"sadar kamu itu cuma Suami yang Aku bayar tujuh ratus ribu, harus nya kamu bersyukur karena Aku menyelamat kan kamu dari kejaran para brandal itu!!, jadi gak perlu kamu ngatur Aku sebelum Kamu mampu jadi suami yang bener!! " bentak Heny marah. Karena Anas, melarang nya keluar.
Heny merasa dunia nya jungkir balik setelah menikah dengan Anas kalau bukan karena paksaan sang Papa mana mungkin Heny mau menikah.
sudah dua bulan sejak menikah Heny tidak pernah keluar rumah karena Arifin huda sang Papa masih di rumah memantau pergerakan nya.
Arifin huda selalu melarang Heny keluar rumah kalau tidak pergi bersama sang suami.
"Kamu kalau mau keluar pergi dengan Suami mu, Papa tidak ijin kan Kamu pergi kalau tidak dengan Suami mu" ucap Arifin huda menekan kata Suami agar putri nya sadar akan status nya sekarang.
bentakan serta ungkitan itu udah biasa menghiasi hidup seorang Anas Magenta Jafar.akan terus terngiang ketika Anas sampai di depan rumah, ketidak berdayaan nya selalu jadi ungkitan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ELLIYANA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
Sampai di parkiran rumah sakit, Heny tidak langsung turun melain memutar otak. mencari alasan tepat untuk sang Papa. Mengingat keadaan Anas tidak mungkin Heny membawa pulang dalam keadaan tangan di perban.
" Ihhhh Anas kenapa sih Lo musti ngelakuin itu!?" geram Heny memukul setir mobil beberapa kali. Heny merasa telah terjebak dalam pusaran permainan yang telah Ia buat sendiri.
" Kenapa sih Papa harus buat peraturan seperti itu apa memang Papa ingin aku jadi wanita rumahan yang hanya mengurus anak dan suami" batin Heny sedih karena mimpi nya ingin jadi wanita karir yang bebas kesana kemari tampa harus terikat satu hubungan seperti pernikahan.
Baru beberapa jam menikah ternyata Sang Papa sudah mempersiapkan semua tampa sepengetahuan Heny.
" Nyesel Gue " lirih nya duduk menyandarkan kepala. Heny tidak menyangka akan seperti ini ahir nya.
Sementara Anas di dalam sedang duduk merenungi semua nya, kepergian sang Ibu yang begitu mendadak membuat hati Anas di liputi kesedihan.
Masih dapat di ingat dengan jelas saat sang Ibu yang menolak uang pemberian nya, " Ya Allah kenapa Aku tidak peka " lirih Anas baru menyadari bahwa penolakan sang Ibu pada waktu itu ternyata pertanda Sang Ibu akan pergi untuk selamanya.
sama hal yang Anas kenapa tidak peka saat pagi itu, melihat wajah segar sang Ibu Anas tidak ngeh dengan semua itu. Rasa sesak bergelayut di relung hati Anas.
" Hik..maaf kan Anas Buk, Maaf kan Anas yang belum bisa jadi anak yang berbakti untuk Ibuk. kenapa Ibuk ninggalin Anas Buk, kemana Anas harus mengadu hik.." Anas menangis semua yang terjadi.
" Astaghfirullah " ucapnya kemudian sadar bahwa tidak boleh menangisi sang Ibu lagi. Anas membaca surah Al-fatihah dan meniat kan untuk sang Ibu. " Ya Allah tolong beri Aku kekuatan melalui ini semua tempat kan lah Ibu Ku di surga Mu Ya Allah " Anas mendoakan sang Ibu dengan terus bercucuran air mata.
Heny turun dari mobil setelah tidak menemukan pemecahan untuk masalah nya, " Braakk..." dengan sekuat tenaga Heny menutup pintu mobil.
" Non cantik-cantik nggak boleh galak Loh " teguran ramah Bapak-bapak tukang parkir rumah sakit.
Heny hanya tersenyum masam menanggapi ocehan Bapak-bapak tukang parkir kemudian melangkah pergi meninggal kan tukang parkir yang masih bengong melihat sikap sombong dan angkuh Heny.
Dengan langkah angkuh dan pandangan lurus kedepan hingga sampai di depan ruangan dimana Anas di rawat, Heny berdiri menatap pintu yang tertutup. Tidak di sangka orang di dalam sekarang lebih tinggi kedudukan nya padahal hanya seorang jambret yang tidak sengaja di tolong. Kenapa pula Papa nya lebih membela orang asing dari pada anak kandung sendiri, batin Heny masih bergolak.
