, Kemilau mana?" tanya Uya pada Citra.

Citra lantas berdiri dan menghampiri sang Kakak. "Di kamar Mas Surya," bisiknya.

"Hah? Ngapain-hei! Jangan bilang ini bantuan yang kamu maksud ya, Cit?" selidik Uya pada tingkah adiknya yang impulsif.

"Maaf ya Mas ...." Cita menangkupkan kedua tangannya dengan wajah tak berdosa.

"Tapi kenapa harus ke kamar sih! Mana berantakan lagi," Uya menghiraukan Citra dan segera berjalan menuju lantai dua dimana wanita itu berada.

Sepanjang langkah menuju kamarnya, Uya tak bisa tenang dan menggerutu atas kelakuan sang adik yang tidak bilang padanya tentang rencananya itu.

Kebiasaan! pikir Uya.

Setidaknya kalau mau melakukan aksi dikamarnya, Uya bisa merapikan kamarnya dulu. Bisa gawat jika Kemy menilai dirinya sebagai lelaki jorok.

Sesampainya disana, pintu kamar Uya sudah terbuka, dia melangkah perlahan sambil mengedarkan matanya mencari sosok Kemy.

Dan benar saja, gadis bertubuh kecil itu sedang duduk di atas ranjangnya tanpa waspada. Uya yang melihat bagaimana santainya Kemy duduk disana malah deg-degan sendiri. Padahal itu kamar miliknya.

Apa yang Uya pikirkan sebenarnya sampai jantungnya memompa cepat sehingga menyebabkan wajahnya merah dan terasa panas sekarang?

Hei kabut mesum ... pergilah! Hush!

Menyimpan angan-angannya yang menganggap Kemy adalah istrinya yang sedang menunggu suami pulang kerja, Uya pun segera menyadarkan dirinya dari kehaluan bahwa harapannya itu masih terlalu dini dia bayangkan.

Duh! Ini akibat proyek komik genre romantis yang sedang dia kerjakan, membuatnya jadi baper sendiri.

Langkah seringan kabut miliknya telah mengantarkan Uya pada ujung ranjang. Namun, tampaknya Kemy masih belum menyadari kehadirannya dan masih tenggelam dengan diri sendiri.

Sebenarnya apa yang sedang wanita itu lihat sampai tak merasakan keberadaan Uya?

"... Dia abis bohongin ibunya. Biar tau rasa. Huh!"

Kalimat itu terlonatar dari bibir Kemy. Tidak terlalu keras, akan tetapi jarak Uya yang hanya beberapa langkah dari wanita itu lumayan bisa kentara mendengar gumamannya.

"Siapa yang abis bohongin Ibu?"

Wanita itu menoleh secara dramatis dan langsung tertegun. Kedua mata bulatnya mengedarkan keseluruh ruangan dengan panik. Pasti dia sedang mencari Citra, tebak Uya.

"Ayo, Dek Kemilau ... Jawab pertanyaan Mas mu ini?" timpal Uya saat Kemy bergeming tak meresponnya.

"I-ini f-foto-foto aku kenapa ada di kamu?!" hardik Kemy seraya berdiri.

Uya yang melihat respon galak dari wanita itu hanya bisa tersenyum remeh. Dia tau, itu adalah bentuk pertahanan saat sudah tertangkap basah.

Eh tapi, sebentar!

Foto apa yang wanita itu maksud?

"Foto apa?" tanya Uya dengan polosnya menanggapi tuduhan Kemy.

Wajah jahilnya hilang seketika saat Kemy menyerahkan buku usang yang sudah lama dia cari.

"Loh kok, ada sama kamu? Nemu dimana?"

Keduanya terdiam sesaat mencerna situasi. Jadi sebenarnya Uya tidak tau keberadaan buku usang itu sebelumnya?

Tapi yang menjadi pertanyaan Kemy, bagaimana foto-foto dirinya dimasalalu ada pada lelaki itu.

"Citra yang kasih ke aku, masa kamu nggak tau, Mas? Jangan ngeles deh! Masa barang yang ada dikamar sendiri, kamu nggak tau?" tuduh Kemy.

Uya mengusap kasar wajahnya. Lalu dia duduk lemas di atas ranjangnya. Jadi inikah ide brilian dari adiknya itu?

Sial!

Dimana Citra menemukan barang-barang pribadinya yang sudah lama hilang, pikir Uya.

Satu sisi dia geram dengan rencana Citra dan merasa bodoh karena sudah meminta bantuan adiknya itu. Namun, disisi lain Uya bersyukur, karena dokumentasi yang sudah tidak ada mentahannya itu telah ditemukan.

"Aku kehilangan foto-foto ini, udah lama aku cari, apa Citra yang ngambil ya?" gumam Uya.

Kemy memutar bola matanya dengan helaan malas. Dia tidak akan tertipu dengan akal bulus dari Buaya didepannya. Tanpa sadar Kemy kembali duduk diranjang milik Uya. lalu dia berkata,

"Jangan nuduh adik kamu, Mas. Aku lihat sendiri kok kalau Citra ambil file itu dari dalam sana!" tunjuk Kemy pada nakas yang pintunya masih terbuka.

Ternyata ada disana selama ini? Bagaimana Uya bisa luput pencariannya dari tempat itu?

"Tapi kenapa foto-foto aku ada dikamu?" cecar Kemy.

Uya menelan saliva. "Sebelum itu, jawab dulu pertanyaanku, siapa yang bohongin Ibu?"

Kemy tersenyum remeh. "Ya kamu lah!"

"Aku? Bohong apa?"

"Kamu beliin ponsel buat aku pasti hasil dari bohongin Ibu kan, biar dikasih uangnya?" tebak Kemy sekenanya.

Uya tertawa sumbang. "Enak aja, itu uang pribadi dari celengan aku. Eh malah kamu jual buat beli pakaian aneh itu!"

Kemy tak percaya bahwa Uya mengetahuinya. Jangan-jangan lelaki itu menaruh mata-mata untuk membuntuti dirinya waktu itu.

"Kaget kan aku tau?"

Bersambung