Kemala adalah seorang wanita mandiri yang masih memiliki suami. Namun karena suami yang sangat pelit ia terpaksa bekerja sambil membawa anak nya yang masih kecil. setiap hari Burhan suaminya hanya memberi uang sebesar 10.000 rupiah beserta uang jajan untuk nya. Selama menikah dengan Burhan ia hanya tahu bahwa Burhan adalah seorang supir truk pengangkut sawit, tanpa ia ketahui suaminya itu adalah manajer di perusahaan kelapa sawit terbesar di kota itu. bagaimana kah kelanjutan rumah tangga Kemala? akan kah badai itu terus menerus datang ataukah akan ada pelangi setelah hujan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Sejarah Kampung Kemala
Beberapa tahun yang lalu saat Kemala belum dilahirkan di desa itu, seluruh warga desa hidup rukun dan damai. Tanaman tumbuh subur, binatang ternak pun gemuk-gemuk.
Hingga pada suatu hari kejadian demi kejadian terjadi di desa itu. Padi yang sebentar lagi akan panen, mendadak hangus seperti terbakar.
Ternak warga pun mulai dijangkiti penyakit yang aneh. Saat itu di desa belum lah ada dokter hewan ataupun mantri. Desa yang terpelosok itu sangat lah jauh ke pedalaman.
Di desa itu juga masyarakat hidup dengan kelas nya masing masing. Jika berasal dari kelas menengah bawah, maka pekerjaan nya adalah membantu orang-orang yang berasal dari kalangan atas.
Tidak diperbolehkan bagi kalangan bawah memiliki banyak uang dan sukses melebihi kalangan atas.
Setiap anak keturunan keluarga bawah, harus lah seperti itu sampai keturunan-keturunannya yang lain. Hal itu pula yang terjadi pada keluarga Kemala yang hidup miskin turun temurun.
Jika tidak mentaati aturan, maka siap-siap di usir dari kampung itu. Mau pergi kemana masyarakat yang sedari lahir sudah dibesarkan di desa itu.
Jangankan keluar desa, di hutan pinggiran desa saja masih banyak binatang buas nya. Bukan tidak mungkin yang pergi dari desa itu tidak akan pernah kembali lagi.
"Apa yang telah terjadi dengan desa kita ya. Kenapa desa yang subur makmur seperti ini berubah mencekam."
Para warga hari itu di kumpulkan di tanah lapang untuk mencari solusi. Para tetua kampung duduk di depan mereka satu persatu.
"Tenang semua nya. Kami di sini hadir untuk mencari solusi dari masalah kita semua."
Tiba-tiba seorang wanita tua berkata dengan lantang nya.
"Aku tahu apa penyebab nya. Dapatkah kalian memercayai ku jika aku mengatakan nya."
"Benarkah apa yang kau katakan itu?" Tanya salah satu Tetua.
"Benar. Aku yakin pasti hal itu adalah penyebab nya."
"Coba jelaskan pada kami semua yang ada di sini."
"Desa kita bertahun-tahun sudah menjadi desa yang makmur. Setiap pasangan hidup rukun dan bahagia. Tidak pernah kita mendengar ada nya pertengkaran suami istri. Tapi beberapa hari yang lalu sebelum tragedi itu terjadi, menantu ku ingin berpisah dengan anak ku yang tidak sanggup lagi memberi nya nafkah. Dan lagi, ia memiliki banyak uang sekarang."
"Tapi apa hubungannya dengan seluruh tanaman dan ternak ?"
"Ternak dan juga tanaman selama ini mengambil energi positif dari kehidupan kita yang rukun. Namun, semua itu rusak oleh perbuatan menantu ku. Aku tidak menyangka ia tega meninggalkan anak ku yang sedang sakit, dan mengambil seluruh harta keluarga kami."
"Tidak, itu tidak mungkin. Perpisahan kami tidak ada hubungannya dengan kondisi desa kita yang sekarang. Ibu jangan mengada-ada. Dan lagi, bukan aku yang ingin berpisah. Tapi anak Ibu yang sudah menjatuhkan talak nya kepadaku. Dan soal uang itu, anak Ibu yang memberikan nya kepada ku sebagai ganti talak yang ia ucapkan." Ucap wanita yang di tuduh itu.
"Itu tidak benar. Kau jangan mencari alasan. Bukan kah kau sudah tidak mau lagi mengurus nya sehingga ingin berpisah? Istri macam apa yang pergi saat suami nya terluka. Aku sangat tahu dari dulu kau ingin menjadi menantu di keluarga kami karena tidak tahan hidup miskin bukan? "
"Bu, aku mohon jangan mengarang cerita yang tidak-tidak."
