Rainero yang tampan dan kaya memiliki pesona bagi para wanita, semua yang ada disekelilingnya dapat diatur olehnya dan mengikuti jejaknya.
Namun kehidupan sempurnanya ternodai oleh diagnosasi kemandulan. Dia ditinggalkan oleh calon istrinya, dia menjadi lelaki yang mempermainkan berbagai wanita.
Suatu hari, sebuah malam penuh gairah yang dia lewatkan dengan sekretarisnya Shenina, memunculkan perubahan kedua dalam kehidupannya-- Shenina hamil.
Shenina cantik, cerdas dan baik hati, Rainero tidak bisa mengendalikan hatinya yang terus memperhatikan dia.
Namun Rainero yang mandul bagaimana bisa membuat orang hamil ? Dia mengusirnya dengan marah.
Kebenaran terungkap ...
Shenina sedang mengandung anaknya...
Rainero menjadi gila, namun wanita yang dicintainya menghilang tanpa jejak.
Akankah mereka bertemu kembali ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BSC 20
Melihat keadaan Rainero yang tidak baik-baik saja, Axton San Jevian lantas mengantar Rainero pulang ke apartemennya.
Di apartemennya, Rainero pun dibantu Axton membersihkan luka-lukanya. Setelah selesai, mereka pun duduk bertiga di sofa ruang tamu. Tak peduli waktu bahkan telah menginjak dini hari, tapi mereka masih duduk di sana sambil menikmati bir kalengan yang selalu Rainero stok di lemari pendingin.
"Rain, sebenarnya aku masih penasaran dengan cerita Axton tadi. Tentang Shenina, jadi ... kau benar-benar mengusirnya? Tanpa mau mencari tahu keberadaannya terlebih dahulu?" tanya Jevian penasaran.
Rainero menghela nafas panjang kemudian mengangguk.
"Bagaimana aku kepikiran melakukan itu? Mendengar dia hamil, sedang fakta mengatakan kalau aku itu mandul, kau pikir, aku bisa berpikir dengan jernih." Rainero kembali menenggak minumannya. Lalu melemparkan kaleng kosong itu dan membukanya satu lagi.
"Bagaimana kalau dia benar-benar hamil anakmu?" tanya Jevian. Kali ini Axton diam. Ia sudah bosan menanyakan hal yang sama pada Rainero dan jawabannya selalu membuatnya pusing kepala.
"Entahlah. Aku pun bingung." Rainero menghela nafas frustasi. "Apalagi ... aku laki-laki pertama untuknya. Jujur, aku benar-benar merasa bersalah."
"Apa? Dia ... masih virgin?" seru Jevian tak percaya.
Rainero mengangguk, mengiyakan.
"Wow, amazing! Zaman sekarang, masih ada seorang gadis yang virgin. Kau benar-benar keterlaluan telah mengusirnya begitu saja, Rain."
Rainero terdiam. Ia pun membenarkan dalam hati kalau sikapnya waktu itu benar-benar keterlaluan. Ia kadung emosi sehingga ia tidak bisa berpikir dengan jernih.
Tapi semua telah terjadi. Ia pun masih ragu, apakah bayi itu benar-benar miliknya atau bukan. Kembali lagi, ia divonis mandul. Lantas, bagaimana ia bisa menghamili seorang perempuan?
"Rain, kebetulan aku mempunyai teman seorang dokter kandungan ternama. Dia baru kembali dari luar negeri. Kalau kau mau, aku bisa mengenalkanmu padanya," ujar Jevian menarik Rainero dari lamunannya.
"Dokter kandungan? Untuk apa?" tanya Rainero bingung. Kalau Shenina ada di sini, mungkin maksudnya untuk memeriksakan kehamilan Shenina. Tapi, Shenina tidak ada, lantas untuk apa Jevian memperkenalkannya pada dokter kandungan itu?
"Untuk memeriksakan ulang keadaan dirimu, bodoh. Siapa tahu kau bisa mendapatkan jawaban dari segala kebingunganmu selama ini," tutur Jevian yang dibenarkan Axton.
"Jev benar, Rain. Kau juga bisa membawa hasil pemeriksaan sebelumnya. Sebelum segalanya benar-benar terlambat," timpal Axton meyakinkan Rainero agar mau melakukan pemeriksaan ulang.
Rainero terdiam. Ia pikir, mungkin tak ada salahnya memeriksakan ulang dirinya. Apalagi makin hari, rasa bersalah itu makin menggerogoti pikirannya. Bahkan kini bayang Shenina sering memenuhi pikirannya. Mimpi bercintanya pun kini kian jelas. Dalam mimpi itu, ia dengan jelas melihat Shenina lah yang membuatnya benar-benar melayang tinggi.
Bahkan yang lebih parah, pernah ia bermimpi bertemu dengan Shenina yang menggandeng seorang anak kecil. Mereka menatap sendu dirinya membuat nafas Rainero tercekat. Saat Rainero berlari mendekati Shenina dan anak kecil itu, mereka justru menjauh dan menghilang. Membuat Rainero frustasi mencarinya. Saat terbangun, nafasnya terengah. Tatapan sendu penuh luka Shenina dalam mimpinya, benar-benar membuat perasaannya kian kacau. Oleh sebab itu, saat di kantor, setiap melihat bawahannya melakukan kesalahan, Rainero sering kehilangan kontrol dan marah-marah.
Rainero mengalihkan tatapannya pada Axton kemudian Jevian, kemudian ia mengangguk.