" Huf...tapi Gue nggak bisa nyalahin Dia, bukan salah nya tapi ini salah Papa yang terlalu mengatur hidup Gue. Tapi nggak lah kan Papa sudah banyak kasih ke bebasan, apa sekarang Aku harus menuruti kemauan papa pasrah dengan perkawinan ini. Ohh tidak Aku mau jadi wanita karir, Aku mau bebas tampa harus hidup di bawah aturan " batin Heny berperang.
" Permisi Mbak " Ehh...ya Maaf " tiba-tiba sudah ada perawat yang di berdiri di belakang. Heny terpaksa menyingkir, " Mbak nya tidak sekalian masuk" tawar perawat yang sudah siap membuka pintu.
" Ya Mbak saya juga mau masuk " jawab Heny langsung menerobos setelah perawat membuka pintu lebar.
" Dari mana?" tanya Anas begitu melihat Heny.
Heny cuma menoleh acuh menatap Anas sesaat lalu jalan menuju sofa tampa menjawab pertanyaan Anas.
" Baik Mas, Mbak Saya permisi" pamit perawat setelah memeriksa botol infus Anas yang ternyata masih belum harus di ganti.
Heny duduk, apapun itu saat ini fikiran nya benar-benar sedang kusut, " Dari mana Kamu" tanya Anas lagi.
Heny yang semula bersandar memejam kan mata, seketika duduk tegak karena pertanyaan Anas.
" Apa urusan Lo. Gue mau kemana itu nggak ada urusan nya sama Lo " jawab Heny dingin.
Anas diam benar kata Heny kemana pun perempuan gila itu pergi bukan urusan nya, berarti sikap manis dan perduli yang di tunjukan tadi hanya kamuflase saja.
Anas kembali tidak perduli dengan keberadaan Heny di sekitar nya, walau pun ada hak nya tapi karena perjanjian itu Anas tidak bisa menuntut banyak karena Ia cuma suami boneka bagi Heny.
Heny bangkit setelah mengistirahatkan diri sebentar, " gimana tangan Lo?" tanya Heny menghampiri Anas yang kini asik memandangi langit-langit ruangan.
" Kamu bisa liat sendiri" jawab Anas tampa mengalih kan pandangan seolah-olah ada sesuatu yang menarik di atas sana dari pada Heny.
Heny merasa jengah karena di cueki Anas, " apa Lo udah bisa pulang?" tanya Heny lagi masih terasa suara itu masih dingin seolah tidak bersahabat.
" Ya Kamu bisa lihat sendiri kan!?, cuma tangan kaki Ku masih bisa buat jalan" jawab Anas mengalih kan pandangan dari langit-langit ruangan kini menatap wajah Heny.
" Papa suruh kita pulang, karena Papa akan berangkat keluar kota " Heny menunduk saat melirik Anas yang sedang menatap nya. " Duh...kok Gue jadi deg-degan gini " batin Heny menyadari jantung nya berdebar.
" Yaudah Ayuk pulang" jawab Anas .
Heny mengangkat kepala melihat Anas, " Trus itu tangan kamu gimana?, mata Lo kenapa ?" tanya Heny melihat mata Anas sembab dan juga nggak akan mungkin gegabah membawa pulang Anas dengan tangan masih di perban.
Anas menelisik kembali perempuan yang kini berstatus istri tapi seperti majikan, " Biar nanti Aku alasan bilang ini luka karena membersihkan kuburan Ibu yang sudah sangat kotor " jawab Anas seakan tau apa yang kini jadi beban fikiran Heny.
" Emang Papa percaya ?"
" Ya pasti percaya lah, bukan nya kamu yang bilang kalau Aku yatim piatu bersyukur lah kamu ternyata ucpan kamu benar-benar jadi kenyataan" ucap Anas entah kenapa kalau bicara luka di tangan nya seketika rasa benci pada Heny begitu saja menghampiri.
Deg...Heny merasa dada nya di pukul keras mendengar ucapan Anas membuat dirinya kembali merasa terpojok dan bersalah.
" Maafin Gue" ucap nya lirih.
" Ya, sebagai suami Aku sudah memaaf kan " jawab Anas juga lirih.
" Deg.. Deg.." dada Heny berdebar semakin kencang mendengar pengakuan Anas sebagai suami, ada senang ada juga takut yang Heny rasakan saat ini.
" Lo udah makan ?" tanya Heny untuk mengalih kan perasaan tidak menentu nya.
" masih kenyang " jawab Anas datar, buat apa cobak nunjukin perhatian kalau hanya kamuflase, sebentar udah jutek judes lagi. fikir Anas kesal.
hanya kata itu yg bisa kamu maklumi untuk istri mu weh weh weh...
pasti seru 🤣🤣🤣
saya merasa tersaingi