"Seperti nya benar dengan apa yang dikatakan Nilam. Jika desa kita telah tercemar oleh energi negatif milik wanita itu. Bukan hanya berpisah dengan suami nya, ia juga telah melanggar adat kampung kita."
Warga desa yang mudah sekali di hasut langsung saja mengusir wanita yang bernama Wati.
"Tidak, jangan usir aku. Aku tidak mau pergi dari desa ini. Aku harus kemana lagi." Ucap Wati menangis tersedu.
"Diam! Kau sudah tidak diterima lagi di desa ini. Pergi lah cari desa lain yang mungkin mau menerima kau."
Wati pergi dalam keadaan tidak boleh membawa apa-apa. Hal itu sudah menjadi peraturan di desa itu.
Namun, setelah beberapa bulan berlalu tidak ada nya perubahan dari tanaman maupun ternak.
Suatu hari datang lah mahasiswa dari kota yang sedang mengerjakan kerja lapangan. Mereka pun meminta izin untuk melihat kondisi desa tersebut.
Ternyata selama ini, yang menyebabkan desa itu berenergi negatif bukan lah karena Wati. Tapi ada nya limbah yang di buang ke sungai dan di konsumsi oleh ternak. Warga pun sering mengambil air sungai untuk menyiram tanaman.
"Itu tidak mungkin! Sungai di desa ini sangat bersih. Lihat lah kami tidak merasakan apapun selama ini." Ucap Tetua kampung itu.
"Jika Bapak tidak percaya, kita buktikan saja. Air sungai yang sudah tercemar ini hanya akan membahayakan jika tidak di masak terlebih dahulu. Lagi pun, di desa ini para warga memiliki sumur di tiap-tiap rumah mereka."
Tidak ada satu pun warga yang percaya sampai mahasiswa itu menemukan bukti nya. Salah satu warga meminum air sungai langsung tanpa di masak terlebih dahulu.
Yang terjadi, warga tersebut langsung muntah-muntah seperti keracunan. Akhirnya setelah melihat sendiri apa yang terjadi dengan desa mereka, mereka pun percaya.
Mereka mulai mencari sumber limbah yang berasal dari usaha milik keluarga Nilam. Usaha milik Nilam adalah tempat di mana pupuk di buat.
Hampir setiap hari mereka melakukan uji coba, dan jika gagal, limbah-limbah itu akan di buang ke sungai. Mereka hanya menerka saja pembuatan pupuk-pupuk itu. Mereka tidak tahu bahwa pupuk pun bisa menjadi racun jika berupa limbah.
Padi dan tanaman warga yang lain hangus karena hasil eksperimen Nilam dan keluarga nya. Mereka tidak mau mengaku dan malah menuduh Wati yang bernasib malang.
Perlu di ketahui, keluarga Nilam adalah keluarga terkaya di kampung itu. Hanya keluarga Nilam dan beberapa keluarga lainnya yang bisa keluar masuk desa.
Mereka memanfaatkan hal itu untuk mencari sebanyak-banyaknya informasi dari dunia luar dan mempraktekkan nya di desa itu.
"Jadi ini ulah keluarga kau Nilam? Tega sekali kau menuduh Wati saat itu."
"Aku tidak menuduh, memang karena wanita itu kampung kita menjadi sial. Jika saja anakku tidak menikah dengannya pasti sampai sekarang ia masih menjadi pria normal dan tidak ca-cat."
"Anak mu seperti itu karena melindungi istri nya. Sadarlah Nilam. Kau dan keluarga mu harus meminta maaf."
Karena di desak akhirnya mereka pun memaafkan kesalahan Nilam.
Cerita ini turun temurun di turunkan ke anak cucu yang berada di desa itu. Nilam tetap menyalahkan Wati atas semua yang terjadi di desa.
Bahkan lama kelamaan cerita itu di buat-buat seperti nyata. Anak keturunan Nilam adalah Ibu nya Nina yang tidak lain teman nya Kemala.
Apakah berakhir begitu saja? Tidak. Cerita ini belum berakhir. Setiap ada wanita bercerai yang tinggal di desa itu bukan hanya akan di usir, melainkan akan dipermalukan terlebih dahulu.
Bahkan ada yang sampai bu-nuh di-ri karena tidak sanggup mendengar gunjingan tetangga dan di teror oleh mereka ketika malam hari.
Sungguh potret desa yang mengerikan. Pemikiran masyarakat nya pun tidak berkembang dari waktu ke waktu sampai hari itu.
Sampai Kemala datang mematahkan dan menghancurkan segala kepercayaan yang ada. Kemala wanita dari keluarga miskin bisa membeli Mobil dan Rumah mewah.
Kemala, mematahkan seluruh adat yang di buat bertahun-tahun yang lalu.