NovelToon NovelToon
TUMBAL RUMAH SAKIT

TUMBAL RUMAH SAKIT

Status: sedang berlangsung
Genre:Tumbal
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Pita Selina

Sebuah pembangun rumah sakit besar dibangun depan rumah Gea, Via dan Radit. Tiga orang sahabat yang kini baru saja menyelesaikan sekolah Menengah Kejuruan. Dalam upaya mencari pekerjaan, tak disangka akhirnya mereka bekerja di rumah sakit itu.

Sayangnya, banyak hal yang mengganjal di dalamnya yang membuat Gea, Via dan Radit sangat penasaran.

Apakah yang terjadi? Rahasia apa yang sebenarnya disembunyikan para author? Penuh ketegangan. Ikuti misteri yang ada di dalam cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pita Selina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berjuang Untuk Hidup

"Kau sedang memikirkan apa?" tanya Mandor, Bayu. "Lanjutkan pekerjaanmu."

"Aku memikirkan Ibu di kampung. Beberapa hari ini, aku sudah tak mengirimkan uang padanya. Ia mengalami bocor jantung, butuh biaya yang banyak untuk pengobatannya," jawab Feri, seorang tukang pada pembangunan rumah sakit itu.

"Lanjutkanlah ... sebentar lagi gaji akan segera turun, kau bisa memberikannya pada Ibumu." Bayu terlihat iba pada Feri.

"Baik."

****

"Apa aku sudah diperbolehkan pulang sekarang?" tanyaku pada Dokter Morgan. Harapanku begitu tinggi.

"Sepertinya kau ingin cepat-cepat pulang." Dokter Morgan memeriksaku memakai stetoskopnya. "Kau boleh mengurus administrasimu sekarang ... asalkan, kau harus terus kontrol pada luka ditanganmu itu, kau harus menjaga lukamu dalam keadaan bersih, tidak boleh terkena debu dan air. Sepertinya butuh waktu untuk bisa sembuh total, lukanya cukup serius."

Raut wajahku berubah menjadi riang. "Baik, Dok. Akan kuusahakan semaksimal mungkin."

"Baik ... kau boleh mengurusnya pukul dua belas nanti. Saya pamit, semoga lekas pulih, ya."

"Baik, Dok. Terimakasih."

Pandangan kami tertuju pada Dokter Morgan yang keluar dari ruangan.

"Semua Dokter-Dokter memang wangi, tampan dan cantik, ya?" Via terus menatap Dokter Morgan tanpa henti hingga batangnya tak lagi terlihat.

"Tentu saja, biayanya pun tidak sedikit untuk itu," sahutku.

"Apa hubungannya? Memang dari lahir saja sudah tampan dan cantik," ketus Radit.

Aku dan Via menoleh pada Radit.

"Tetap saja, mereka lahir tidak langsung menjadi Dokter, kan? Mereka harus melewati pendidikan yang sangat panjang dan melelahkan," jelasku.

"Kau pikir kuliah kedokteran tidak memakai biaya? Kau pikir perawatan tubuh atau pun wajah tidak memiliki biaya?" kesal Via. "Kurang-kurangi penyakit hatimu itu. Wajah yang licin itu harus

"Mereka memang memiliki kedudukan yang tinggi sejak lahir, mudah bagi mereka untuk mencapai itu semua," ucap Radit.

"Aneh ... sungguh! Pemikiranmu benar-benar aneh," timpalku.

"Kalau pun mereka memiliki kedudukan yang tinggi, tetap saja mereka harus melalui masa sulit. Tidak sepertimu yang selalu beralasan dan tidak mahu berjuang ... akhirnya kau selalu menyalahkan takdir."

"Aku tidak menyalahkan takdir ... aku hanya berpendapat." Radit menyilangkan kedua tangannya.

"Ya, aku hanya memberitahumu bahwa itu semua salah. Semua memiliki jalan masing-masing dan itu pun termasuk pendapatku."

"Ck! Ah~sudahlah ... ayolah kita bercerita lagi. Biarkan untuk sehari saja aku tak mendengar perdebatan kalian. Bagaimana kalau kita memakan ice cream hari ini? Bantu aku mengemasi barang-barangku dulu."

****.

"Feri ... tangkap," teriak tukang lain dari lantai empat mengestafetkan ember bekas semen.

Saat itu semua tukang bangunan berfokus pada pekerjaannya. Mereka bekerja sama dengan baik, termasuk Feri saat itu.

Bayu terus memantau dan mengamati dari kejauhan. Sesekali Bayu menghisap rokoknya lalu membuangnya secara perlahan.

Feri mengisi semen itu pada beberapa ember yang kosong. Temannya yang lain menariknya dari atas.

"Kiri ... kiri, terus ... terus ... yap! Berhenti!" Salah satu tukang mengkoordinir datangnya beberapa truk-truk besar pembawa batu dan tanah.

Beberapa dari mereka mengurus bagian-bagian lain.

Adukan semen telah habis. Tukang lain memasukkannya kembali pada penggiling semen. Siklusnya seperti itu sampai waktu istirahat datang.

"Yo ...." Suara tepukan terdengar. "Istirahatkan dulu tubuh kalian," ucap Bayu. "Kita lanjutkan di menit empat puluh, ada waktu tiga puluh menit."