"Baiklah. Aku setuju. Tolong atur waktu pertemuanku dengannya!" ucap Rainero akhirnya setuju dengan saran Jevian.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Theo telah datang kembali ke kediaman Shenina. Tujuannya tak lain adalah mencari kebenaran tentang keberadaan Shenina, benarkah ia telah diusir atau itu hanya akal-akalan Jessica saja yang Theo ketahui tidak pernah menyukai Shenina.
Theo menekan bel di depan pintu rumah Shenina. Setelah beberapa kali menekan bel, akhirnya pintu pun terbuka dan muncullah Ambar dari balik pintu seraya tersenyum manis.
"Ah, ternyata kau Theo. Kenapa datang kembali kemari? Jangan-jangan kau mencari Jessica, hm?" Ambar tersenyum lebar berharap apa yang ia katakan benar.
"Apa Shenina ada?" tanya Theo tanpa basa-basi dengan memasang wajah datar. Ia sangat tahu, Ambar merupakan salah satu sumber penderitaan Shenina. Saat mereka masih sepasang kekasih, Shenina kerap menceritakan apa yang ia alami dengan Theo. Theo benar-benar sedih mengetahui bagaimana penderitaan Shenina selama ini. Ia kerap dicaci maki, difitnah, disiksa, bahkan saat kecil ia sering hanya diberi makan satu hari sekali. Benar-benar menyedihkan.
"Untuk apa kau cari lagi perempuan murahan itu? Bukannya kau sendiri telah membuangnya. Daripada masih memikirkan Shenina, lebih baik kau dengan Jessica. Jelas ia lebih baik daripada jalaang itu," ucap Ambar tak sungkan-sungkan menghina Shenina.
Theo mengepalkan kedua tangannya, "jangan bicara sembarangan tentang Shenina!" ucap Theo dingin.
"Kenapa kau masih membelanya? Apa perkataanku salah? Tidak bukan. Dia kekasihmu, tapi hamil anak orang lain, apa itu namanya kalau tidak murahan."
"Tutup mulut Anda Nyonya Ambar. Shenina tidak seperti apa yang Anda katakan tadi. Lebih baik, beri tahu saja dimana Shenina padaku. Tak perlu banyak berkomentar apalagi menghinanya," ucap Theo dengan rahang mengeras dan dada bergemuruh.
"Kau yang tutup mulut bajingaan!" Tiba-tiba saja Harold datang dan berdiri tepat di depan Theo yang rahangnya masih mengeras. "Untuk apa kau datang lagi ke rumah ini, hah?" bentak Harold.
"Saya hanya mencari Shenina. Tapi istri Anda ini justru sibuk merendahkan Shenina. Seperti hidupnya sudah paling sempurna saja." Tanpa rasa takut, Theo menjawab pertanyaan Harold dengan lantang.
"Kalau yang kau cari pelacur itu, dia tidak ada di sini. Dia sudah aku usir sebulan yang lalu. Sekarang kau sudah mendapatkan jawabannya kan jadi sekarang pergi dari sini. Dan jangan menunjukkan tampang bajingaan mu itu di hadapanku lagi."
Jelas saja, Theo benar-benar tersentak mengetahui fakta itu. Bagaimana ia tidak terkejut, ternyata Shenina telah diusir dari rumah itu sejak satu bulan yang lalu. Dan ia baru mengetahuinya hari ini. Dada Theo bergemuruh. Ia benar-benar menyesal telah meninggalkan Shenina begitu saja.
"Kalau aku bajingaan, lantas kau apa, hah? Kau seorang ayah, tapi tak pernah memedulikan putrinya sendiri. Kau seorang ayah, tapi selalu mengabaikan anak kandungmu sendiri dan yang lebih parah, kau justru lebih menyayangi putri tirimu. Kau lah bajingaan yang sesungguhnya itu," sentak Theo emosi.
"Kau ... " Harold telah mengepalkan tangannya dan bersiap memukul Theo, tapi tiba-tiba Jessica menghentikannya dibantu Ambar.
"No, dad."
"Lepaskan! Daddy harus memberi pelajaran pada bajingaan itu!" sentak Harold.
"Dad, sabar. Tolong kendalikan dirimu. Ingat kesehatan jantung Daddy," ucap Jessica sok perhatian.
"Jessi benar, Dad. Dan kau Theo, sebaiknya segera pergi dari sini. Oh ya, sebenarnya bibi sangat mencemaskan keadaan Shenina. Bila kau bertemu dengannya, tolong bawa dia kemari. Kami sangat menyesal telah membiarkan dia pergi dari rumah ini," ucap Ambar sangat berbanding terbalik dengan sikapnya tadi.
Theo tergelak melihat akting Ambar. Baru kali ini ia berhadapan dengan wanita ular seperti Ambar.
"Tenang saja, aku akan mencari Shenina kemudian membawanya kembali. Tapi bukan kembali ke neraka kalian ini, melainkan ke istanaku dan Shenina."
"Theo, kenapa kau sepertinya sangat membenci keluarga kami?" ucap Jessica memasang wajah sedih.
Theo tertawa mengejek, "karena kalian memang pantas dibenci."
Usai mengatakan itu, Theo pun segera pergi dari sana.
Di dalam mobil, tak henti-hentinya Theo mengarahkan pandangannya ke luar jendela. Ia harap bisa segera menemukan Shenina. Theo telah bertekad, tak peduli Shenina sedang mengandung anak laki-laki lain, ia akan tetap menikahinya.Tak peduli keluarganya menentang, ia akan terus memperjuangkan Shenina sampai titik darah penghabisan.
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...