Feri mengistirahatkan tubuhnya seraya bersandar ditembok seorang diri. Napasnya terengah-engah, raut wajahnya merah. Feri membuka topi proyek yang dikenakannya.

"Nih ...." Bayu memberikan sebatang rokok pada Feri.

"Terimakasih ... aku tak merokok, untukmu saja." Feri menolak pemberian Bayu.

"Ayolah ... hidupmu terlihat rumit. Setidaknya kau harus menghembuskannya perlahan lewat asap rokok ini," kekeh Bayu. "Kulihat kau selalu merenung. Seberat apa masalahmu itu?"

"Ah~ aku saja yang lemah dan pecundang ... aku baru saja fresh graduate, minggu kemarin baru kelulusan. Dahulu, cita-citaku bukan ini. Tapi aku harus membantu Ibu ... semuanya sungguh berkelahi di kepala."

"Memangnya kau bukan asli wilayah sini?" tanya Bayu.

"Bukan ... aku merantau."

"Umurmu belum mencapai kepala dua ... pantas terlihat tengil."

Mendengar itu Feri tertawa. "Ya ... memang, hanya terhalang keadaan saja."

"Hidupmu memang sangat malang," tutur Bayu. "Bekerjalah dengan semangat. Terus tetap berhati-hati. Kembalilah untuk Ibumu sembari membawa gajimu itu."

"Ya ... kuharap aku dapat membanggakan Ibuku."

"Kau tak boleh terlalu jahat pada dirimu. Dahulu aku pernah diposisimu, jadi aku tahu persis bagaimana rasanya."

"Jadi ... apa yang kau lakukan saat itu?"

"Aku lakukan semua yang aku bisa. Asalkan, kau tidak berdiam diri tanpa aksi. Soal keinginan dan cita-citamu itu jangan pernah kau bunuh ... biarkan hidup, kalau kau sudah tahu jalannya, Ia perlahan akan mati dengan tenang tanpa rasa menyesal."

"Ya aku harap, aku dapat menerima segala apapun dalam hidupku."

"Memangnya ayahmu ke mana?" tanya Bayu.

"Ayah telah berpulang dan aku tidak ingin melihat hal itu terjadi pada Ibuku."

"Kau pantas sukses, Bro! Teruslah berjuang, lagi pula ini bukan akhir dari segalanya. Anggap saja pengalaman pertamamu ... isilah perutmu, kau butuh tenaga banyak untuk menyelesaikan proyek ini."

Terlihat seperti kakak beradik yang saling menguatkan.

Feri tersenyum. "Thanks bro!"

****

"Apa ada barang yang tertinggal?" tanya Via.

Semuanya telah selesai di kemas. Tangan Radit dan Via penuh menggenggam barang-barangku. Kini ruangannya telah kosong dan rapi kembali.

"Tunggu ... apa Ibumu tahu bahwa kau telah diperbolehkan pulang?" tanya Radit.

"Ke mana Ibumu? Sejak tadi aku tidak melihatnya," timpal Via.

"Ibu akan kembali sebentar lagi, tadi Ia harus mengambil obat dan pulang terlebih dahulu karena paketnya telah sampai."

"Kenapa tidak minta tolong tetangga saja untuk mengambil paketnya?" tanya Via.

"Kau seperti tidak mengetahui sifat Ibuku, Ia memiliki sifat tak enak."

Kami bertiga duduk di sofa menunggu kedatangan Ibuku. Ada beberapa administrasi yang harus diselesaikan.

"Kau memang beruntung memiliki Ibu seperti Ibumu. Ia tidak banyak menuntutmu, Ia sangat menyayangimu, Ia benar-benar bertanggungjawab atas hidupmu diluar batas kemampuannya, hidup tanpa seorang ayah memang sulit bukan? Apalagi Ibumu," ucap Via seraya memasukkan beberapa makanan dimeja ke dalam tasnya.

"Benar ... kau memang benar, aku jadi khawatir. Aku takut tidak bisa membanggakannya," ucapku, perlahan membuatku melamun.

Tatapan Radit menatap pada tangan Via. "Kau memang sengaja mengalihkan obrolan."

Via menatap Radit. "Memangnya kenapa?" Via melihat tangannya yang sedang memasukkan makanan-makanan itu. "Heh! Makanan yang kubawa ini untukku, untuk Gea dan untukmu juga ... seperti tidak pernah kelaparan saja."

"Aku? Silakan saja untukmu."

Via menatap Radit dengan kesal. "Ingin sekali kumengumbar semuanya dengan jelas ... sayangnya tidak ada CCTV untuk itu."

"Mulai," gumamku.

"Aku tidak pernah menyuruh dan meminta kau untuk itu," ucap Radit dengan ketus.

"Memang ... kau tidak menyuruhku, aku yang sengaja mengambilnya. Karena aku mengetahui kebiasaanmu dan Gea. Kesukaan kalian mengemil tanpa henti menghabiskan pilus tiga wadah di rumahku, menghabiskan pangsit pedas di rumah Gea dan menghabiskan snack itu di rumahmu sendiri. Salahku ... harusnya aku tidak perlu peduli."

1
Rena Ryuuguu
Sempat lupa waktu sampai lupa mandi, duh padahal butuh banget idung dipapah😂
Hafizahaina
Ngakak sampe perut sakit!
sweet_ice_cream
🌟Saya sering membawa cerita ini ke kantor untuk membacanya saat waktu istirahat. Sangat menghibur.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!